...****************...
Malam panas itu pun berlalu dengan peluh yang bercucuran. Hanyut dalam buaian fatamorgana yang berujung penyesalan. Dering suara ponsel yang menggema di ruangan tersebut mengganggu mimpi penghuninya. Namun, tak membuat Abizar terjaga dari tidurnya.
"Aaaaaaah ...." Suara jeritan itu membuat tubuh Abizar seketika terperanjat, lalu duduk tegak. Ia menutup telinganya saat suara teriakan itu malah semakin naik beberapa oktaf.
"Apa, sih, Mbak? Berisik banget pagi-pagi!" seru Abizar dengan menunjukkan wajah bantal tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Bukannya menjawab, Kezia malah melemparkan bantal tepat di belahan pahanya Abizar, guna menutupi sesuatu yang menjulang di antara keduanya. Sebab, Abizar duduk tanpa memakai celana.
"Eh?" Abizar yang baru berhasil mengumpulkan nyawanya yang sempat tersebar, jadi berubah tegang. Kejadian panas semalam kembali ia kenang. "M–Mbak ... gue ... beneran nggak sengaja. Semalam Mbak mabuk dan maksa gue buat ngelakuin itu ... jadi—"
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Abizar. Lelaki itu meringis sambil memegangi pipinya yang terasa kebas. "Dasar brengsek! Cowok mesum! Kamu, kan, bisa nolak aku?!" sembur Kezia sambil memukul tubuh Abizar dengan menggunakan bantal secara membabi buta.
Abizar berusaha menghalangi pukulan itu dengan menyilangkan kedua tangannya di atas kepala. "Mau gimana lagi, Mbaknya maksa terus," teriak Abizar di sela kesibukannya menghadang serangan Kezia.
Kezia yang sudah lelah memukul Abizar pun akhirnya menghentikan aksinya. Tangisnya pun pecah di sana. Abizar pun merasa bersalah, ia mencoba menyentuh pundak Kezia dengan niat ingin mentransfer kesabaran yang dia punya.
"Sabar, Mbak, ini ujian!" cetusnya dengan sedikit usapan.
"Ujian kepalamu!" Kezia langsung menepis tangan Abizar dengan kasar. Bahkan kembali melayangkan beberapa pukulan pada lengan Abizar.
"Aduh, Mbak! Mukulnya pake bantal aja, deh! Sakit, nih." Abizar memekik kesakitan.
"Aaargghh!" Kezia memekik histeris. Ia mengacak rambutnya frustrasi, lalu memeluk kedua lututnya sambil menangis. Menenggelamkan kepalanya di balik lutut itu. Kezia menangis tersedu-sedu. Pundaknya bergetar hebat, menandakan penyesalannya yang teramat.
"Aku akan tanggungjawab, kok, Mbak. Mbak mau nikahnya kapan?" Kalimat itu pun terlontar dari mulut Abizar. Membuat Kezia sontak mendongakkan pandangan.
"Kamu kira segampang itu, hah?" sentaknya kemudian.
"Lah, terus mau gimana? Semuanya udah terjadi, nggak bisa dibalikin lagi. Kalau mau diulang, bisa aja, sih ... aww!" Satu pukulan mendarat lagi di bahu Abizar. Sebagai hukuman atas mulutnya yang kurang ajar.
Kezia mencoba mengumpulkan kesabaran. Menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Benar kata Abizar, semua yang sudah terjadi tidak akan bisa dikembalikan lagi. Semuanya kesalahan hanya bisa disesali, dan sebaiknya diperbaiki.
"Lupakan spaja!"
"Hah?" Abizar mengernyit heran, "maksudnya?" tanyanya tidak mengerti.
"Aku bilang lupakan aja! Lupakan semua kejadian semalam, dan lupakan kalau kamu pernah bertemu aku sebelumnya. Lupakan semua ini! Kita sebelumnya tidak saling kenal, dan setelah ini ... akan tetap sama. Anggap saja ini sebuah kecelakaan!" tutur Kezia panjang lebar.
Abizar melongo takjub mendengar itu. Biasanya, seorang perempuan yang sudah direnggut mahkotanya akan langsung minta pertanggungjawaban, tetapi Kezia malah meminta untuk melupakan.
"Tapi—"
"Nggak ada tapi-tapi! Harusnya kamu senang," tukas Kezia melotot tajam. Abizar pun diam.
Kezia membalut tubuhnya dengan selimut, lalu bergerak perlahan menahan rasa nyeri yang di bagian intinya yang kian berdenyut. Menjuntaikan kakinya ke lantai, lalu memungut pakaiannya yang tersebar berantakan. Kezia berniat untuk membersihkan badan.
