Kalian Dapat Bertahan Berapa Lama?

"Apa kamu sudah siap?" Tanya Bima sambil mengusap lembut pundak Niken.

Niken hanya tersenyum sambil menghela napas.

"Jika aku ikut bersamamu ke kotamu, berarti aku sudah siap, Mas." Sahut Niken lirih.

Bima tersenyum, sambil mengusap pelan bahu istrinya itu.

Niken menyandarkan kepalanya pada bahu Bima. Dan dia merasa nyaman dan aman di sisi lelaki di sampingnya saat ini.

Niken lebih banyak diam dan menikmati pemandangan dari jendela taksi online yang dipesan oleh Bima.

Niken sebenarnya tengah mempersiapkan hatinya saat nanti bertemu dengan ibu mertuanya.

Taksi membawa mereka ke sebuah rumah besar dengan adat Yogyakarta dengan halaman luas, tampak asri.

"Wah, Mas Bima dan Mbak Niken sudah datang!" Teriak Seruni menyambut kedatangan kakak dan kakak iparnya itu.

Bima memiliki dua orang adik yang masih tinggal bersama orang tuanya.

Dewa, adik laki-laki, lebih muda dua tahun dari Bima. Lalu, Seruni, si bungsu yang baru tahun pertama masuk universitas.

Seruni menyalami kedua kakaknya itu, dan membantu membawa sebagian barang yang di bawa oleh Niken dan Bima.

"Kok sepi?" Tanya Bima.

"Bapak ke kantor. Mas Dewa lagi kerja, Ibu di halaman belakang, dan aku menunggu kalian datang!" Ucap Seruni dengan suara riangnya.

"Aku sudah nggak sabar pingin ketemu Mbak Niken lagi, loh!" Ucap Seruni.

Niken mengerutkan keningnya heran.

"Loh, kenapa?"

"Biar ada temannya jika di rumah. Dari dulu selalu jadi korban keganasan Mas Mas- ku itu." Keluh Seruni sambil manyun.

"Tapi kamu tetap jadi adik kesayangan, Mas Bima, kok! Ya, meskipun harus nurut untuk buatkan Mas mu ini secangkir kopi, atau membelikan rokok di warung Bude Mo." Sahut Bima sambil memencet hidung adik perempuannya itu.

Seruni langsung memukul lengan Bima sambil mendengus kesal.

"Tuh, lihat, Mbak. Belum apa apa aku sudah disuruh." Seruni mengadu pada Niken.

Niken tersenyum geli melihat keakraban Bima dan Seruni.

"Ibu di halaman belakang, ya, Ni?" Tanya Bima sambil menaruh tas dan barang barang yang dibawanya dan Niken di kamarnya dahulu.

"He eh." Sahut Seruni sambil mengangguk.

"Aku tinggal dulu ke dapur ya Mbak. Nanti kalau mau minuman langsung ke dapur saja. Seruni letakkan di meja dapur saja." Ucap Seruni pada Niken.

"Terima kasih, ya, Runi." Niken tersenyum sambil menepuk bahu adik iparnya itu.

Seruni berlalu ke dapur.

Bima menatap Niken dan menatapnya lekat lekat.

"Ayo, kita temui ibu." Ajak Bima lembut.

Niken mengangguk, dan mengikuti langkah Bima menuju ke halaman belakang.

Bima meraih jemari Niken saat berdiri di teras belakang.

Niken menghela napas dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan oksigen lebih banyak supaya lebih tenang. Lalu menoleh menatap Bima, suaminya dan mengangguk.

Mereka melangkah sambil bergandengan tangan menghampiri ibu yang sibuk menyiangi dan memotong daun daun yang mulai menguning pada tanaman hias kesayangannya.

"Selamat sore Bu. Kelihatannya, tanaman koleksi Ibu makin bertambah." Sapa Bima sambil mendekati ibu dan mencium punggung tangan Ibu Mirna, ibunya.

"Kamu sudah datang." Sahut Mirna sambil melirik Niken yang ada di belakang Bima.

