MCDT (3)

Malam harinya ....

Di rumah sakit. Yuna teman baik Aline datang menjenguk. Aline dan Yuna bernincang, mereka membicarakan tentang Owen.

"Hah? A-apa yang kamu katakan? jangan bercanda, Aline!" kata Yuna tak yakin dengan ucapan temannya.

Aline tersenyum, "Aku serius, Yuna. Aku sepertinya sudah jatuh cinta padanya. Tidak tahu kenapa, begitu melihatnya rasanya jantungku melompat ke sana-sini tak karuan. Aku menyukainya," kata Aline.

"Kamu jangan berlebihan. Mungkin saja itu karena dia memang pria yang tampan. Ah ... coba aku lihat diinternet dulu. Siapa tahu ada artikel tentangnya, kan? Siapa tadi namanya?" tanya Yuna. Yang jadi penasaran pada sosok Owen.

"Owen Alexius. CEO GoodFood." jawab Aline.

"CEO GoodFood," gumam Yuna mengulang nama perusahaan Owen dan mengetiknya di keyboard ponselnya.

Begitu melakukan pencarian. Langsung bermunculan artikel-artikel terkait. Yuna tertarik membaca salah satu artikel tentang  pendiri GoodFood. Dan ternyata CEO saat ini, yakni Owen Alexius adalah cucu dari pendiri GoodFood. Dengan kata lain, Owen adalah generasi ketiga salah satu konglomerat. Sama seperti Aline.

"Wah ... gilaa ... ini sungguhan? dia, maksudku pria yang kamu kataka bermama Owen itu adalah generasi ketiga." kata Yuna.

"Ya, aku tahu. Aku juga baca diinternet dan mencaritahu semu tentangnya. Sampai makanan, kesukaan bahkan tempat-tempat yang suka dikunjunginya. Sampai aku mencari berita tentang istrinya, yang ternyata istrinya sudah meninggal tak lama setelah melahirkan putranya." kata Aline.

Yuna cukup kaget dengan jawaban Aline. Temannya itu belum pernah seklaipun membaca detail sesuatu terkait seseorang. Padahal Aline di matanya adalah orang yang acuh tak acuh pada sesuatu hal, meskipun itu hal sangat penting sekalipun. Terutama soal lawan jenis.

"Apa dia Aline teman kecilku? saat jatuh tadi isi kepalanya tak bermasalah, kan? kenapa dia aneh sekali?" batin Yuna khawatir.

Yuna menatap Aline. Yuna bertanya, apakah Aline benar baik-baik saja? bertanya kepalanya tak sakit atau semacannya? Aline menegaskan, jika kepalanya baik-baik saja. Saat jatuh pun ia melindungi kepalanya dengan dua tangannya. Karena itu tangannya bayak memar dan lecet.

"Kenapa kamu aneh sekali. Membuatku takut," kata Yuna.

"Aneh? apanya yang aneh? Sepertinya bukan aku yang aneh, tapi kamu. Lihat mataku yang lekat menatapku?" jawab Aline menatap Yuna.

Yuna menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sungguh merasa aneh. Meski Aline berkata tidak apa-apa, tapi Yuna takut Aline jadi aneh karena terjatuh.

"Oh, Tuhanku. Lindungi dan berikan kesembuhan pada temanku ini. Aku mohon ... " batin Yuna berdoa.

Aline tersenyum  memikirkan Owen. Sampai-sampai ia tidak sadar kalau Yuna memperhatikan dan semakin cemas. Yuna yang sangat tahu seperti apa Aline benar-benar dibuat bingung oleh sikap dan ucapan Aline yang aneh. Membicarakan seseorang dengan serius saja, sudah aneh. Ditambah Aline terlihat bersemangat, sampai membaca semua artikel.dan mencari tahu tentang sosok pria bernama Owen Alexius.

"Dia tidak gila, kan?" batin Yuna.

Aline berpikir, bagaimana cara agar bisa kembali bertemu Owen. Ia pun merencanakan sesuatu. Ia ingin berpura-pura tidak baik-baik saja agar diperhatikan oleh Owen.

"Hmm ... kira-kira kalau aku seperti itu dia curiga, atau tidak, ya? kalau mau dekat dengan Papanya, pertama-tama aku harus mendekati Anaknya dulu, kan? Max yang manis itu terlihat sangat merasa bersalah. Aku manfaatkan saja perasaannya itu untuk membuat kami dekat. Hohoho ... kamu memang hebat, Aline." batin Aline memuji diri sendiri.

