Pabrik Tua

...Sementara itu di tempat lain, jauh beberapa waktu sebelumnya......

Ada peribahasa dari Rusia yang mengatakan jika keberuntungan dan kemalangan itu adalah tetangga di sebelah kita. Hmm, mungkin maksudnya jika kita mau keluar menjalani kehidupan, kita akan langsung menemui kedua tetangga tersebut secara bergantian. Pada saat itu, aku bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil di Kota Bandung.

"Wiiih...keren lo ga! baru juga 5 tahun kerja udah promosi jadi Kepala Cabang." celetuk temanku yang datang dari arah toilet kantor.

"Yuk, lo gila ya...itu resleting belum diangkat!" aku mencoba membenarkan ketidakbenaran pada temanku, Yuka.

"Lo yang gila, lo pikir tempe goreng diangkat?" ketus Yuka dibarengi raut mukanya yang terlihat malu.

Sementara Rasha tertawa geli melihat tingkah kita berdua dari dekat mesin fotokopi di sudut ruangan. Kabar diangkatnya aku sebagai Kepala Cabang perusahaan sudah terdengar hampir ke seluruh penjuru kantor. Namun, bersamaan dengan senangnya aku karena mendapat promosi jabatan, aku juga sedikit kesal karena harus ditempatkan di cabang perusahaan yang berlokasi jauh dari kota tempat kantor pusat perusahaanku ini.

Saat itu adalah hari kamis, semua karyawan sepertinya sudah pulang dari kantor dan keadaan sudah sangat sepi, hanya tinggal petugas kebersihan dan petugas keamanan yang sedang berjaga. Sementara aku masih sibuk dengan persiapan dokumen perpindahan ke pabrik cabang yang dipilih perusahaan untuk aku pimpin. Hari sudah gelap, dan jam di komputerku menunjukan pukul 19.33 malam.

Untuk terakhir kalinya, aku melihat kotak masuk email di layar komputer, sebuah email masuk dari Pak Anhar yang merupakan karyawan bagian dari HRD.

"Ini daftar karyawan yang ikut Pak Erga bertugas di kantor cabang, Erga Arhadit (Kepala Cabang), Yuka Anggara (Wakil Kepala Cabang), Verasha Zindini (Sekretaris), Renatasya Fitria (Akuntan).''

Aku mulai tersenyum puas karena ternyata keempat rekanku di tim kerja lama ikut dimutasi dan kami menjadi satu tim kembali.

Kami berangkat menuju kantor cabang pada sabtu malam, setelah semua orang telah siap dengan segala barang bawaannya, kami pun segera berangkat dari kantor yang mana menjadi titik kumpul keberangkatan kami. Pukul 21.04 mobil yang kami kendarai mulai meninggalkan kota kami, meninggalkan Kota Bandung yang sedang bersinar di malam minggu ini.

Waktu tempuh menuju daerah tempat kantor cabang sendiri diperkirakan sekitar 6 jam perjalanan. Di sepanjang perjalanan, kita berempat membunuh bosan dengan bercerita tentang bagaimana tim ini terbentuk. Aku sebagai karyawan yang lebih dahulu ada di perusahaan berhasil memimpin ketiga temanku menjadi tim kerja yang solid pikirku.

Dan karena itulah, kami berhasil dipromosikan walaupun harus menempati cabang perusahaan yang bahkan berbeda provinsi dari tempat kami tinggal. Pukul 02.30 pagi, kami akhirnya mulai memasuki daerah yang kami tuju. Karena aku sudah bergantian menyetir dengan Yuka, maka tinggal aku yang terjaga dengan menyetir pelan mobil yang mulai memasuki sebuah kawasan desa yang cukup gelap dengan minimnya penerangan di sepanjang jalan yang kami lalui.

Aku menghentikan mobil di depan sebuah bangunan yang memiliki tembok tinggi menjulang. Bangunan ini terlihat seperti sebuah pabrik yang sudah tua tetapi masih beroperasi.

"Yuk, Yuka, Yuka, bangun bangun! udah sampe nih kayaknya." aku mencoba membangunkan Yuka yang tertidur di jok mobil sebelahku.

"Udah sampe mana ga?" sahut Rena dari jok belakang.

"Kayaknya ini deh pabriknya, soalnya di pengkolan sana aku liat ada spanduk dengan nama perusahaan kita." sahutku dengan mencari petunjuk ke sekitar bangunan.

Tiba-tiba saja kaca mobil di sebelahku diketuk oleh seorang pria tua yang memakai jaket tebal berwarna hitam.

