Bersembunyi dan Mengancam

Setelah hampir dua jam berkendara, mobil yang ditunggangi oleh keduanya kini terparkir sempurna di tepian pantai. Ternyata kecepatan mobil polisi tak mampu menggagalkan aksi kabur pemuda brewok itu. Luar biasa.

Mesin mobil sudah dipadamkan. Namun, tak ada sedikit pun pergerakan dari gadis barbar di sebelahnya.

Pandangan digiring ke samping, sejenak untuk melihat kondisi gadis berisik yang sukses membuatnya tersenyum berkali-kali. Ternyata, gadis itu masih lelap dalam tidurnya. Tidak ada pergerakan, apalagi pekikan.

Untuk ke sekian kalinya pemuda itu tersenyum sendiri seraya menatap bibir merah muda menggemaskan milik sang gadis. Riasan wajah tipis membuat kecantikannya tampak sangat natural. Itulah yang membuat ia terhipnotis.

Namun, pemuda tersebut bukanlah tipe lelaki yang main sosor saja ketika mangsa sedang tertidur. Biar dikata buronan, dia juga masih punya harga diri.

Suara ombak terhempas di tepian pantai sukses menarik perhatian si pemuda. Tanpa membangunkan si empunya mobil, ia pun memutuskan untuk keluar.

Di hadapannya terhampar sebuah pantai pendek yang hanya berukuran sekitar satu kilometer. Berbentuk melengkung seperti bulan sabit. Sebut saja teluk.

Anehnya, di sekitaran pantai tersebut tak tampak aktivitas apa pun.

Pemuda brewok itu berjalan perlahan menuju sebuah gubuk kayu yang tampak sudah usang. Setelah kedua tungkainya tiba di teras gubuk, ia melihat dua buah kursi rotan dengan meja kayu di antara keduanya.

Dengan gerakan ragu, pemuda itu membuka pintu gubuk sedikit demi sedikit.

KRIEEET

Suara derit pintu menambah ketegangan luar biasa. Pemuda itu melengakkan kepala, namun tidak ada siapa-siapa di dalam.

Sontak ia langkahkan kaki memasuki ruangan. Di mana di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur dengan ukuran sedang. Sebuah meja panjang lengkap dengan peralatan memasak dan sebuah lemari pakaian dengan satu cermin besar.

"Sepertinya tidak masalah kalau bermalam di sini," ucapnya pada diri sendiri.

Setelah itu, tiba-tiba ....

"Hei, kau!"

Suara itu, ia mengenali suara itu. Siapa lagi kalau bukan si gadis barbar.

Pemuda tersebut langsung berbalik badan ketika mendengar suara gadis yang secara tidak langsung menjadi Dewi Penolongnya.

"Kembalikan kunci mobilku!" Si gadis bergerak maju dengan niat ingin merampas kontak mobil yang sedang digenggam oleh si pemuda.

Pemuda brewok itu menghindar dengan lincahnya, sehingga si gadis harus menelan kekecewaan. Bukannya berhasil, ia malah tersungkur ke lantai gubuk.

"Awww!" pekiknya. Ia berusaha untuk bangkit dari posisi tengkurap, namun gagal. Kedua telapak tangannya lecet karena bergesekan dengan lantai saat terjatuh tadi. "Aduh ... perih!" erangnya kesakitan seraya membalik badan.

Pemuda itu segera berjongkok di hadapan si gadis. Ia mengulurkan tangan, siap untuk membantu, namun gadis itu malah menepis tangannya.

"Aku bisa duduk sendiri," ucapnya dengan wajah cemberut. Seraya berusaha bangkit, ia terus menahan rasa perih di telapak tangannya yang sudah memerah. Dengan usaha yang gigih, akhirnya ia pun bisa duduk sempurna.

"Maaf!" ucap pemuda itu. Tatapannya lurus menubruk wajah sang gadis.

Mendengar kalimat yang pertama keluar dari mulut si pemuda yang tadi sempat dikiranya bisu itu, ia lantas mendongak.

"Jadi, kau tidak bisu?" tanyanya dengan nada antusias. Jangan lupakan ekspresi wajah meringis menahan perih akibat luka lecet.

Pemuda itu menggeleng, lalu mengangkat kontak mobil gadis itu, memosisikannya di depan wajah.

"Mulai hari ini kau tidak boleh memegang benda ini! Jika kau membatah, maka aku tidak akan segan-segan untuk ...." Jari telunjuk pemuda itu bergerak melewati lehernya. Bahasa isyarat yang bermakna bahwa sang gadis sedang berada dalam bahaya.

Dengan ekspresi wajah ketakutan, gadis itu menarik diri untuk menjauh, lalu memeluk kedua lututnya.