"Aline ... kamu baik-baik saja? apa yang kamu pikirkan sampai tersenyum sendiri?" tanya Yuna.

Aline kaget. Ia tidak sadar kalau Yuna sedang bersamanya. Aline tersenyum dan mengatakan ka hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting.

"Hm, begitu." gumam Yuna.

"Padahal terlihat jelas dari raut wajahnya kalau ia memikirkan sesuatu. Yang dipikikan tak penting katanya? dia mencurigakan sekali," batin Yuna.

Tidak mau satu-satunya teman dekatnya itu khawatir. Aline membahas tentang hal lain. Aline menanyakan tentang perkembangan butik yang Yuna kelola. Karena ditanya soal pekerjaannya, Yuna pun sengat semangat bercerita. Seketika perhatian dan pikiran Yuna teralihkan. Ia tidak lagi memikirkan kecurigaannya pada Aline.

Aline mendengrkan seksama apa yang dibicarakan teman baiknya itu. Aline tersenyum senang melihat betapa semangatnya Yuna saat menceritakan tengang butiknya.

***

Keesokan harinya ....

Aiden datang membawa bubur yang dimasak pelayan rumah. Karena hari sebelumnya Aline mengeluh makanan di rumah sakit hambar, dan ia meminta Papanya membawakannya makanan yang dimasak Bibi palayan rumah.

"Bagaimana keadaanmu, sayangku?" tanya Aiden menatap Aline.

Aline duduk bersandar diatas ranjang pasien. Ia tersenyum cantik menatap sang Papa yang berdiri di sampingnya. Aline berkata, jika ia sudah lebih baik.

"Apa aku masih belum boleh pulang, Pa?" tanya Aline.

"Belum. Hari ini kan kamu akan melakukan pemeriksaan ulang. Menurutlah, Nak. Papamu ini sangat khawatir." kata Aiden.

Aline mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ya, ya, ya. Aku akan jalani pemeriksaan lagi sesuai keinginan Papa. Jadi Papa bisa lebih tenang sekarang? sejak kemarin Papa terus khawatir." kata Aline.

"Papa mana yang bisa tenang kalau melihat anaknya sakit, huh? makanlah dan minum obatmu." jawab Aiden. Meminta putrinya untuk segera makan dan minum obat

Aline tidak bisa tidak menurut. Ia sangat sayang pada Papanya, dan tidak mau melihat papanya khawatir lagi. Aline langsung minta disuapi makan pada Papanya. Ia bersikap manja karena ingin melihat Papanya tersenyum. Aiden paling senang, kalau Aline mau bermanja-manja padanya. Ia justru khawatir misalkan anaknya tak pernah minta ini itu padanya. Aiden merasa sudah tak dibutuhkan lagi.

Aiden menyuapi putrinya bubur dengan hati-hati dan penuh kesabaran. Itu mengingatkannya pada momen saat Aline masih kecil. Ia tidak sangka putri kecilnya akan tumbuh dewasa dengan cepat.

"Pelan-pelan makan," kata Aiden lembut.

"Papa sudah makan?" tanya Aline. Usai menelan makanan di dalam mulutnya.

Aiden meganggukkan kepala. Msngatakan kalau Bibi palayan rumah memaksanya makan, padahal Aiden sedang tak nafsu makan.

"Papa harus makan secara teratur. Tidur cukup dan tidak boleh banyak pikiran. Apalagi memikirkan pekerjaan kantor sampai larut malam. Lantas apa gunanya Papa memasukkan Kak Alwin dan Kak Alvin ke kantor? aku juga akan berusaha keras membantu Papa. Begini-begini aku tak pernah merepotkan siapa-siapa di kantor." kata Aline.

Aiden tersenyum, "Kalau begitu. Masuklah ke kantor pusat. Belajarlah agar kelak kamu bisa menggantikan posisi Papa." kata Aiden.

"Ke-kenapa aku? kan ada dua Kakak?" tanya Aline bingung.

"Alvin akan memegang perusahaan cabang yang ada di luar negeri. Dan Alwin akan memegang perusahaan cabang dalam negeri. Siapa lagi yang akan mengambil alih perusahaan pusat kalau bukan putri Papa? kamu kan bilang sendiri tadi, agar Papa istirahat." kata Aiden menggoda Aline.

Aline kaget. Entah mengapa ia malah tidak senang mendengar apa yang Papanya sampaikan. Ia menilai ia bukanlah orang yang cocok dan bisa mengambil alih. Kinerjanya tak sebanding dengan dua Kakak laki-lakinya, apalagi Papanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!