BAB 3. SATU HARI BERSAMA

Setelah Gerald meninggalkan apartemen, Pelangi merenungi semua yang telah terjadi. Dirinya memang begitu bodoh karena dengan mudahnya terbuai bujuk rayu Devano, yang ia sangka laki-laki paling tulus mencintainya. Namun ternyata dibalik itu semua ada yang diincarnya. Dan hari ini Pelangi sudah bertekad pada diri sendiri akan mengubah diri seperti yang dikatakan oleh Gerald, menjadi wanita yang kuat dan tidak mudah percaya begitu saja kepada siapapun.

Selama kita masih punya tekad yang terpelihara dalam semangat, maka tiada kata terlambat untuk memulai sebuah awal yang baru. Karena hidup bukan tentang menunggu badai berlalu, tetapi belajar menari ditengah hujan.

Perubahan diri memerlukan perjuangan, bukan sekedar duduk diam. Jangan menunggu, karena tidak akan pernah ada waktu yang tepat. Mulailah dari titik mana pun. Yakinlah dengan potensi diri sendiri yang tak terbatas. Satu-satunya batasan adalah yang kita tetapkan pada diri kita sendiri.

----------------

Pagi mulai menyapa, matahari sudah tinggi di ufuk timur. Beberapa kali Pelangi mengerjapkan mata karena terkena silau matahari yang menyelinap masuk melalui cela jendela.

Setelah kesadarannya terkumpul, Pelangi mendudukkan tubuhnya dari pembaringan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar yang sangat asing baginya. Ini adalah pertama kalinya ia terbangun bukan didalam kamarnya. Jangankan berharap untuk bisa tidur dikamar nya lagi, menginjakkan kaki didepan rumahnya saja sudah tak bisa ia lakukan.

Dan biasanya, pagi-pagi sekali ia sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Namun tidak dengan pagi ini. Pelangi menekan pangkal hidungnya, entah bagaimana nasib perusahaannya yang kini telah berpindah pemilik pada dua pengkhianat itu.

Pelangi tersenyum kecut, mengingat fakta bahwa sekarang dirinya tidak mempunyai apapun lagi.

Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan langkah gontai dan sesekali menguap, Pelangi masuk ke kamar mandi. Dengan mandi akan membuatnya lebih segar dan menjernihkan pikiran dari dua pengkhianat yang terus mengusik pikirannya.

Setelah selesai mandi, Pelangi terpaksa memakai baju yang sudah ia pakai sejak kemarin, baunya sudah apek namun mau bagaimana lagi. Tidak ada lagi yang bisa ia pakai. Di dalam lemari juga tidak ada satu pun pakaian Gerald yang tertinggal.

Selesai dengan masalah pakaian, sekarang beralih ke masalah perut. Apakah di dapur ada bahan makanan yang bisa di masak? Pelangi bergegas pergi menuju dapur dan ternyata tidak ada apapun yang bisa di masak. Astaga, ini benar-benar keterlaluan! Sudahlah pakaian bau apek dan sekarang, juga harus menahan lapar.

Duduk termenung di ruang makan dengan memangku dagu, memikirkan nasibnya yang benar-benar miris. Pelangi, sang pewaris tunggal Atmaja harus merasakan semua yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil. Tempat tinggal pun kini hanya menumpang.

Entah sudah berapa lama Pelangi termenung seorang diri, hingga ia tidak menyadari jika Gerald sudah berdiri di belakangnya.

Tepukan pelan di bahu membuatnya terperanjat kaget dengan cepat berbalik dan hampir saja memukul si pemilik apartemen.

"Ampun!" Gerald melindungi kepala dengan kedua lengannya.

"Astaga Gerald, aku pikir tadi siapa." Pelangi mengusap dada. "Bagaimana kamu bisa masuk?"

Gerald terkekeh, "Hei apa kau lupa? Ini adalah apartemen ku."

"Oh ya, aku lupa." Pelangi nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada apa kau datang pagi-pagi sekali?" Tanyanya.

Gerald memperlihatkan dua buah paper bag yang dibawanya. "Aku membawa ini untukmu." Jawab Gerald sembari meletakkan barang bawaannya itu di atas meja.

Pelangi melirik paper bag itu, "Itu apa?"

Menarik kursi lalu duduk. "Itu pakaian dan beberapa keperluan wanita, kau pasti membutuhkannya." Ucap Gerald, tersenyum tipis melihat Pelangi masih memakai pakaian yang kemarin. Iapun dapat mencium aroma tak sedap dari pakaian Pelangi itu, namun tak mungkin ia mengatakannya.

"Maaf, aku jadi merepotkan mu." Pelangi jadi merasa tak enak hati pada Gerald.

