Malam hari pun tiba.
Di saat Tasya tengah duduk di sofa ruang keluarga seraya menyaksikan layar televisi yang sedang menyala, tiba-tiba Rama datang menghampiri dirinya dengan penampilan yang begitu rapi. Kemeja berwarna putih berlengan panjang yang ia gulung hingga ke siku serta celana hitam mengkilap tampak membaluti tubuh atletis nya. Tidak hanya itu, jam tangan serta rambut yang tersisir rapi semakin menambah kesan ketampanan Rama.
Rama duduk di sebelah Tasya, seketika Tasya bisa mencium aroma parfum sang suami yang menguar menusuk indra penciuman nya.
''Sayang . . .'' sapa Rama lembut seraya merangkul bahu sang istri.
''Hm,'' jawab Tasya singkat dengan tatapan masih tertuju ke layar yang menyala.
''Kamu mau ikut Mas tidak?'' tanya Rama hati-hati.
''Ke mana?'' Tasya balik bertanya. Ia merasa risih dengan tangan sang suami yang berada di bahu nya.
''Ke rumah Juwita, malam ini Mas akan melamar dia, walaupun dia sudah mengandung anak Mas, tapi kami perlu meresmikan hubungan kami dengan melewati beberapa tahapan seperti pasangan pada umum nya menuju hari bahagia,'' ucap Rama dengan berat hati, ia takut melukai hati Tasya, tapi tidak ada pilihan lain lagi, ia harus bersikap tega kepada sang istri agar ia bisa segera menghalalkan Juwita. Mendengar itu, ada sesak yang Tasya rasa di dada, meskipun dirinya sudah mencoba untuk kuat, untuk tidak peduli dengan hubungan Rama dan Juwita, untuk mengikhlas Rama sepenuhnya kepada wanita lain, tetap saja yang namanya luka dan cinta tidak mudah untuk di lupakan. Butuh waktu untuk berdamai dengan semuanya, dengan rasa sakit yang bersemayam pada diri.
''Aku di rumah saja,'' balas Tasya dengan wajah tanpa ekspresi, masih tetap menatap layar yang menyala, ia mengambil cemilan kue kering yang ada di atas meja, lalu melahapnya.
Saat Rama ingin berkata lagi kepada sang istri, tiba-tiba terdengar suara bel rumah berdering beberapa kali.
Rama langsung saja berdiri, ia hendak membuka pintu.
Sedangkan Tasya masih duduk diam ditempat semula dengan perasaan tak menentu. Hari pernikahan antara Rama dan Juwita semakin dekat, Tasya yakin saat hari itu tiba, mungkin akan banyak cobaan yang menghampiri dirinya, mungkin saat akad nikah sang suami dengan wanita lain sedang berlangsung, akan banyak orang yang membicarakan dirinya, mengatakan kalau dirinya yang tak becus menjadi seorang istri hingga sang suami berpaling, atau bahkan akan banyak orang yang merasa kasihan melihat dirinya yang telah di dua kan. Tapi apapun itu, Tasya selalu berusaha untuk tetap tegar, untuk mengabaikan apapun komentar orang orang terhadap dirinya.
Setelah beberapa saat, terdengar suara orang yang tengah mengobrol semakin mendekat ke arah Tasya, Tasya menoleh ke asal suara sebentar, lalu ia berdiri dengan cepat, saat ia tahu sang mertua lah yang datang. Selain itu ada juga sang kakak ipar.
Tasya menyalami tangan Mama dan Papa mertua nya, ia memaksa senyum ke arah mereka. Sedangkan dengan sang kakak ipar, Tasya berusaha abai, karena sedari dulu, hubungan nya dan sang kakak ipar terjalin tidak baik-baik saja, ada saja hal kecil yang kakak iparnya itu komentar terhadap rumah tangganya, termasuk perihal dirinya yang tak kunjung hamil.
''Kami mau ke rumah Juwita, apa kamu mau ikut?'' ucap sang mertua perempuan. Kini, mereka semua sudah duduk di sofa ruang tamu.
''Mama sudah tahu tentang hubungan Mas Rama dengan Juwita?'' tanya Tasya menatap sang mertua dengan tatapan penuh selidik.
