Alena duduk di depan meja belajar dengan buku-bukunya yang berserakan. Dia sedang sibuk belajar untuk ujian besok ketika kakaknya Nathan masuk ke kamarnya dengan keras dan mengganggu konsentrasinya.
"Kenapa kakak selalu berisik?" tanya Alena.
"Kenapa lo selalu bermain-main dengan buku-buku itu?" jawab Nathan dengan sinis.
"Kakak tahu bahwa gue sedang belajar untuk ujian besok. Plis deh jangan mengganggu," kata Alena.
"Tidak ada yang penting dengan ujian lo itu. Lo selalu menjadi kutu buku yang membosankan," balas Nathan.
Alena menjadi marah. Dia merasa kakaknya tidak menghargai usahanya dan merendahkan minatnya pada pembelajaran. Dia memutuskan untuk menantang kakaknya.
"Ayo berdebat. Gue ingin membuktikan bahwa ilmu pengetahuan itu penting," ujarnya.
Nathan terkejut dengan tantangan adiknya. Dia tidak pernah berpikir bahwa Alena akan berani menantangnya seperti ini. Namun, dia tidak ingin menyerah begitu saja.
"Baiklah, mari kita berdebat. Gue akan membuktikan bahwa tidak semua yang ada di buku itu berguna," jawab Nathan.
Pertengkaran mereka dimulai. Alena dan Nathan saling mempertahankan pendapat mereka dengan argumen dan bukti yang kuat. Alena membuktikan bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci untuk mencapai keberhasilan di masa depan, sementara Nathan mempertahankan bahwa pengalaman langsung adalah yang terpenting dalam kehidupan.
Nathan: gue juga setuju bahwa pendidikan penting, tapi gue merasa bahwa pengalaman langsung juga sama pentingnya. Kadang-kadang, belajar dari pengalaman jauh lebih berharga daripada belajar dari buku.
Alena: Tapi, pendidikan memberikan landasan yang kuat bagi kita untuk memahami dunia di sekitar kita. Dengan pendidikan, kita dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan hidup kita.
Nathan: gue setuju, Alena. Tapi, terkadang pendidikan formal tidak selalu mengajarkan kita keterampilan praktis yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dari pengalaman langsung dapat memberikan pelajaran yang tidak bisa kita pelajari di dalam kelas.
Alena: Tetapi kak, pendidikan formal memberikan kita akses ke sumber daya dan peluang yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Selain itu, pendidikan dapat membantu kita mengembangkan kemampuan kritis dan analitis yang sangat penting dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Nathan: gue sepakat sam lo Alena. Tapi, kadang-kadang kita bisa mendapatkan sumber daya dan peluang di luar pendidikan formal. Misalnya, dengan memanfaatkan internet atau melakukan magang di tempat kerja yang kita minati.
Alena: Ya, itu benar. Tapi, gue merasa bahwa pendidikan memberikan kita dasar yang kuat untuk memanfaatkan sumber daya dan peluang tersebut dengan bijak.
Nathan: gue setuju. Pendidikan dapat membuka pintu untuk memperluas cakrawala kita dan membantu kita mencapai potensi penuh kita. Tetapi, gue juga merasa bahwa pengalaman langsung dapat membantu kita memahami cara terbaik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang kita dapatkan dari pendidikan.
Alena: Intinya, gue merasa bahwa pendidikan itu penting untuk membantu kita membangun dasar yang kuat untuk mencapai tujuan hidup kita. Namun, gue juga mengakui bahwa pengalaman langsung dapat memberikan pelajaran yang berharga yang mungkin tidak bisa kita dapatkan di dalam kelas.
Nathan: gue sepakat, Alena. Keduanya sama-sama penting dan dapat saling melengkapi. Kita harus menemukan keseimbangan antara keduanya agar dapat mencapai kesuksesan di masa depan.
Nathan merasa bersalah melihat adiknya pergi dengan perasaan seperti itu. Dia menyadari bahwa dia mungkin terlalu keras kepala dalam argumennya. Nathan memutuskan untuk meminta maaf kepada Alena dan mengakui bahwa ilmu pengetahuan itu memang penting.
Pertengkaran mereka akhirnya berakhir dengan perdamaian. Alena dan Nathan belajar untuk menghargai pandangan masing-masing dan merespek satu sama lain. Mereka belajar bahwa tidak perlu setuju dalam segala hal, tetapi menghargai perbedaan pendapat dan saling mendukung adalah kunci untuk menjaga hubungan yang baik.