"Iya, Bima sementara akan tinggal di rumah dulu bersama Niken. Mungkin sekitar sebulan ini, sampai mendapatkan kontrakan untuk kami." Ucap Bima.

Niken maju, mendekati Mirna, meraih tangan wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya dengan hormat, namun buru buru, Mirna segera menarik tangannya, saat Niken menyalami dengan mencium tangan, seolah tak mau berlama-lama disentuh oleh menantunya itu.

"Oh, jadi kamu hanya sementara di rumah ini, karena istrimu?" Tanya Mirna dengan ketus.

"Apa uangmu sudah banyak, lalu tidak mau tinggal di sini?" Sambung Mirna.

Bima dan Niken saling berpandangan menatap wanita paruh baya itu.

"Tidak. Bukan seperti itu, Bu. Maksud Bima, tidak enak kami menumpang di sini lama lama, Bu." Sahut Bima dengan sopan pada ibunya.

"Hmmmm.... Apa gajimu sudah cukup besar, hah? Apa kamu nggak mikir untuk masa depan? Apa karena istrimu ini nggak mau tinggal di sini? Apa kamu nggak mikir biaya anakmu besok? Oh.. iya, ibu lupa, istrimu nggak hamil!" Tukas Bu Mirna dengan ketus sambil melirik perut Niken.

Tatapan mata Mirna bagai belati yang siap menyayat tubuh Niken saat itu. Niken terdiam. Bima dan Niken memang belum dikaruniai anak dalam usia pernikahan mereka yang hampir satu tahun itu.

"Nggaklah, Bu. Niken tidak masalah jika di sini. Dan kami tidak pernah menunda punya momongan." Sahut Bima.

"Iya, Bu. Saya tidak keberatan tinggal di mana saja. Dan kami sedang berusaha juga untuk mendapatkan momongan." Imbuh Niken dengan sopan.

"Tapi, biasanya nggak lama. Apa jangan jangan dia nggak bisa memberi keturunan."

"Ibu? Ngomong apa sih?" Tanya Bima dengan nada emosi sambil menatap tajam ke arah Bu Mirna.

"Kalian itu kan sudah lama menikah? Apa istrimu nggak bisa melayani kamu dengan baik?" Cetus Bu Mirna, yang kembali menyulut emosi Bima.

"Apa maksud Ibu?"

Bu Mirna tidak menjawab pertanyaan putranya itu. Dia menyibukkan kembali dengan tanaman.

Niken menepuk bahu Bima menenangkan suaminya itu.

"Sudah, Mas. Sabar."

Niken menarik lengan suaminya supaya tidak emosi. Rama masih menatap ibunya tak percaya mengatakan hal yang sensitif mengenai kehamilan.

Bu Mirna melengos dan tak memedulikan anak dan mantunya lagi.

Wanita paruh baya itu, lalu meneruskan menggunting daun yang telah menguning dan menyiangi rumput kecil pada pot tanaman hiasnya.

"Bu, kami permisi ke dalam dulu." Pamit Niken dengan sopan sambil menarik tangan Bima.

"He eh." Sahut Mirna tanpa menoleh.

Bima menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Niken dengan tatapan sedih.

Niken juga sangat sedih dan terpukul dengan ucapan mertuanya yang mengatakan tak bisa memiliki anak. Tapi, dia berusaha tegar. Karena dia telah memilih jalan hidup seperti ini.

Niken tahu, ibu mertuanya masih belum bisa menerimanya sebagai menantu. Hal itu membuat Bima sedih.

Di sisi lain, Niken adalah wanita yang dia cintai. Lalu satu lagi, Mirna adalah ibunya, wanita yang selama ini mengandung dan melahirkan, serta merawatnya hingga dia besar.

Ibu Mirna melirik mereka sekilas, saat Bima dan Niken membalikkan tubuh masuk ke dalam rumah.

"Lihat saja, kalian dapat bertahan berapa lama!" Tersungging senyum sinis di bibir Mirna.

Episodes
Episodes

Updated 72 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!