Anak Perempuan Maduku 2
“Kamu bener jadi istri kedua Juragan Anwar? Gak nyangka aku, On!” Gani menggelengkan kepala sambil berlalu, bibirnya menyunggingkan senyum kecutnya.
Usfi melihat punggung Gani yang terus menjauh hingga hilang tertutup oleh kendaraan lain di belakangnya. Gadis itu menarik napas panjang, sambil mengusap layar ponselnya untuk mencari nama Pak Anwar.
Setelah menemukan, dia berapa kali mencoba menghubungi nama yang sama, teleponnya tersambung, tapi, tidak diangkat.
Tidak lama setelah itu, dia menutup telepon dan hendak memajukan mobil. Di saat yang sama, dia mendapat notifikasi pesan masuk, karena penasaran, dia segera melihat pada layar ponsel. Saat itu pula dia membelalakkan mata, guna memastikan kalau penglihatannya pada pesan yang baru saja diterima, tidak salah.
“Coba lihat, ini Pak Anwar apa bukan?” bunyi pesan yang disertai foto itu.
“Bukan menuduh, sih, tapi kayaknya kok mirip ya?” Bunyi pesan itu lagi, setelah notifikasi selanjutnya.
Usfi memastikan jika yang dilihatnya adalah benar foto Anwar—suaminya, dia membesarkan ukuran foto, walaupun gambar tampak dari belakang, tapi penampakan punggung, rambut dan tangan yang tengah merengkuh bahu seorang wanita itu adalah Anwar. Dia kenal betul dengan tubuh suaminya.
“Ini di mana?” tanya Usfi. Dia langsung menghubungi Sari, teman yang mengiriminya foto melalui pesan tadi.
“Aku masih di Buana Water Park! Benar, kan itu suamimu?”
“Kamu sudah lama di sana?”
“Aku baru aja mau pulang, ini, kan udah sore, Fi. Kebetulan aku lagi jalan terus lihat itu, langsung aku kirim deh!”
“Makasih ya! Udah kamu fotoin?”
“Benar gak itu Mas Anwar? Apa dia punya istri lagi?”
Usfi tidak mungkin mengiyakan, apakah foto itu adalah suaminya atau bukan. Lebih baik membiarkan Sari dalam keraguan, karena jika itu tidak benar, artinya aib bagi suami hingga dia harus menutupi. Kecuali kalau yang sedang bersamanya adalah istrinya yang sah secara agama, maka tidak akan jadi masalah, karena apa yang dilakukan Anwar halal adanya.
“Maaf ya, Sari! Aku gak bisa mastiin, kayaknya sih bukan, soalnya aku ragu!”
Uafi menutup telepon setelah mengucapkan terima kasih dan meyakinkan temannya itu kalau dia akan baik-baik saja. Lalu, mengucapkan salam.
Tiba-tiba telepon Uafi berbunyi lagi, padahal dia baru saja menginjak pedal gas dan hendak pergi.
Panggilan video itu dari Naura, anak perempuan Anwar yang sangat provokatif padanya.
“Tante, beneran deh, sekarang Papa mana?” katanya dari balik layar.
Gadis berusia sekitar 17 tahun itu, terlihat tidak sabar. Dia masih sekolah dan menjadikan Anwar sebagai sosok idola. Naura, seperti kebanyakan anak perempuan lainnya, menjadikan ayah mereka sebagai cinta pertamanya. Dia menggantungkan harapan yang begitu besar pada papanya, seolah pria itu tidak memiliki dosa.
“Papamu itu gak sama Tente, kok! Coba lihat kalau gak percaya!” kata Naura sambil mengedarkan ponselnya ke segala arah di mobilnya.
“Tadi, Pap pulang jam berapa dari rumah Tante?”
“Hari ini Papa gak ke rumah Tante!”
“Jangan boong lagi, deh! Kemarin Papa bilang mau pulang telat, soalnya mau mampir ke rumah Tante dulu!”
Usfi hanya menghela napas kesal.
Terkadang seperti itulah seseorang yang terlalu mendamba, seperti yang dilakukan Naura pada papanya. Mereka mengira orang yang didambakannya itu seperti dewa, sempurna, gagah dan tidak mungkin menyakitinya.
Anwar memang sosok yang baik, ramah, berkulit bersih, wajahnya teduh dan bentuk tubuhnya proporsional meski sedikit gemuk. Satu hal terpenting adalah kekayaannya, inilah daya tarik tertinggi bagi wanita yang membutuhkan kasih sayang di mana pun berada.
Sebenarnya, Naura sempat kecewa saat mengetahui ayahnya itu sudah menduakan mamanya. Namun, karena mamanya sendiri yang mengizinkan Anwar untuk menikah lagi, gadis itu pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Dan, sebagai akibatnya, dia sangat cerewet pada Usfi, wanita yang dianggapnya sudah mengganggu rumah tangga sang mama. Bahkan, dia sering menjadikan istri kedua papanya itu, sebagai sasaran kekecewaannya.
“Masa Papa boong sama aku, sih, Tante?” Naura bicara lagi, karena Usfi diam.