"Tok, tok" ketukan pelan mengagetkan aku dan kedua teman perempuanku yang sudah terbangun di jok belakang mobil, sementara Yuka masih tertidur pulas di sampingku.

Dengan panik aku membuka kaca jendela mobil dan seketika terlihat wajah dari pria tua tersebut.

"Golet apa mas? (cari apa mas?)" tanya pak tua tadi menggunakan bahasa jawa khas daerah perbatasan.

Aku yang sudah siap dengan ribuan jawaban akhirnya menjelaskan siapa kami dan apa tujuan kami kesini. Setelah aku menjelaskan semuanya dengan rinci, pria tua yang kami ketahui bernama Pak Jum itu terlihat kebingungan sampai mundur beberapa langkah ke belakang. Pak Jum terdiam beberapa saat, sampai akhirnya dia kembali memperhatikan kami yang masih berada di dalam mobil dengan muka penuh tanda tanya.

Aku menoleh ke jok belakang, pandanganku bertabrakan dengan kedua teman perempuanku yang melihatku dengan rasa penasaran kenapa Pak Jum bertingkah aneh seperti itu. Untuk mencairkan suasana, aku segera membuka pintu dan turun dari mobil dengan segera. Aku langsung mendekat ke arah Pak Jum yang masih terdiam di tempatnya yang kira-kira berjarak 3 meter dari mobil kami.

"Pak! Pak! Ada apa ya? Kami benar dari Bandung, maaf kami datang jam segini.'' aku mencoba menyambung obrolan.

"Gapapa mas, saya cuma heran saja kenapa rombongan kedua datang telat sekali, padahal yang di depan udah dateng jam 12 tadi." timpal Pak Jum dengan senyum keheranan.

"Rombongan kedua? Sebenarnya apa maksud Pak Jum?" gumamku dalam hati.

Kemudian Pak Jum menjelaskan lagi lebih detail bahwa pada pukul 12 malam tadi, ada rombongan menggunakan bus yang berisi sekitar 12 orang yang mengaku berasal dari Kota Bandung dan akan bekerja disini. Dan seperti saat kami tiba tadi, Pak Jum menanyakan perihal keperluan rombongan itu datang ke sini.

"Sudah saya antar mereka ke mess mas, sekarang mungkin sedang istirahat." Pak Jum mengkonfirmasi kejanggalan yang terjadi.

Aku yang keheranan dengan cerita Pak Jum hanya bisa berpikir dengan rumit. Setahuku, tidak ada penambahan karyawan lain dari kantor pusat untuk bekerja disini, dan tentu hanya kami berempat selaku staf kantor yang dikirim kesini. Lagi pula, perusahaan kami tidak memiliki kendaraan inventaris berupa bus seperti yang diceritakan Pak Jum.

Perusahaan hanya memiliki kendaraan inventaris berupa sepeda motor, truk dan sejenis mobil pribadi seperti yang kami pakai untuk perjalanan ke sini. Tapi, aku terus mencari pemikiran yang positif, aku pikir itu adalah bus dari rombongan wisata yang tersesat atau hanya sekedar melewati kawasan ini. Tetapi mengingat daerah ini bukan wilayah yang banyak terdapat obyek wisata, agaknya sedikit aku paksakan pemikiran positifku ini.

Letak pabrik kami memang berada di ujung desa dan sangat jauh jika ingin kembali ke jalan besar. Akses jalan kesini cukup bagus dengan jalan beraspal, tetapi bukan merupakan  jalan utama dikarenakan ujung jalan dari desa adalah lokasi kawasan industri kami, jadi sepertinya hanya kendaraan yang berhubungan dengan kegiatan pabrik saja yang melewati jalan ini. Kemudian Pak Jum yang akhirnya kami tau adalah salah satu petugas keamanan pabrik bersedia mengantar kami munuju mess yang akan kami tinggali.

Tanpa basa-basi Pak Jum menawarkan diri untuk mengantarkan kami menuju mess agar kami dapat segera beristirahat, mungkin dalam hatinya sekaligus ingin mengkonfirmasi perihal rombongan bus yang datang pada tengah malam tadi. Akhirnya dengan berjalan sembari berlari kecil, Pak Jum mendahului kami sebagai penunjuk jalan. Aku dengan gesit masuk kembali ke dalam mobil, kulihat Yuka sudah terbangun dan sedang melepas dahaga dengan meminum air mineral yang kami beli di perjalanan. Sementara itu Rasha dan Rena duduk manis di jok belakang, walaupun masih dengan raut muka penasaran tetapi sepertinya mereka sudah menormalkan keadaan dengan tidak bertanya tentang apa yang aku dapatkan dari cerita Pak Jum.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!