***
Suatu pagi, Alena bangun dan menemukan bahwa semua peralatan riasannya telah dicat dengan warna merah. Dia marah dan menyalahkan Nathan. "Kenapa kau selalu saja melakukan hal-hal bodoh seperti ini, Nathan?"
Nathan hanya tertawa. "Relax, Alena. Itu hanya untuk bercanda. Lo tahu kan gue suka menjahili orang."
"Lo tidak bisa terus berkelakuan seperti ini, Nathan. Gue muak dengan kejailan lo," ujar Alena dengan nada kesal.
Nathan mengangkat alisnya. "Apa yang lo maksud, Alena? Gue hanya bercanda. Lo tahu gue sayang sama lo."
"Jahil itu tidak lucu, Nathan. Itu bikin gue kesal dan merugikan," jawab Alena tegas.
Nathan menghela napas. "Baiklah, gue minta maaf. Tapi lo tahu gue tidak bermaksud jahil dengan maksud jahat."
Alena merasa lega mendengar permintaan maaf Nathan, tapi dia merasa Nathan harus lebih dewasa. "Lo harus bertanggung jawab atas tindakan lo, Nathan. Lo harus belajar mengendalikan dirimu."
Nathan tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, Alena. Gue akan berusaha untuk lebih dewasa. Thanks."
***
Alena tersenyum puas saat dia merenungkan rencananya untuk menjahili kakaknya, Nathan. Dia tahu dia harus membalas dendam atas semua hal jahil yang Nathan lakukan kepadanya selama bertahun-tahun.
Keesokan paginya, Nathan bangun dan menemukan semua bajunya dicuci dengan air panas sehingga warna bajunya pudar. Dia memeriksa mesin cuci dan menemukan selembar kertas bertuliskan "lo sudah dijaili, Nathan. Sekarang lo tahu bagaimana rasanya."
Nathan tidak tahu harus berbuat apa, dia merasa kesal dan frustrasi dengan tindakan adiknya. "Alena, kenapa lo melakukan ini?" ujarnya sambil menatap wajah adiknya yang cuek.
Alena hanya tersenyum senang. "Ini balas dendam, Nathan. Lo selalu aja ganggu gue dan mengusili gue. Sekarang, lo merasakan bagaimana rasanya dijaili."
Nathan merasa tidak tahu harus berbuat apa. Dia tahu dia harus membalas dendam, tapi dia juga merasa bersalah karena telah melakukan hal yang sama kepada adiknya selama bertahun-tahun.
"Maafin gue, Alena. Gue tidak bermaksud menyakiti perasaan lo. Gue tahu gue suka menjahili orang, tapi gue akan berusaha untuk lebih dewasa dan bertanggung jawab atas tindakan gue," kata Nathan dengan suara yang rendah.
Alena merasa lega mendengar permintaan maaf Nathan, tapi dia merasa belum puas. "Baiklah, Nathan. Gue akan memaafkan lo tapi lo harus tahu gue akan selalu ingat semua kejailan yang lo lakukan ke gue."
Nathan mengangguk. "Iya gue ngerti, Alena. Terima kasih atas pengertianmu."
Mereka berdua akhirnya menyelesaikan masalah tersebut dan Nathan berjanji untuk lebih dewasa dan bertanggung jawab atas tindakannya. Mereka menyadari bahwa persaudaraan mereka lebih penting daripada kejailan yang tidak pantas.
Setelah bertahun-tahun saling menjahili dan merasa kesal satu sama lain, Alena dan Nathan akhirnya memutuskan untuk berdamai. Keduanya menyadari bahwa persaudaraan mereka lebih penting daripada kejailan yang tidak pantas.
Keduanya berpelukan dan merasakan kehangatan persaudaraan yang mereka miliki. Mereka menyadari bahwa saling memaafkan dan menghargai satu sama lain adalah hal yang terpenting dalam sebuah persaudaraan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Aku mampir ya kak🤗
2023-03-09
1
Kam1la
aq mampir Kak... dari pandawa mencari cinta
2023-03-07
1
Queen Bee✨️🪐👑
Aku udah mampir, semangat ngelanjutin ceritanyaa yaa!!!
2023-03-06
1