“Thut... thut... thuut...,”
Alarm pada alat rumah sakit terus berbunyi, garis penanda kurva tanda tanda vital pada monitor tampak bergerak maju dan berkelok- kelok dengan gelombang yang naik turun.
Di atas bed rumah sakit, tubuh renta seorang perempuan tua terbaring lemah, anak dan cucu pun berdiri, menunggu belas kasih Tuhan untuk kesembuhanya.
“Oma... sadarlah. Oma harus kuat Oma. Oma...,” lirih seorang ibu hamil muda meneteskan air matanya.
“Berdo’a Nak,” bisik pria matang yang masih nampak pahatan ketampanan mudanya memberi dukungan.
“Baba... Jingga pulang ke sini, ninggalin suami Jingga, Jingga pengen lahiran ditungguin Oma, Ba... Oma kan mau jadi buyut. Oma harus sehat. Anak Jingga kan belum lahir, Oma harus sembuh!” lirih Ibu hamil itu mulutnya pleoat pleot sembari meneteskan air mata.
Dia adalah Jingga Gunawijaya, kakak perempuan satu- satunya Nila.
Laki- laki matang di samping Jingga mengangguk mengerti kegelisahan putri sulungnya yang tengah hamil itu. Dia adalah Baba Ardi Gunawijaya, ayah Nila. Pengusaha nomor satu di negara itu. Dia adalah ayah dari 7 putra- putri. Ayah yang selalu posesif dan teramat sayang pada putra putrinya, termasuk pada Nila.
“Baba ngerti, Nak. Baba ngerti, siapa yang ingin Oma sakit, ini kehendak Alloh. Dengar kan kata Buna? Sakit bisa menjadi pembersih dosa Oma. Berdoa, semua ada di tangan Alloh, Oma dengar kamu. Kamu harus semangat, kamu juga sebentar lagi melahirkan cucu Baba, kan? Yang tegar!” tutur Baba memberi dukungan Jingga.
"Iya Ba!" jawab Jingga menyeka air matanya.
Mereka kemudian maju, mendekat ke Oma Rita. Perempuan yang sedang mereka tangisi adalah Oma Rita, ibu Baba. Dia Oma Nila juga, Oma yang selalu dirawat Nila saat Nila di rumah.
Jingga kemudian menggenggam tangan keriput yang tampak putih dan lemah itu. Dulu tangan itu yang selalu menuruti semua kemauan Jingga lebih dari ibunya. Tangan itu juga yang selalu memanjakan Nila dan selalu marah jika ada yang menyakiti Nila.
Oma memang amat sangat menyayangi cucu perempuanya, Nila dan Jingga. Saudara Nila dan Jingga yang lain laki- laki semua. Jika Ibu dan ayah mereka berani memberi hukuman dan marah, Oma Rita selalu membela cucunya.
Saat Jingga pegang tangan Oma, tangan Oma yang sudah tiga hari koma bergerak.
“Oma..Oma..,” pekik Jingga kegirangan, Jingga kemudian menoleh ke Babanya. "Oma bergerak Ba!" ucap Jingga bahagia.
Baba Ardi mengangguk ikut gembira.
“Baba panggil dokter!” ucap Baba Ardi sangat semangat ibunya sadar lagi.
Jingga masih tetap menggenggam dengan hati yang penuh syukur dan sangat semangat. Oma akan jadi seorang buyut.
“I..ila..,” lirih Oma mengigau.
“Oma... Oma sudah sadar?” pekik Jingga lagi, menajamkan telinganya dan mendekatkan wajahnya ke Omanya.
“Oma...ini Jingga Oma,” lirih Jingga ke telinga Oma berharap Oma mendengar dan merespon.
“Ni..la,” lirih Oma lagi.
Jingga pun mengangguk, “Oma kangen Nila? Oma mau ketemu Nila? Oke.. Jingga akan jemput Nila kalau gitu!” tutur Jingga lagi sangat berharap Omanya bahagia dan meresponya dengan baik.
Sayangnya Oma masih memejamkan matanya, tanganya memang bergerak acak, tapi mulutnya kembali menutup.
“Hhh...,” Jingga pun menghela nafasnya kembali, dia harus menelan kecewa.
Sepertinya Oma, masih belum sadar. Panggilan Nila adalah respon bawah sadarnya. Oma hanya mengigau, atau masih somnolen.
“Oma...,” batin Jingga sangat berharap, Omanya sungguhan sadar. "Please Oma...kata Oma mau ketemu buyut Oma kan? Bertahanlah Oma...," batin Jingga meneteskan air matanya.
Tidak lama, dokter datang bersama Baba. Dokter segera memeriksa keadaan Oma.
"Bagaimana Dok. Kenapa Oma tidak merespon anak saya?"
Dokter menjelaskan Oma belum sepenuhnya sadar, dia sepertinya memikirkan cucunya yang bernama Nila itu. Mungkin mengkhawatirkan sesuatu. Atau amat sangat rinduk. Oma kemudian diberi obat lagi.
Baba dan Jingga pun mengangguk mengerti.