"Apa ada kamar mandi di kamar ini?" tanya Kezia dengan ketus. Abizar hanya mengangguk, lalu mengangkat tangannya untuk menunjukkan letak kamar mandinya di mana. Kezia pun mengikuti petunjuk Abizar. Namun, sembari berjalan Kezia berkata lagi pada Abizar, "pake celanamu! Jijik aku lihatnya."
Kepala Abizar sontak menunduk, mengangkat bantal yang dia pangku lalu memperlihatkan sesuatu yang berdiri kaku. "Jijik katanya? Padahal semalam dia begitu menikmati," gumam Abizar sambil mencebikkan bibirnya.
Setelah selesai mandi dan bersiap diri, Kezia pun pergi. Beruntung waktu masih terlalu pagi, sehingga suasana kafe masih sepi. Belum ada karyawan yang datang, karena kafe buka mulai jam sembilan.
Kini, tinggallah Abizar yang tercenung sendirian. Ia tidak menyangka jika Kezia akan mengatakan keputusan tersebut setelah kehormatannya terenggut. Ia jadi berpikir, jika Kezia sudah terbiasa dengan kejadian semalam.
"Mungkin Mbak Zee udah biasa dengan hal begini, dan gue bukan orang pertama yang udah nyentuh dia," ujar Abizar sambil menghela napas kasar. Namun, prasangkanya langsung dikalahkan oleh fakta yang membuatnya tercengang. Ketika sepasang indera penglihatannya menangkap cairan berwarna merah menempel di sprei tempat tidurnya. Ia yakin darah itu milik Kezia. Darah yang keluar saat pertama kali keperawanannya direnggut olehnya.
Namun, jika memang keputusan Kezia seperti itu, Abizar hanya bisa menerimanya dengan senang hati, itu artinya ia terbebas dari tanggung jawab untuk menikahi. Lagipula, Abizar tidak mau menikahi perempuan yang tidak pernah dia cintai.
*****
Waktu berlalu begitu cepat. Abizar yang sudah mengambil sertifikat kelulusannya harus pergi ke Jepang atas permintaan sang papa. Ia disuruh membantu meneruskan perusahaan omanya, sekalian belajar bisnis di sana.
Sebulan berlalu meninggalkan kenangan. Entah itu kenangan manis ataupun menyakitkan. Begitupun dengan Kezia, perempuan itu merasakan sesuatu yang berbeda-beda dengan tubuhnya. Ia merasa tubuhnya jadi cepat lelah, walaupun ia tidak mengerjakan apa-apa. Apalagi saat dirinya tidak mendapatkan tamu bulanan seperti biasanya. Membuat hati dan pikiran Kezia semakin ketar-ketir dibuatnya.
"Bagaimana kalau ternyata aku hamil?" gumam Kezia bermonolog sendiri, sambil mondar-mondir di kamarnya.
"Nggak, itu nggak boleh terjadi. Masa aku harus mengandung bayi dari laki-laki bau kencur itu. Dia lebih pantas jadi adikku, ketimbang jadi papa dari anakku. Lagipula papa dan mama pasti marah jika tahu aku sudah hamil di luar nikah. Nama baik keluarga ini pasti akan tercemar." Kezia berpikir sambil mengigit kuku jarinya, "lebih baik aku pastikan dulu," imbuh Kezia lalu berjalan menuju kamar mandi sambil membawa alat tes kehamilan yang sudah dia beli.
Beberapa menit kemudian, Kezia keluar dari kamar mandi dengan wajah muram. Alat tes kehamilan itu menunjukan dua garis samar, yang artinya Kezia hamil beneran.
Sejak tahu dirinya hamil, Kezia segera mencari Abizar. Dari adiknya dia tahu, jika Abizar sudah pergi ke Jepang bersama Juno—pacar dari adiknya tersebut. Katanya, Abizar juga akan menetap di sana. Kezia jadi resah karena Abizar sudah tidak lagi tinggal di Indonesia.
Terbesit satu ide dalam otaknya Kezia. Perempuan itu ingin menambah kadar dosanya dengan cara menggugurkan janin yang ada dalam rahimnya. Segala cara ia lakukan untuk mengeluarkan bayi tersebut. Mulai dari makan makanan yang dilarang dikonsumsi ibu hamil, sampai meminum jamu peluruh kandungan. Kezia benar-benar sudah hilang akal. Perempuan itu sangat tega berbuat demikian. Namun, semua yang dilakukannya hanya sia-sia, karena anak dalam kandungannya masih baik-baik saja.
...****************...
...to be continued.......
Jangan lupa like, gift, dan komentarnya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
AdindaRa
Typo nih kak. Lupakan saja
2023-06-10
1
Kiki Sulandari
Kezia...jika memang kamu hamil...tak ada jalan lain,kau harus memberitahukan Abizar tentang hal ini....
2023-02-20
1
Pembaca Yth
nah kan bi ternyata Kezia masih virgin 🤣
2023-02-16
0