...|JyRu 02|...
Hari kedua di kampus baru tidak ada yang menarik. Bagiku, mahasiswa disini terasa berbeda dengan mahasiswa di kampus lamaku. Hal itulah yang membuatku merasa kurang nyaman dan ingin kembali merasakan riuhnya kehidupan kita yang sudah mendarah daging pada diriku.
“Pa, kampus itu sangat kuno. Art tidak yakin jika sistem pembelajaran disana memadai.” kata ku disela makan malam bersama papa, mama, dan adik perempuanku. Namanya July.
“Darimana kamu bisa menilai sebuah sistem pelajaran itu memadai atau tidak hanya karena kondisi bangunan kampusnya terlihat kuno? Nggak masuk akal kamu ini Art.” jawab papa konsisten ketika aku selalu saja protes dan berfikir kritis mengenai sesuatu yang tidak aku sukai.
“Papa juga bagaimana bisa berkata begitu, sedangkan aku yang mengikuti pelajaran disana.”
“Kak. Kakak ini sebenarnya mau bicara apa sih?” tanya July menimpali kalimatku yang mungkin terdengar semakin menyebalkan di telinganya.
Aku melotot lebar ke arah July, aku tidak suka jika July ikut bicara karena pasti akan berakhir ikut menyerang dan memojokkan ku bersama papa yang keras kepala.
“July benar.” Kata papa, benar dugaan ku bukan? “Kamu itu bicara yang jelas. Kamu tidak suka sekolah itu?”
Aku menyendok kacang polong dari piring dan memakannya bersama brokoli dan nasi. “Aku ingin kembali ke kota.”
Aku, mama, dan July terkejut karena papa membanting sendok diatas piring hingga berdenting keras. Hampir saja jantungku terlepas dari tempatnya karena belum pernah melihat papa yang sampai se-marah ini.
“Kamu tidak perlu mengeluh seperti itu. Belajar yang rajin. Masih untung papa membiarkan kamu mengambil jurusan tidak berguna itu.”
Aku tertegun di tempat ku duduk. Sendok yang sebelumnya hendak aku gerakkan untuk mengambil nasi, terhenti di sisi piring. Aku tidak ingin tau alasan papa tidak menyukai apa yang menjadi pilihanku. Tapi aku akan tetap berjuang dan membuktikan pada papa, jika apa yang aku ambil sebagai keputusan, akan berguna di hidupku kelak dimasa depan.
Aku kembali menyendok makanan dan memasukkan kedalam mulut. Tidak ada percakapan apapun lagi setelah kemarahan papa.
***
Ini sudah hari ke lima, dan seperti yang sudah pernah aku katakan. Disini, hujan akan turun setiap menit pertama setelah jam dua belas siang. Dan sekarang, hujan turun begitu deras mengguyur seluruh bumi Folk. Daun di pepohonan menari tertiup angin, rumput bersembunyi didalam kubangan air tangisan langit, dan burung-burung mencari peraduan untuk berteduh. Sedangkan aku, sibuk mengeluh dalam hati mengapa aku bisa terdampar di tempat aneh seperti ini.
Helaan nafas besar aku hembuskan saat menyadari kebosanan merengkuh diriku sepenuhnya. Ingin pergi membeli makan siang pun sulit karena harus melewati jalan setapak tanpa atap, yang sekarang sedang diguyur hujan.
Ku alihkan pandangan keluar jendela, telapak tanganku masih setia menyangga kepalaku, dan bibirku masih mengerucut seperti traffic cone ditepian jalan. Berada disini seperti berada didalam penjara. Tidak menyenangkan dan hanya duduk diam menatap hujan yang masih sibuk berlomba-lomba turun ke bumi.
Tapi, semua teralihkan begitu JyRu tiba-tiba saja duduk disampingku. Dia menyodorkan sebuah kotak bekal berisi roti bakar dengan dua isian selai berbeda. Sedangkan dia sudah membawa sepotong, dan sekarang sedang ia makan.
“Belum makan siang kan?”
Aku memperhatikan roti itu dan JyRu secara bergantian, kemudian melirik sekitar yang sedikit lengang.
“Terima kasih, tapi untuk kamu saja. Aku bisa makan nanti di kantin setelah hujan reda.” kataku melakukan penolakan halus atas pemberian nya.