"Terima kasih Dok!" ucap Baba pamitan.
Setelah mendapatkan penjelasan Jingga dan Baba kembali keluar. Tidak lama adik laki-laki Jingga yang baru pulang dari kantor, yang bernama Amer datang.
Amer adalah Kakak Nila, dia baru selesai kuliah dan langsung meneruskan usaha Baba. Karena Jingga sedang hamil tua, Jingga dan Baba kebagian menunggu Oma saat siang hari, setelah jam 5 sore, gantian dengan Amer.
“Baba... kak Jingga? Gimana keadaan Oma?” tanya Amer menyapa Baba dan Nila.
“Oma sepertinya sangat merindukan Nila,” jawab Baba.
“Hoh?” pekik Amer memperjelas.
“Tadi Oma mengigau Nila,” sambung Jingga memberitahu.
Amer diam mengangguk. "Ya.. Nila harus dikabari Pah. Oma kangen Nila!" ucap Amer.
“Ya Baba akan pikirkan itu. Ya sudah... gantian Amer yang tunggu, Oma ya. Kalau ada apa- apa kabari Baba, Jingga kamu sedang hamil tua, ayo pulang!” tutur Baba menengahi dan membagi tugas ke putrinya.
“Ya Ba...,” jawab Jingga patuh
"Hati- hati di jalan Ba...," ucap Amer mencium tangan Babanua dan memeluk kakaknya.
"Jaga Oma dengan baik?" bisik Jingga.
Amer mengangguk.
Sepanjang jalan Baba dan Jingga sama- sama diam. Mereka memikirkan Oma mereka, dan karena oma menyebut nama Nila mereka jadi memikirkan Nila.
“Apa Oma ingin datang ke acara wisuda akhirusannah Nila, ya Ba?” tanya Jingga kemudian
Jingga baru pulang dari luar pulau karena suami Jingga menjadi pemimpin di pulau seberang.
Jingga baru pulang 2 hari lalu, Jingga tahu hari ini adalah hari kelulusan Nila, dia juga sedang hamil usia 8 bulan. Dia meninggalkan suaminya ingin menghadiri kelulusan Nila, juga hendak lahiran di rumah ibunya.
Sayangnya sesampainya di rumah, Omanya sedang di rumah sakit. Baba dan yang lain berfikir, Nila dijemput suaminya, itu sebabnya mereka semua memilih menunggu Oma.
“Iya... mungkin?" ucap Baba.
"Kasian Oma? Nila juga kapan pulang ya Ba?" tanya Jingga rindu adiknya.
"Ehm...," dehem Baba kepikirian sesuatu.
"Biru cerita," celetuk Baba.
"Cerita apa Ba?"
"Sebelum Oma sakit, pagi harinya Oma dan sikembar main, katanya kemarin mereka melihat Rendi di pusat perbelanjaan?” celetuk Baba lagi menirukan cerita anak mereka yang sekarang kelas 1 sd.
“Rendi?” tanya Jingga melotot.
Rendi adalah suami Nila. Sebenarnya dulu Rendi hendak dinikahkan dengan Jingga. Rendi jatuh hati ke Jingga, akan tetapi Jingga menolak dan lebih memilih menikah dengan laki- laki yang dicintainya. Akhirnya, karena Nilalah yang dinikahkan dengan Rendi.
“Entahlah, Biru hanya cerita liat Rendi, tapi saat Baba tanya ketemu dimana? Ngobrol apa? Katanya mereka tidak saling menegur hanya melihat. Baba mau tanya Oma, niatnya kita bahas penjemputan Nila, tapi Oma langsung sesak nafas!” tutur Baba lagi.
“Hooh...,” Jingga langsung mengepalkan tanganya dan di otaknya menyala lampu yang menghidupkan banyak tanda tanya. “Apa Oma melihat sesuatu yang menyakitkan dari Dosen bangkotan itu? Kalau kamu berani macam- macam ke adiku? Kalau sampai iya, kamu harus mati di tanganku?” batin Jingga timbul pikiran buruk.
"Oma sakit saat ditanya Rendi maksud Baba?'" tanya Jingga menegaskan
"Iya. Tapi Oma belum sempat ceritakan apapun? Baba tanya Si kembar mereka tidak jawab. Mungkin Oma sangat rindu Nila," ucap Baba lagi.
"Ya udah. Suruh Nila pulang Ba!"
“Kita telpon Rendi atau pihak pondok ya!” ucap Baba memutuskan.
“Ya. Tapi teleponya di rumah ya Ba. Kita pulang dulu, Ba.. kita certa sama Buna dulu!” jawab Jingga.
“Yah.. ayo!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Assalamualaikum ... thor, absen ya..
oma mergokin Rendi jalan ama cewek di mall.. makanya ngdrop... krn syok dan kecewa, cucu kesayanganya di hianati suaminya.. 🤔🤔
2023-06-20
1
Yani
Wah jangan " Oma liat Rendi jalan sama cewek
2023-05-21
0
yunike
huh Rendi
2023-05-04
0