Tawaran Pekerjaan

"Kenapa? Kamu mengagumi suamimu ini?" Tanya Bima, mengagetkan Niken yang masih asik menatap foto dalam kamar Bima semasa masih lajang.

"Aku tak percaya kamu bisa bermain band." Niken melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lihat saja nanti. Kamu pasti akan makin jatuh cinta melihatku saat di atas panggung, sambil memainkan gitarku." Ucap Bima membanggakan diri.

Niken menggelengkan kepalanya.

"Nggak boleh. Nanti banyak gadis gadis yang mengejar, aku nggak rela!" Sahut Niken pura pura ngambek.

"Cie... Ada yang cemburu. Tapi aku nanti hanya menatap satu orang saja saat manggung. Cuma kamu." Rayu Bima.

"Gombal! Lah kalo aku nontonnya dari samping gimana?"

"Ya aku akan menghadap ke samping, supaya bisa fokus melihat kamu."

"Halah.. cuma ngrayu saja."

"Tapi kamu suka, kan?" Bima mengerlingkan matanya sambil menggoda Niken.

Bima meraih pinggang Niken dan menariknya dalam dekapan.

"Kamu adalah wanita yang selalu ada di hatiku. Mau di depanku ada ratusan wanita cantik lain, hanya kamu yang aku lihat." Ucap Bima sambil menatap Niken lekat lekat.

Niken tersenyum sambil membelai lembut wajah Bima.

Keduanya saling pandang hanyut dalam suasana saat itu.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu kamar diiringi suara pintu sedikit terbuka.

"Oh... Maaf! Aku tidak tahu jika kalian..! Ah... Mas Bima dan Mbak Niken, kalau mau gituan ya dikunci saja pintunya! Itu tadi sedikit kebuka, aku pikir...ahhh....!" Seruni mengomel sambil menutup wajahnya karena malu saat memergoki Bima dan Niken hendak berciuman.

Bima dan Niken saling menjauh sambil tersenyum geli melihat tingkah Seruni kala itu.

"Makanya jangan masuk dulu kalau belum dijawab." Elak Bima.

"Ada apa, Runi?" Tanya Niken sambil menghampiri adik iparnya.

"Bapak memanggil kalian di ruang tengah." Sahut Seruni sambil tersenyum.

"Baiklah, adikku. Nanti aku dan Niken akan menyusul ke ruang tengah. Masmu ini mau ganti baju dulu."

"Awas jangan lama lama, apalagi kayak tadi lagi!" Balas Seruni sambil mengepalkan tangannya pada kakak sulungnya itu.

Seruni meninggalkan kamar Bima.

Lalu setelah mengenakan kaos, Bima dan Niken menyusul ke ruang tengah menemui Pak Widodo, ayah Bima.

*

"Ayo duduk sini. Kita ngobrol-ngobrol!" Sapa Pak Widodo menyambut anak dan menantunya itu.

Bima dan Niken bergantian bersalaman sambil mencium tangan dengan sopan pada ayah Bima itu.

"Jadi kamu pindah tugas di Yogyakarta?" Tanya Bapak dengan suara berat pada Bima.

"Iya, Pak. Saya dipercaya mengepalai kantor cabang Yogya saat ini, dan mengembangkan sampai area Jawa tengah."

"Wah, bagus itu. Bapak optimis kamu bisa."

Bapak tersenyum dengan bangga pada Bima.

"Alangkah baiknya, jika kamu memikirkannya Bapakmu juga, yang sudah tua ini. Masih lembur mengurus pabrik batik. Harusnya kamu anak tertua yang membantu Bapakmu ini. Sudah nggak membantu, nggak nurut juga, huh!" Bu Mirna yang baru datang langsung mengomel sambil duduk di samping Pak Widodo.

"Ada apa, Bu. Anaknya datang kok malah ngomel?"

"Jangan terlalu dimanja anaknya, Pak!" Tukas Ibu Mirna.

"Siapa yang dimanja?"

"Bima." Sahut ibu dengan cepat sambil menatap ke arah Bima, melirik ke arah Niken, yang menunduk, tak berani membalas tatapan ibu mertuanya itu.

Pak Widodo tersenyum saja, mendengar jawaban istrinya itu.

"Kamu itu, ya, Bim, dinasehati orang tua selalu nggak dengar. Bapakmu ini punya usaha sendiri, tapi kamu malah kerja sama orang lain!"

"Kan ada Dewa sama Runi, Bu?" Bima membela diri.

"Dewa bisa apa? Bisanya cuma genjrang genjreng gitar nggak jelas gitu! Runi, baru masuk kuliah! Bisa apa dia."

"Maaf, sebelumnya, Bu. Mungkin Runi bisa sedikit sedikit membantu usaha Bapak, sambil belajar. Jadi, nanti saat lulus, atau bahkan sebelum lulus pun, dia sudah siap, jika diberi tanggung jawab."

Niken mencoba memberi saran.

"Halah! Tahu apa kamu itu?" Ibu menggerakkan tangan kanannya seolah menepis sambil menatap sinis menantunya.

"Eh, benar juga, omonganmu, Nduk! Bagus itu. Coba Bapak ngomong ke Runi."