“Diluar hujan. Dan kamu akan kesulitan pergi ke kantin, Art.”
Aku mengedip lambat ketika dia memanggilku dengan nama yang hanya biasa di lakukan oleh orang terdekatku.
“Tidak apa-apa, sungguh, JyRu. Aku bisa makan nanti saja.”
Dia tidak lagi memaksa ku menerima pemberiannya. Ia pamit pergi ke mejanya, dan memakannya sendiri disana. Satu hal yang baru aku sadari saat melihat dia duduk sendirian begitu. Ternyata dia tidak memiliki teman disini. Kebanyakan mahasiswa melihat aneh padanya. Sama seperti yang aku lakukan saat pertama kali melihatnya.
Aku berdiri dan berjalan ke arahnya. Kemudian setelah sampai tepat disebelah kursinya, aku mengulurkan tangan dan berkata, “Satu potong rasanya tak masalah untuk mengganjal perut.”
Dia menatapku sejenak, kemudian mengambil sepotong untuk dia berikan padaku dengan senyuman manis yang mulutnya masih penuh dengan roti. Dan itu ... terlihat menggemaskan di mataku.
Aku mengambil duduk didepannya. Menyantap roti itu seperti orang kelaparan, kemudian memulai pembicaraan dengannya.
“Kamu, sendirian saja? Kenapa tidak bergabung dengan yang lain?”
Dia menggeleng, lalu jawaban yang ia berikan begitu membuatku tercengang. “Mereka takut melihatku.”
Takut?
“Takut?”
“Kata mereka, aku menakutkan.”
Mungkin yang dimaksud mereka itu, JyRu yang berbeda dari kita semua. Mungkin itu pointnya.
Aku menatapnya lurus, kemudian tanpa sengaja manik kami bersinggungan. Lalu aku memutuskan untuk tersenyum padanya.
“Kamu tidak menakutkan. Kamu itu unik.”
JyRu menatap ku dengan manik oranye nya yang indah. Sorotnya terlihat terkejut dan bingung. Aku melahap gigitan terakhir roti pemberian JyRu yang ternyata sangat lezat. Entah selai apa yang dibuat hingga rasanya berbeda dengan selai yang sering aku makan dirumah.
“Ngomong-ngomong, kamu membeli selai itu dimana?” kataku tak mau menutupi rasa penasaran ku didepannya. “Rasanya enak. Aku akan merekomendasikan merk nya ke mama.” cerocosku tak henti membuat JyRu mengerjap cepat.
“Aku ... tidak membeli. Nenekku yang membuatnya.”
“Oh really? Kenapa rasanya enak sekali?”
JyRu menunduk dengan wajah malu yang sedikit memerah. Ternyata di balik keunikannya, dia begitu menggemaskan jika sedang tersipu.
“Entahlah. Aku juga tidak tau kenapa selai buatan nenek sangat enak.”
Aku masih melihat fiturnya yang begitu sempurna itu. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk sesempurna dia?
“Apa kamu suka rotinya?”
Aku mengangguk cepat, kembali dari lamunan.
“Kalau begitu, aku akan membuat nya setiap hari untukmu.” katanya yang refleks membuatku mengibas-ngibaskan tangan.
“Tidak. Tidak perlu. Aku tidak mau merepotkan mu.”
Wajah JyRu terlihat kecewa atas penolakan yang aku berikan. Karena merasa kurang nyaman dengan ekspresi itu, akhirnya aku menambahkan kalimat lain yang berhasil mengundang senyum di bibirnya. “Tapi, kalau kamu tidak keberatan, bawa potongan roti lebih untukku setiap hari kamis.”
“Kamis?”
“Ya. Aku akan datang padamu untuk meminta jatah roti ku.” kataku sedikit berbisik. “Kamu tau kenapa?”
JyRu menggeleng lucu dan itu sukses membuatku tertawa kecil.
“Kenapa?”
“Mama jarang sekali memasak di hari Kamis.”
JyRu tertawa kecil lalu mengangguk antusias. Netra oranye nya terlihat lebih berbinar dari sebelumnya. Ia terlihat lebih bersemangat.
“Baiklah.” katanya.
Lalu aku menatap lurus pada matanya, menyodorkan tangan untuk mengajaknya menjalin sebuah hubungan.
“Mau menjadi temanku?”