Pemuda itu sontak berdiri dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tak peduli dengan kondisi si gadis.

"Untuk beberapa hari kita akan menginap di sini," ucapnya dengan tatapan mengarah pada langit-langit. Kedua tangan dilipat ke belakang kepala sebagai bantalan.

Tak ada jawaban dari si gadis. Kemana perginya kebarbarannya tadi?

"Selama di sini, kau tidak boleh menghubungi siapa pun, mengerti?!" Bersamaan dengan kalimat itu si pemuda langsung terduduk sempurna. Membuat gadis itu kembali ketakutan. Namun, tetap menganggukkan kepala.

"Siapa namamu?" tanyanya.

Tidak ada jawaban.

"Hei, apa kau mulai bisu?" tanyanya lagi seolah sedang membalikkan dialog.

"A-aku ... na-namaku ...." Seteguk Saliva dengan susah payah melewati tenggorokannya. "Namaku Elmina," jawabnya cepat.

"Kau takut padaku?" tanya pemuda itu. Gadis tersebut mengangguk berkali-kali. "Bukankah tadi kau banyak bicara, kenapa sekarang berubah menjadi pendiam?" tanya pemuda itu lagi. Si gadis bernama Elmina itu hanya menggeleng tak jelas.

Pemuda brewok itu bangkit dari peraduan, kemudian berjalan mendekati Elmina. Dengan penuh kelembutan, ia menggendong tubuh gadis itu, lalu meletakkannya perlahan di tempat tidur.

"Aku bukan pembunuh, jadi kau tidak perlu takut," tuturnya di dekat telinga Elmina.

"Si-siapa kau? Ke-kenapa tadi polisi mengejarmu?" tanya Elmina penasaran. Ia memang sempat melihat mobil polisi yang membuntuti mereka tadi.

Pemuda brewok itu tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Aku bukan siapa-siapa," jawabnya terkesan misterius.

"Paling tidak, kau pasti punya nama." Elmina tak mau bertindak bodoh, bagaimana pun ia harus mengetahui identitas pemuda yang sudah menculiknya.

"Panggil aku Bari." Pemuda itu langsung berdiri seperti hendak meninggalkan Elmina. Namun, cepat dicegah oleh gadis itu.

"Apa itu nama asli?" Elmina berkerut dahi.

Pemuda itu terkekeh kecil. "Selain barbar, ternyata kau juga cerdas rupanya." Tanpa merespon pertanyaan Elmina, pemuda yang mengaku bernama Bari itu melangkah ke luar gubuk.

"Hei, apa tujuanmu menculikku?" pekiknya dari dalam ruangan. Membuat Bari kembali tersenyum, karena kebarbaran gadis itu sudah kembali ke sarangnya.

***

"Kau dari mana saja?" Elmina bertanya seraya terus memegangi perutnya.

Hari sudah hampir gelap. Ia berjalan ke luar gubuk, menghampiri Bari yang baru saja kelihatan batang hidungnya. "Aku sudah sangat lapar, kenapa kau membawaku ke sini kalau tidak bisa memberiku makan?" tanyanya mulai kumat.

Bari tak merespon dengan kata-kata, ia lebih memilih untuk mengeluarkan beberapa ekor ikan dari kantong plastik yang ia bawa.

"Waaah!" Mata Elmina sontak berbinar setelah melihat empat ekor ikan karang dengan postur tubuh gendut tertenteng di tangan Bari. "Apa kau bisa memasak?" tanyanya ragu.

Bari mengangguk, lalu menarik pisau kecil dari sepatu boot-nya. Tentu saja untuk membersihkan si ikan.

Setelah bersih, ikannya langsung dipanggang di atas bara yang sudah disiapkan sebelumnya. Tidak menggunakan bumbu apa pun, cukup dicuci dengan air laut saja, asinnya sudah terasa.

"Apa kau sangat lapar?" Bari bertanya seraya memasukkan satu suap daging ikan ke dalam mulutnya.

"Ak-dkn snsbd jkdkj."

"Ternyata kau juga pintar bahasa bayi," komentar Bari dengan tampang mengejek. Ia kembali mencubit daging ikan, lalu memakannya.

Elmina dengan kondisi mulut penuh berisi daging ikan, tentu saja tidak bisa berbicara dengan jelas. Ia sangat lapar, sehingga makan dengan kalap.

Ketika keduanya sedang menikmati makan malam, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Elmina menghentikan kunyahan, sementara Bari mulai celingukan.

Terpopuler

Comments

Machan

Machan

ini kelakuan anak gua klo ngirim chat ke orang🤣🤣🤣

2022-12-18

1

Machan

Machan

anjay, mulai ngancem biar dia tunduk ya

2022-12-18

1

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

hahahaha 🤣

2022-12-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!