Selesai berganti pakaian, Larina segera ke kamar mandi untuk mengambil pakaian kotor yang akan di cuci. Ia memasukkanya ke dalam bak besar untuk dibawa ke mesin cuci yang ada di halaman belakang rumah.
"Kenapa di taruh disana?" tanya Ibunya yang tiba-tiba muncul dan melihat Larina memasukkan pakaian kotor ke dalam bak plastik.
"Mau dibawa ke belakang rumah. Mesin cucinya disana kan?"
"Siapa yang nyuruh? Bulan ini kita irit biaya. Cuci tangan saja." Ibu Larina berkacak pinggang sejenak lalu meninggalkan Larina.
"Yang benar saja? Ini tidak hanya 1 baju loh!" Larina membuang nafas kasar.
"Jangan banyak komplain. Kerjakan apa yang Ibu suruh. Kalau tidak, tidak ada jatah makan siang dan makan malam untukmu."
Larina mengelus dada sambil membuang nafas beberapa kali. Akhirnya Larina mencuci semua cucian dengan metode cuci tangan. Sesekali Larina mengeluh karena tangannya terasa akan lepas mencuci pakaian sebanyak itu sedangkan di dunia nyata ia biasa menggunakan mesin cuci ataupun laundry.
Setelah hampir 1 jam, pekerjaannya selesai. Larina merendam semua cuciannya ke dalam air campuran pewangi pakaian. Ia melangkah lemas menuju dapur karena perutnya sudah terasa sangat lapar dan hari mulai sore.
Larina membuka tudung saji di meja makan, ia mendengus sebal saat melhat hanya ada nasi putih tanpa lauk sedikitpun.
"Ini pasti di sembunyikan." Gumamnya sambil melangkah menuju rak buluk di dekat kamar mandi dapur.
"Hmmm, sepertinya aku harus memberikan sedikit pelajaran untuknya" ucap Larina, ia berbalik dan menuju kamar Ibunya dengan langkah pelan.
Dilihatnya Ibunya sedang tertidur pulas, Larina dengan pelan mengambil kunci pintu kamar dan menutup pintu. Ia langsung mengunci pintunya dari luar.
"Nah, beres. Aku bisa makan tanpa adanya gangguan. Hihi." Larina segera meninggalkan kamar orang tuanya dan pergi ke dapur untuk makan.
Selesai makan Larina melanjutkan pekerjaannya, ia menggantung semua cucian di belakang rumah. Saat Larina kembali masuk ke dalam rumah , Ibu Larina terbangun.
Ibu Larina awalnya biasa saja saat melihat pintu kamarnya tertutup.
"hoooaaamm." sambil mengucek mata dan mengikat rambutnya.
Ia bangkit dari tempat tidur dan berniat keluar dari kamar. Ia terlejut karena pintu kamarnya tidak bisa dibuka. Dilihatanya kuncu pintunya juga tidak ada.
"Larina!" panggilnya.
"Larina!"
"Si*alan! Buka pintunya!" Teriaknya sambil menggedor pintu dari dalam.
Larina yang mendengar hal itu langsung berlari ke kamarnya, ia berganti pakaian lagi dan pergi keluar rumah tanpa menyahuti panggilan Ibunya.
"Maaf ya, hihi!" Larina setengah berlari meninggalkan rumah.
Kaki Larina terus berjalan tanpa arah tujuan sampai ia berhenti di sebuah taman bermain. Ia duduk di sebuah kursi dan menikmati angin lembut yang menyapu wajahnya.
"Huufttt sudah berapa hari ya aku disini? 3 hari?" dengan suara pelan.
Matanya mulai berkaca-kaca, ia mengangkat wajahnya dan memandangi langit sore hari yang indah. Sekelompok burung kecil terbang sambil mengeluarkan suara-suara kecil mereka.
"Aku rindu teman-temanku."
" Adakah seseorang yang bisa membawaku pulang?"
Larina menyeka setetes air mata di sudut matanya, ia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan.
"Apa ada cara agar aku bisa keluar dari sini? Cara tanpa resiko apapun."
****
Matahari mulai tenggelam, Larina bangkit dan melangkah pergi meninggalkan taman bermain. Di sepanjang perjalanan, anak-anak kecil yang bertemu dengan Larina terus mengejek Larina
"Mbak."
"Mbak gendut banget sih."
"Kayak gajah, hahah"
"Jelek lagi, ya?"
"Jangan gitu, nanti kalian di injak!"
"Huuwaaa takut... Kabuuuurr!"
Anak-anak kecil itu berlari dengan tawa terbahak-bahak. Larina menghela nafas mendengar ejekan tersebut.