Pak Widodo manggut-manggut sambil tersenyum menatap Niken, sementara Bu Mirna mendelik, lalu manyun, dengan raut wajah tak suka.

"Runi! Kemari!" Panggil Bapak dengan suara keras.

"Ya, Pak! Ada apa?" Tak lama Seruni, adik bungsu Bima datang dan duduk di sebelah Niken.

"Kamu mau bantu Bapak di pabrik?" Tanya Bapak pada Seruni.

"Hah, bantu? Bantu gimana sih, Pak?"

"Ya membantu Bapak di pabrik batik. Kamu itu anak Bapak. Usaha Bapak itu bakal bapak wariskan ke anak anak Bapak. Jika nggak ada anak yang bisa membantu Bapak, bagaimana Bapak bisa membangun usaha supaya lebih besar."

Seruni terdiam. Lalu melirik pada kakaknya dan kakak iparnya, seolah meminta saran.

"Nggak ada salahnya kamu membantu Bapak. Hitung hitung belajar dulu. Mengenal kerjanya, karyawannya, pelanggannya. Ya, kan, Pak?" Sahut Bima.

"Kamu itu menjerumuskan adikmu, Bim! Runi masih terlalu kecil. Dia bisa apa? Nggak bakal bisa dia untuk bantu usaha Bapak." Sahut Ibu dengan sinis.

"Nggak boleh ngomong gitu loh, Bu. Runi perlu banyak belajar. Belajar dari hal kecil dulu, lama lama makin pintar." Ucap Bapak meladeni Ibu dengan sabar.

Seruni menghela napas sejenak.

"Ya, Runi akan bantu Bapak. Kapan aku bisa mulai membantu, Pak?"

"Besok, sepulang kuliah, kamu boleh langsung datang ke pabrik."

Seruni mengangguk mengerti, dan tersenyum pada Bapak.

"Ingat, jangan sampai kerjaan pabrik membuat nilai nilainya jeblok!" Tukas Ibu cepat.

"Siap, Bu. Tenang, Runi kan termasuk anak yang rajin. Apalagi ada Mbak Niken juga di sini." Sahut Seruni sambil memeluk kakak iparnya itu.

"Loh apa hubungannya?" Tanya Ibu.

"Mbak Niken bisa bantu aku ngerjain tugas. Ada teman yang bisa diajak diskusi dan teman ngobrol."

"Halah, bisa apa dia! Sekolah, paling cuma lulusan SMA, nggak cocok kamu tanyain. Beda level, Runi!" Ibu mengibas ngibaskan tangannya, tidak setuju pendapat Seruni.

Niken hanya bisa mengehela napas, sambil berusaha sabar mendengarkan ucapan mertuanya yang selalu menyudutkan dirinya.

Pak Widodo, menepuk paha istrinya dengan sedikit keras.

"Nggak boleh ngomong seperti itu, Bu. Pamali! Ora pantes, orang tua ngomong gitu pada anaknya." Pak Widodo mengingatkan pada Bu Mirna.

"Lah memang benar kan, kamu lulusan SMA. Nggak kuliah, kan?" Bu Mirna menatap Niken seolah bertanya.

"Ya, saya lulus SMA, Bu. Kemarin sambil kerja nerusin kuliah, akhirnya sebelum menikah sudah bisa mendapat gelar sarjana."

Jawaban Niken seolah menampar wajah Bu Mirna.

Bima, Seruni, dan Pak Widodo, hanya bisa mesam mesem menahan tawa, melihat raut wajah Bu Mirna yang menahan malu.

"Wah, hebat!" Puji Pak Widodo.

"Kamu harus banyak belajar dengan Mbakmu ini, Run."

Seruni mengangguk angguk, dan Niken tersipu malu mendengar pujian ayah. Mertuanya itu.

"Awas, kamu ya! Berani beraninya membuat aku malu! Rasakan nanti akibatnya!"

Ucap Bu Mirna dalam hati sambil menatap kesal Niken.

"Kamu juga boleh, bantu Bapak di pabrik. Kebetulan Bapak juga sedang butuh karyawan tambahan untuk bantu administrasi."

Mendengar suaminya menawarkan pekerjaan pada menantunya, sontak Bu Mirna menatap suaminya tak suka sambil mendelik.

Niken terkejut tak percaya.

"Sungguh, Pak?" Tanya Niken.

"Iya." Pak Widodo mengangguk.

"Pak, apa nggak salah menawari orang? Apa nggak sebaiknya menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain terlebih dahulu." Timpal Bu Mirna.

Pak Widodo mengerutkan keningnya.

"Apa nggak kebalik, Bu. Pabrik butuh admin. Lalu Niken, sudah pengalaman, lebih cepat belajarnya, nggak susah ngajari, apalagi keluarga sendiri."

"Hah, keluarga? Nggak salah? Dia orang luar, Pak! Apa nggak ada pilihan lain selain dia? Apa nggak ada sarjana lulusan universitas terbaik se- Yogyakarta yang bisa Bapak pilih jadi karyawan?" Bu Mirna menggelengkan kepalanya.

"Sudahlah, Bu. Percayalah padaku. Niken pasti bisa. Apalagi, ada Runi, yang juga akan membantu di pabrik."

Sahut Pak Widodo dengan tenang.

Episodes
Episodes

Updated 72 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!