...|JyRu 05|...
“Kalau kamu masih bersikeras berteman dengan dia, nenek tidak akan membiarkan itu. Nenek tidak akan tinggal diam demi keselamatanmu.”
JyRu tertunduk sedih. Air matanya mulai runtuh.
Dan hujan mulai turun.
...—————...
Hujan masih turun deras diluar. Aku menatap setiap butiran air yang jatuh menghantam bumi, suaranya begitu riuh berebut ruang udara Folk. Dan ini berhasil membuatku gelisah. JyRu-ku tidak mungkin datang disaat seperti ini. Dia juga tidak akan bisa memanjat balkon karena licin.
Ah, ini sudah hari ketiga dia tidak datang karena hujan. Ya, karena hujan.
Aku berdiri, berjalan mendekat ke arah pintu kaca yang menjadi pembatas antara kamar pribadiku dan balkon. Kemudian aku menatap lepas keluar bentangan kaca yang ada didepan mata. Disana, aku melihat bayanganku sendiri. Tidak ada JyRu. Ini mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi aku merindukan serigala menggemaskan itu. Dia seperti temanku di malam hari saat aku suntuk. Dia serigala yang pandai dan setia.
Ngomong-ngomong, beberapa hari yang lalu, aku membawanya masuk ke kamar ketika aku sibuk membuat tugas kuliah. Dia serigala yang tenang dan tidak mengganggu. Hanya duduk menunggu dengan senyuman yang aku sukai. Menoleh ke kanan dan kiri seperti menilai ruangan pribadiku yang cenderung bernuansa monochrome ini.
Aku tersenyum mengingat setiap moment yang kami buat bersama. Rasa sedih tiba-tiba muncul memenuhi hatiku yang terasa sepi tanpa kehadirannya.
“Kamu dimana? Apa kamu ada tempat berteduh?” gumamku sembari mengulurkan tangan dan menyentuh pintu kaca dengan ujung jari telunjukku. ”Kenapa kamu tidak datang kesini?”
Aku tidak berbohong. Aku merindukan serigala itu.
Dan...
Tiba-tiba sesuatu menarik perhatianku. Sesuatu mencoba merangkak naik di pagar balkon. Aku masih menebak dan benar, JyRu datang dengan bulu yang basah kuyup di tubuhnya. Ia terlihat kedinginan diluar sana, dan itu membuatku sontak membuka pintu dan menerjang hujan untuk menggendongnya masuk kedalam kamar.
Aku membalut tubuhnya dengan handuk agar tidak kedinginan. Aku bahkan berlari keluar kamar untuk mengambil biskuit yang sudah aku beli beberapa hari lalu dan masih tertinggal di motor.
“Astaga. Apa kamu baik-baik saja JyRu?” tanyaku, dan aku mendengar ringikannya yang bergetar. Mungkin itu jawabannya, ia kedinginan.
Aku melihatnya menunduk dengan mata sayu dan bibir sedikit terbuka. Serigala itu seperti sedang ... meminta maaf padaku.
Aku keluar kamar sekali lagi dan membawa hair dryer milik July secara diam-diam. Aku berinisiatif untuk mengeringkan bulunya dengan benda yang digemari untuk para wanita itu.
God, bagaimana bisa Engkau menciptakan makhluk yang begitu indah seperti JyRu? Aku terharu dan terpesona secara bersamaan. Dia hanya seekor serigala, tapi mengapa dia seolah bisa mendengar isi hatiku? Dia datang ketika aku menginginkannya untuk hadir disini.
Setelah bulu-bulu halus itu mengering, aku mengusap wajahnya yang berbinar sarat senang. Satu kaki depannya ia arahkan ke pangkuan ku. Lalu aku tersenyum dan mengusap kaki kecil itu penuh kasih.
“Kamu mau berterima kasih padaku?” tanyaku yang kemudian dijawab dengan kepalanya yang mengusap telapak tangan milikku. Aku balas mengusuk bulu lembutnya yang terasa begitu menenangkan untukku dengan satu telapak tangan lain milikku. “Lain kali, jangan datang kesini kalau diluar sedang hujan, oke?”