***
“Iya, aku tidak bisa menolak papa Nan. Sementara kita LDR an dulu.”
Namanya Nancy. Dia kekasihku, dan dulu kami satu kampus. Karena papa di pindah tugaskan, kami terpaksa berpisah dan menjalani hubungan jarak jauh selama lebih dari seminggu ini.
Berat, tapi mau bagaimana lagi. Aku butuh menata masa depan. Dan itupun setidaknya untuk wanita yang kelak menjadi pendamping hidupku.
“Iya, kalau weekend dan papa nggak aja jadwal praktek, aku bakal main ke kota untuk bertemu denganmu.”
Aku tidak bisa berjanji atau menyanggupi Nancy untuk bertemu. Tapi aku tidak bisa memungkiri jika aku juga sangat merindukannya.
Ku langkahkan kaki menuju pintu balkon yang tertutup. Kubuka pintu kaca geser itu hingga terbuka sempurna dan menampakkan pemandangan malam yang langsung disuguhi oleh gelapnya hutan.
Suara angin berhembus terdengar jelas, suara derik hewan tenggoret masih berdenging nyaring bercampur dengan dengkur burung hantu yang menambah kesan alam bebas tak terbantahkan. Sebenarnya desa ini tidak terlalu buruk karena suasananya yang begitu alami. Tapi tetap saja aku seperti terpenjara oleh jarak. Hendak pergi pun jauh. Jauh dari keramaian, jauh dari tempat dan pusat perbelanjaan, dan yang lebih miris, jauh dari tetangga.
Ya, bangunan disini berjarak cukup jauh dari satu rumah ke rumah lainnya. Hingga nyaris terlihat seperti hidup secara individual.
“Iya, sayang. Tapi aku tidak bisa berjanji apapun. Papa pasti melarang jika aku terlalu sering kembali ke kota. Jaraknya sangat jauh.”
Butuh waktu tujuh sampai delapan jam untuk sampai di kota. Dan itu sangat berat jika harus ditempuh dalam satu hari.
Namun, ditengah perselisihan pendapat antara aku dan Nancy, aku melihat sebuah pergerakan diantara rerimbunan dibelakang pekarangan rumah. Karena penasaran, aku menajamkan mata di tempat pergerakan itu terjadi.
Samar-samar diantara gelap malam dan sinar bulan purnama, aku melihat seekor hewan yang terlihat lebih mirip ke ... serigala. Ya, serigala. Akan tetapi, serigala itu memiliki warna bulu oranye, dan matanya yang berkilat jernih yang menyorot seperti warna yang sama dengan warna bulu itu.
Mata kami bertemu, dan aku terus memperhatikan gerakannya hingga dia perlahan berjalan menjauh dari area rumahku.
Ah, mungkin serigala hutan yang tersesat ke pedesaan. Aku sering melihatnya di acara discovery channel dulu.
“Halo?”
Ah aku hampir melupakan Nancy.
“Oke, Nan. Aku mau menyelesaikan tugas kuliah dulu. Besok aku hubungi kamu lagi.”
Aku memutuskan untuk kembali masuk dan menutup pintu serta menguncinya rapat agar aman, kemudian menggeser gorden hingga tertutup penuh ketika panggilan teleponku bersama Nancy telah berakhir . Namun sesuatu mengejutkan terjadi pada langkah kelima ketika aku meninggalkan pintu. Sesuatu mengetuk pintu kaca yang baru saja aku tutup dengan suara ketukan yang tidak terlalu keras. Terdengar seperti dipukul oleh sesuatu yang lembut, dan disusul seperti suara derit kuku menggaruk pada kaca.
Jujur ini menakutkan, tapi rasa penasaran tetap membuat kakiku kembali berjalan ke arah gorden dan pintu geser tersebut. Lantas aku menyibak gorden dan melihat sesuatu yang begitu membuatku hampir jatuh terjerembab kebelakang dengan jantung yang merosot ke dasar lambung.
Astaga, bagaimana bisa dia ada disini? Bagaimana caranya memanjat naik ke balkon ini?
Serigala itu duduk didepan pintu balkon yang beruntungnya, sudah aku kunci rapat dan dia tidak akan bisa menerobos masuk dan mengoyak kulitku untuk dijadikannya santapan malam.[]
...To Be Continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Kustri
Jyru yaa
2023-07-06
0