''Iya, kami semua sudah tahu,'' jawab sang mama mertua singkat. Mendengar itu, semakin hancurlah hati Tasya, ia tidak menyangka, sang mertua yang selama ini selalu bersikap baik terhadap dirinya ternyata diam-diam juga telah menyakiti hatinya dengan mendukung hubungan antara Rama dan Juwita.
''Kalian kenapa tega?'' pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Tasya tanpa bisa ia cegah, ia menatap satu persatu wajah orang orang yang ada di ruangan yang sama dengan nya.
''Sudah, enggak usah banyak drama. Buang-buang waktu saja! Kamu mau ikut kami tidak?'' kali ini Dira yang bersuara, Dira sang kakak ipar.
''Tidak. Aku di rumah saja,'' balas Tasya berusaha menahan tangis. Rama hanya diam melihat kesakitan yang tengah dirasakan oleh sang istri.
''Kamu harus terima apapun yang terbaik untuk Rama, Rama ingin menikah lagi karena ia ingin segera mendapatkan apa yang tidak bisa ia dapat dari kamu,'' kali ini sang papa mertua yang bersuara.
''Iya, aku mengerti,'' balas Tasya lagi tersenyum getir.
''Baguslah. Kamu memang harus sadar diri Tasya. Cantik saja tidak cukup, Rama butuh seorang istri yang bisa memberikan dirinya keturunan, begitu juga dengan kami, kami juga sudah lama menunggu hadir nya seorang bayi dari Rama,'' ucap Dira tersenyum sinis menatap Tasya.
''Hm, aku tak apa-apa,'' sahut Tasya lagi berusaha tegar.
''Baguslah,'' kata Dira.
Setelah itu Rama dan keluarganya berlalu dari hadapan Tasya. Mobil mereka meluncur menuju kediaman orang tua Juwita, sedari tadi ponsel Rama terus berdering, berulangkali Juwita melakukan panggilan terhadap Rama, karena Juwita sudah tidak sabar ingin memiliki Rama.
***
Setelah kepergian Rama, Tasya melangkahkan kakinya menuju kamar, ia berlari kecil melewati satu persatu anak tangga menuju lantai atas. Setibanya di kamar, ia menjerit sekuat tenaga, berharap rasa sesak di dada bisa berkurang.
''Aaaa . . . Ini sungguh tidak adil untuk aku! Apakah aku yang tak kunjung memiliki anak merupakan sesuatu aib dan kekurangan? Berulangkali mereka merendahkan aku karena aku tak kunjung hamil, aku juga ingin mengandung, tapi apalah daya, semua diluar kekuasaan aku . . . Huhuhu . . . Dasar jahat!'' teriak Tasya dengan air mata yang sudah berderai, ia berdiri di depan cermin meja rias sembari menatap penampilan nya yang nampak begitu menyedihkan.
Tasya merasa pernikahan dirinya dan Rama yang sudah berjalan selama lima tahun tidak akan mungkin lagi untuk terus ia lanjutkan. Ia tak sekuat itu berbagi suami dengan wanita lain.
''Baiklah, aku akan mengurus semuanya, mengurus surat gugatan cerai ku terhadap kamu Rama. Biarlah kamu berbahagia dengan Juwita, sementara aku, aku akan mencari bahagia ku sendiri,'' gumam Tasya seraya menyeka air mata dengan jari jemarinya.
Setelah itu ia mengambil tas nya, memasukkan ponsel serta dompet ke dalam tas, ia akan keluar, menghirup udara segar berharap rasa sakitnya akan berkurang.
***
''Mama Papa, aku merindukan kalian,'' gumam Tasya seraya menatap layar ponselnya, di layar ponsel terdapat potret kedua orang tuanya yang sudah lama ia simpan dan selalu ia pandang bila ia rindu. Kini Tasya sudah duduk di bangku taman kota.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
aku mampir Thor
2023-12-11
0
Uut Dika Tommyreess
mertuaku gitu nggak ya?
2023-03-31
0
Atiqa Fairuz Khalisa
gak enak di madu gugat cerai aja bisa bebas kamu.
2023-03-22
0