“Ya! Mana Tante tahu ... Kamu coba selidiki dulu, Papa ada di mana? Telepon sana!”
Usfi masih menyembunyikan berita tentang Anwar pada anak perempuan madunya itu.
“Sudah, tapi gak diangkat!” Naura terlihat kesal.
“Mungkin Papa masih sibuk, jangan Suuzhon dulu!”
“Tapi, kan sekarang hari Sabutu, Tente ... Mana pernah Papa kerja hari Sabtu, besok kan giliranku! Mama juga gak tahu, mana masih sakit lagi!”
Naura memang membuat kesepakatan sendiri, di mana akhir pekan adalah gilirannya dengan sang papa, Anwar akan menghabiskan waktu dengan gadis itu dan dua adik laki-lakinya yang lain seharian penuh.
“Mbak Mai sakit?” tanya Usfi.
“Ya!”
“Oh. Sakit apa?”
“Mama demam dari semalam!”
Maisha—mamanya Naura, mengizinkan Anwar menikah lagi dengan sebuah kesepakatan, dan juga karena wanita itu menilai Usfi bisa mengendalikan Anwar soal wanita lain, yang mengantre untuk mendapatkan suaminya.
Sebagai orang terkaya di salah satu kampung tanah Pasundan itu, semangat untuk memiliki pasangan hidup lebih dari satu sangat kuat. Godaan datang bagai air bah dan gelombang pasang di lautan yang tak pernah surut.
Tawaran, sindiran atau candaan untuk mendua, sudah biasa di kalangan para pria dewasa, apalagi bagi mereka yang memiliki jabatan, dan tergolong laki-laki berada.
Mereka menganggap memiliki istri banyak bukanlah sesuatu, yang harus disertai tanggung jawab di hadapan Allah. Menyalurkan hawa napsu, daripada zina, membantu para janda, cinta itu buta, dibolehkan dalam agama, dan masih banyak lagi alasan mereka untuk mendukan cinta.
“Mbak! Bagi saya, bukan karena Mas Anwar mampu menanggung jawab semua kebutuhan saya saja, tapi, yang paling penting adalah menanggung jawaban di hadapan Allah!” kata Usfi, saat Maisha mengatakan kalau Anwar tertarik padanya, waktu itu, tiga tahun yang lalu.
“Ya! Aku tahu, tapi, aku gak masalah kalau Mas Anwar nikahnya sama kamu, Fi! Anggap saja ini balas Budi Ustadz Sholeh padaku!”
Sebenarnya bukan Cuma sekali, dan bukan Cuma Usfi yang di sukai, tapi, setiap kali Anwar mengatakan akan menikah lagi, Maisha selalu menolak dan mencegahnya, dengan berbagai cara. Dia tahu suaminya kaya dan mampu menafkahi istri lebih dari satu, tapi, mana ada wanita yang tega jika belahan jiwanya di bagi dua?
Bukankah nyawa hanya ada dalam satu raga, bagaimana nyawa bisa di bagi kecuali sebelah nyawa lainnya pasti akan mati. Itulah sulitnya berbuat adil, apabila hati seorang lelaki dianggap sebagai nyawanya seorang wanita.
“Oh, ya sudah, Tante ke sana sekarang, kebetulan tadi Tante beli jeruk kesukaan Fadil!” kata Usfi sambil meneruskan mengemudi. Ponselnya dia letakkan begitu saja di kursi kosong sebelahnya.
“Tante mau ke sini?” tanya Naura lagi seolah tak percaya, sebab sebelumnya dia bersikeras kalau Usfi berbohong.
“Ya! Udah dulu, teleponnya Tante tutup ya, masih di jalan, nih!”
“Ya, Tante!”
Usfi tidak punya rencana setelah itu, hingga memutuskan untuk menengok Maisha di rumah mewahnya. Sementara pikirannya masih terpaut pada Gani, yang baru saja ditemuinya. Perasaannya tiba-tiba kacau, melihat penampilan pria yang kini tampak kusut dan, lebih kurus dari saat terakhir mereka bertemu, tiga tahun lalu.
👍❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf❁︎⃞⃟ʂ𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺ᶫᶦᵃ🌍ɢ⃟꙰Ⓜ
sebenarnya sih kalau dalam ajaran Islam, nikah lebih dari satu sebenarnya boleh aja. asalkan dia bisa bersikap adil dan bijak dalam mengambil keputusan. dan adil itu bukan cuman masalah nafkah saja, tapi banyak hal yg harus adil dalam pembagiannya. dan jika tidak sanggup berbuat adil dan bijaksana, lebih baik tidak usah menduakan istrinya.
2022-11-16
12
🔥⃞⃟ˢᶠᶻ🦂⃟ᴘɪᷤᴘᷤɪᷫᴛR⃟️𝕸y💞hiat
usfi wanita kedua punya anak sambung usia 17th.. agak2 susah ya..
2022-11-05
6
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞
Walahhhh juragan Kya yg mau nikahin banyak wanita.. kena virus baru tahu.. ntuhh....
2022-11-02
14