"Sabar Adinda, sabar." sambil mengelus dada. Telinga dan hatinya tentu terasa panas dan ingin membungkam mulut anak-anak itu.
Ia memandangi tangannya dan membuang nafas kasar.
"Aku pasti bisa! Bisa merubah semuanya!" ucapnya dengan penuh semangat. Larina berlari pelan sampai ia tiba di rumahnya.
Dengan masih mengatur nafas, Larina berhenti di halaman rumah karena Ayahnya sudah berdiri di teras rumah menunggu kedatangan Larina.
"Ayah. Sudah pulang, ya?" tanya Larina sembari melangkah pelan mendekati Ayahnya.
"Iya. Dari mana kamu?"
"Eee dari taman bermain." jawab Larina sambil tersenyum manis.
"Pulang sekolah langsung bermain? Tidak pulang dulu?"
"Pulang kok, Yah."
Larina mencuci kaki di sudut halaman rumahnya sebelum ia masuk ke rumah.
"Yang benar?"
"Benar, dong. Masa Larina bohong sama Ayah."
"Kalau begitu, apa kamu tau pelaku yang mengunci Ibumu di kamar?"
Larina menelan ludah. Ia mematikan kran air dan membuka sandalnya lalu masuk ke dalam rumah.
"Ibu? Di kunci di kamar? Ada orang iseng mungkin."
"Katanya kamu tidak bohong sama Ayah?!"
"Iya kan Ayah tadi tanya apakah Larina pulang atau tidak sepulangnya sekolah? Larina jawab 'Iya' karena Larina memang pulang kok."
"Oh, sudah pulang kamu!!" Ibunya keliar dari dalam rumah menghampiri Larina dan Suaminya di teras rumah.
"Iya, Bu."
"Pasti kamu kan yang ngunci pintu kamar Ibu? Anak kurang ajar memang!"
"Kena karma kali, Bu." timpal Larina santai menahan tawa.
"Kurang ajar!" Ibu Larina siap melayangkan tangannya pada wajah Larina.
"Bu, cukup!" Ayah Larina menahan tangan Istrinya.
Ayah Larina membawa kedua perempuan berharganya masuk ke dalam rumah, ia menutup pintu rumah.
"Dia sudah kurang ajar tau! Akhir-akhir ini suka membantah, tidak lagi menurut."
"Oke-oke, aku mengaku." ucap Larina sambil memutar bola matanya.
"Larina yang mengunci pintu kamar Ibu saat Ibu tidur tadi."
"Tuh kan!"
"Dengarkan alasannya dulu. Larina lapar, mau makan, tapi ternyata Ibu menyembuyikan lauknya. Yang ada hanya nasi putih. Aku lapar setelah pulang sekolah harus mencuci pakaian yang mana tidak boleh menggunakan mesin cuci, agar aku tidak diganggu jadinya ku kunci saja lah pintu kamar Ibu. Setelah itu aku pergi keluar. Apa yang ku sampaikan, itu benar terjadi. No bumbu drama tambahan dan kebohongan."
"Bu? Benar apa yang di katakan oleh Larina?" Tanya Ayah Larina
"Ya biar dia mandiri dan tidak boros toh. Di ajarin sejak dini."
"Itu mesin cuci apa gunanya, Bu? Buat pajangan? Apa mau di lelang?" Larina membuang nafas kesal
"Bu, Larina itu pulang jam 2 siang. Dia pasti lelah mengikuti mata pelajaran dari pagi."
"Kamu apa-apaan, sih? Anak itu jangan terlalu di manja. Lebay! Cuma sekolah doang kok bilangnya capek banget." Ibu Larina menarik tangannya dari Ayah Larina dan pergi ke kamar meninggalkan keduanya.
"Maaf, Ayah." ucap Larina pelan.
Ayah Larina menghela nafas, ia menarik Larina ke dalam pelukannya.
"Hangat," batin Larina
☘☘☘
Yuk tinggalin jejak di kolom komentar, berikan kritik dan saran yang positif tentunya.
Dukung aku dengan beberapa cara seperti Like, Komentar, Gift, Vote dan lainnya. Oh iya, satu lagi nih, JANGAN BOOM / SPAM LIKE YA😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
나의 햇살
kaplau aku disana, tuh ibu ibu udah aku maki-maki sampai kena ke jantungnya dan lebih memilih pergi sendiri daripada diusir
2023-03-25
0
나의 햇살
bagus. kurung aja dia seminggu disana tanpa makan dan minum
2023-03-25
0
ALONE ⭕
Sabar Larina....semua baru saja dimulai. kamu harus tegar, semua pasti akan berhasil
2022-11-24
6