"Santai saja, tapi sebenarnya itu tidak gratis." Gerald tersenyum penuh makna.

"Kalau begitu aku berhutang, nanti aku bayar setelah aku punya pekerjaan dan punya uang." Ucap Pelangi. Sebenarnya ia mempunyai kartu ATM, namun ia tidak tahu dimana tas nya berada sekarang. Mobilnya pun ia juga tidak tahu setelah kecelakaan itu.

"Hei, aku tidak meminta bayaran berupa uang."

Pelangi mengangkat pandangan menatap Gerald dengan tanya. "Lalu?"

Gerald tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Sebenarnya aku kesini pagi-pagi karena ingin menumpang sarapan."

Pelangi langsung menghela nafas panjang, "Kau kesini ingin menumpang sarapan, sementara aku sejak bangun sudah menahan lapar. Tidak ada apapun yang bisa di masak disini." Ucapnya dengan lirih.

"Ya ampun, aku lupa jika disini tidak ada apapun." Gerald menepuk keningnya sendiri. Bagaimana ia bisa melupakan itu.

Gerald pun menyuruh Pelangi untuk berganti pakaian, kemudian mengajak wanita itu untuk pergi berbelanja bahan masakan. Beruntung tak jauh dari apartemen ada swalayan sehingga tak membutuhkan waktu lama, beberapa bahan masakan seperti beras, sayuran, daging dan lain-lainnya beserta bumbu dapur sudah mereka beli.

Kembali ke apartemen, Gerald langsung meminta Pelangi untuk memasak karena iapun sudah sangat lapar.

Meski termanjakan dengan segala kemewahan sejak kecil, namun pelangi bukanlah perempuan manja yang tidak mengerti urusan dapur. Setiap ada waktu luang ia pasti memasak sendiri. Dengan gesit ia berkutat dengan peralatan memasak, sementara Gerald hanya duduk manis menjadi penonton. Sesekali ia tersenyum membayangkan jika sosok pendampingnya nanti seperti Pelangi yang pintar memasak.

Dalam waktu tiga puluh menit, nasi dan lauk berupa rendang, sambal dan juga sayuran telah tertata rapi diatas meja makan.

Gerald dengan tak sabar ingin mencicipi masakan buatan Pelangi, dari aromanya saja sudah membuat perutnya benar-benar keroncongan.

"Silahkan di makan, maaf jika rasanya tidak sesuai selera mu. Hanya seperti itu kemampuan ku memasak." Ujar Pelangi.

Tanpa mengucapkan apapun, Gerald langsung mengambil piring, mengisi nasi dan semua jenis lauk yang tersedia kedalam piringnya. Laki-laki itu makan dengan sangat lahap tanpa menghiraukan Pelangi yang terus menatapnya.

Dua piring nasi telah habis, Gerald pun menyudahi makannya saat merasakan perutnya sudah benar-benar penuh padahal ia masih ingin makan.

"Masakan mu enak banget, aku rasanya sampai tidak mau berhenti makan." Gerald terkekeh.

"Bukan masakan ku yang enak, tapi itu karena kamu yang memang lapar." Ucap Pelangi sembari tertawa pelan.

"Aku serius, masakan kamu emang enak banget. Aku gak pernah loh makan sebanyak ini, apalagi ini masih dibilang waktu sarapan."

Tiba-tiba saja Gerald mengeluarkan suara khas orang kekenyangan yang membuatnya malu sendiri.

Pelangi pun menutup mulut dengan telapak tangan menahan tawa.

"Tuh kan denger sendiri, aku sampai sendawa gini." Gerald tersenyum kikuk.

"Iya iya, syukurlah kalau kamu suka dengan masakan ku." Pelangi pun memulai makan, sedari tadi ia belum makan karena terus menatap Gerald yang makan dengan lahap.

Dan kini giliran Gerald yang menatap Pelangi sedang makan. Membuat Pelangi merasa malu karena terus ditatap.

Setelah selesai makan, Gerald mengajak Pelangi menuju ruang tengah untuk mengobrol ringan. Kebetulan hari ini Gerald tidak ada jadwal apapun di kantor sehingga ia bisa bebas bersama Pelangi. Banyak hal yang mereka ceritakan, hingga tak terasa waktu beranjak sore.

Satu hari bersama membuat keduanya semakin dekat tanpa canggung seperti dua orang yang sudah berteman lama.

Terpopuler

Comments

Ita Mariyanti

Ita Mariyanti

maaf sblmnya yaa Thor, bkn nya menggurui tp bkn e lm yaa kl masak rendang 🤭✌️✌️

2023-10-05

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!