Entah, aku hanya mengikuti insting serta naluri ku, jika JyRu mengerti apa yang aku katakan. Aku yakin dia paham maksud ucapan ku. Dan aku tau, dia bukan serigala sembarangan.
Dia mendongak menatapku, lalu tersenyum.
***
Kampus rasanya sedikit lengang hari ini. Mata kuliah juga tidak sepadat hari biasanya. Jadi, aku bisa sedikit menikmati waktu untuk berkeliling, menelisik sudut kampus yang belum pernah aku lihat dan datangi selama menjadi mahasiswa baru disini.
Langkahku terus terpacu dari satu koridor ke koridor lainnya hingga sampai di salah satu aula yang terdapat papan gantung bertulis ‘RUANG MUSIK’.
Penasaran, aku mencoba mendekat kesana. Bentangan kaca pada pintu kayu berukir itu menjadi tempatku menengok ke dalam ruangan. Ada beberapa alat musik berjejer didalam sana. Piano tua di tengah ruangan yang menjadi pusat perhatianku saat ini.
Ah, sudah lama aku tidak bermain piano. Ingin sekali aku mencoba skill membanggakan yang pernah mengukir prestasiku di bangku SMP itu. Baiklah, mari masuk. Kita coba bermain didalam sana. Tapi, tidak apa-apa kan?
Entahlah. Aku hanya ingin bermain disana.
Ku dorong pintu hingga sepasang sepatu berlogo centang yang aku kenakan itu kini menapaki lantainya yang terlihat lebih kuno dari ruangan-ruangan lain. Sebenarnya ini sedikit menakutkan untukku, tapi tidak apa. Aku akan bermain piano sebentar, kemudian ke kantin untuk makan siang.
Ada satu lantunan musik yang ingin aku mainkan dengan piano itu. Satu lagu yang pernah membuatku menangis tersedu sebab patah hati karena gadis yang aku sukai, harus pergi untuk selamanya.
Aku mengusap bagian atas piano, kemudian meletakkan tas dan duduk di bangku persegi berukuran sedang yang cukup untuk dua orang, lantas mulai menekan salah satu tuts berwarna putih.
Suaranya masih bagus. Piano ini masih berfungsi dengan baik.
Dan tanpa membuang waktu lebih banyak, aku mulai memainkannya. Meletakkan jari-jariku diatas tuts putih dan hitam secara berurutan sesuai nada yang aku ingat.
Kumainkan setiap ketukan nada tanpa melakukan kesalahan sedikitpun. Aku masih ingat jelas setiap not musik yang pernah aku hafal itu, dan beruntung sampai sekarang aku sama sekali belum melupakannya.
Hingga di penghujung dentingan merdu piano, seseorang memberikan tepuk tangan untuk permainan musikku yang sontak membuatku menoleh pada sumber suara.
“Perfect!” katanya. Wajahnya asing. Aku belum pernah melihatnya selama menjadi mahasiswa disini.
“Ah, terima kasih.” kataku menyambut pujiannya yang terlihat sangat tulus.
“Kamu juga mahasiswa jurusan musik? Kenapa aku belum pernah melihatmu? Apa kamu murid baru?”
Rentetan pertanyaan itu hanya bisa aku beri jawaban dengan gelengan kepala. Maksudku, “Ah, aku bukan mahasiswa jurusan musik. Aku hanya pernah bermain musik di sekolah ku dulu.”
“Ah~”
Suara gadis yang kini bersandar di salah satu bagian piano itu begitu halus. Pasti dia salah satu anak jurusan musik disini. Atau, dia punya grup musik dan menjadi vocalisnya? Suara begitu merdu.
“Kalau kamu?” tanyaku.
Dia tersenyum dan mengulurkan tangan. “Ghea. Mahasiswi seni musik semester tiga.”
Oh, rupanya dia masih junior ku.
“Arthur, mahasiswa design dan seni lukis semester lima.”
“Ah, kakak senior ternyata. Kenapa aku belum pernah melihat kakak sebelumnya?” Tanga Ghea lagi, kali ini dengan wajah yang terlihat dibuat seimut mungkin agar aku memperhatikan pembicaraan yang melibatkan kami berdua.
Kami terlibat obrolan hingga membuat ku lupa dengan tujuan awal ku kesini.
“Aku mahasiswa baru disini. Baru satu bulan.” jawabku masih terlibat obrolan yang entah kapan akan berakhir.
Tiba-tiba, aku teringat JyRu. Ku lirik jam tangan yang melilit pergelangan tangan ku, dan lima menit lagi adalah jam makan siang. Aku harus bergegas karena tidak ingin hujan kembali menjebak ku dalam kelaparan nyata yang bisa membuat raga ingin terhempas diatas bumi dan jiwa terlepas sesaat diudara. Pingsan.
“Eumm, Ghea. Aku harus pergi sekarang.”
“Oh, ya. Silahkan kak Arthur. Kita bisa bicara lagi lain waktu.”
Aku mengangguk dan tersenyum. Dia gadis yang cantik dan manis, aku yakin banyak sekali yang menyukai Ghea saat ini.
“Bye kak Arthur.”
“Bye, Ghea.”
Aku mengambil langkah meninggalkan ruangan tanpa berbalik sedikitpun untuk kembali mengucap pamit pada Ghea. Aku hanya tidak ingin membuat JyRu menungguku, atau ... hanya perasaanku saja? Mana mungkin JyRu menungguku di kantin. Dia tidak pernah pergi kesana dan lebih suka memakan bekal roti buatan neneknya.
Ah, sudahlah. Aku harus ke kantin terlebih dahulu, kemudian kembali ke kelas untuk bertemu JyRu jika memang aku tidak menemukan gadis itu di sana.
Namun, saat berjalan disalah satu koridor yang terhubung dengan salah satu toilet kampus, langkahku terhenti. Nama JyRu disebut dalam pembicaraan yang terjadi antara dua atau tiga gadis didalam sana.
Sungguh, aku hanya tertarik karena nama JyRu disebut dalam pembicaraan mereka. Tidak bermaksud mengintip atau berfikir mesum untuk melakukan hal buruk kepada mereka.
“Si JyRu itu kayaknya punya teman baru deh. Kalian tau kan? Mahasiswa baru yang gantengnya minta ampun itu.” kata seseorang yang wajahnya sama sekali tidak aku ketahui.
“Ah ya. Aku semakin membencinya. Mengapa gadis seperti dia bisa menarik perhatian pemuda setampan mahasiswa baru itu sih?!”
“Apa kita kerjai saja dia. Kita buat dia menjauhi mahasiswa baru itu.”
“Boleh. Yuk, lakukan sekarang. Sebelum semuanya terlambat dan JyRu semakin dekat dan berakhir memiliki hubungan spesial dengan kakak tampan itu.”
Apa yang mereka maksud itu aku? Selama mengenal dan tau JyRu, gadis itu bilang dia tidak memiliki teman lain selain diriku. Jadi benar yang disebut para gadis ini adalah aku.
Semua rasa lapar yang sebelumnya aku rasa hampir membunuhku, kini sirna seketika. Aku hanya ingin menemui JyRu, menuju dimana dia berada sebelum mereka lebih dulu datang dan membuat JyRu semakin terpuruk dengan kata-kata dan ancaman mereka. Ya, aku harus melindungi JyRu, sebagai seorang teman.
Ya, hanya sebagai teman untuk sekarang. []
...To be continue...
###
Silahkan tinggalkan Like, komentar, serta list favorit jika kalian suka dengan cerita ini.
Jangan lupa juga memberi dukungan kepada Author dengan cara memberi vote dan juga hadiah jika berkenan.
Terima kasih. ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments