"Kakek, Dena pulang." sahut Dena begitu masuk ke dalam rumah. Ia meneliti tiap sudut rumah Kakeknya tapi, tidak menemukan keberadaan sang Kakek.
"Kakek ke mana ya? Kok nggak ada di rumah. Coba deh liat di kamarnya siapa tau Kakek tidur." ia melangkah menuju kamar sang Kakek yang pintunya terbuka sedikit. Gadis itu menyembulkan kepalanya sedikit untuk melihat ke dalam kamar sang Kakek.
"Ooo... Kakek lagi sholat ternyata." gumam gadis itu lalu menutup pintu secara perlahan takut mengganggu Kakeknya.
Karena merasa badannya lengket, Dena memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Gadis itu pergi ke dapur untuk menyimpan belut yang baru saja Fairel berikan tadi.
Saat Dena keluar dari kamar mandi, ia sudah melihat sang Kakek yang tengah berkutat di dapur.
"Kek, itu belut dikasih Arel tadi." ucap Dena sambil menggosok kepalanya menggunakan handuk.
"Sholat dulu gih! Kamu pasti belum zuhur-an kan?" tebak sang Kakek.
"Ntar aja, Kek." balas Dena.
"Sekarang! Gak ada nanti-nantian. Itu mukenanya ambil aja di lemari kamar Kakek yang digantung." ujar Kakek.
"Iya deh, Kek." balas Dena berjalan menuju kamar sang Kakek lalu mengambil mukena yang di digantung di dalam lemari.
"Udah?" tanya Kakek selang beberapa menit saat melihat Dena keluar dari kamarnya.
"Udah, Kek."
"Nah, gitu. Lha wong gak lama kok cuma berapa menit aja."
Langkah kaki Dena mengikuti sang Kakek yang menuju ke dapur. Tidak disangka makanan sudah tertata rapi di atas meja.
"Makan siang dulu, Cu. Kakek udah masak buat kamu."
Sayur lobak wortel, tempe goreng, tumis kangkung. Semuanya tersusun rapi di atas meja. Dena langsung duduk di kursi meja makan diikuti sang Kakek di depannya. Menyendokkan nasi ke dalam piringnya dan mengambil lauk pauk.
"Eummm... enak, Kek." puji Dena. Masakan Kakeknya selalu menjadi andalan menu favoritnya. Padahal hanya masakan sederhana tapi sangat menggugah selera.
"Tadi saat Kakek ke sawah, kamu ngapain aja?" tanya Kakek.
"Banyak, Kek. Penduduk di sini ramah, sama seperti saat Dena dulu main ke sini." cerita Dena.
"Baguslah. Kakek gak perlu khawatir sama kamu. Oh ya. Abis ini Kakek mau ke rumah penduduk sini, kamu mau ikut?" tawar Kakek mengingat nanti ia diundang oleh salah satu warga untuk menghadiri acara syukuram.
"Boleh, Kek? Kakek gak repot kan nanti bawa Dena ke sana?"
"Enggak kok. Kakek udah selesai, kamu lanjutin ya makannya, Kakek tunggu di depan. Kamu siap-siap dulu abis itu baru kita berangkat." ujar Kakek bangkit dari duduknya.
"Iya, Kek." jawab Dena.
Saat sudah selesai, Dena terlebih dahulu membereskan meja makan. Ia mencuci piring kotor baru setelah itu bersiap-siap.
"Kek, Dena udah siap nih." seru Dena keluar rumah menemukan Kakeknya tengah duduk di kursi.
"Udah ya? Yuk, kita berangkat sekarang."
"Naik sepeda?" tanya Dena melihat Kakeknya menyeret sepeda ontel yang terkenal di zamannya dulu.
"Gak naik motor aja, Kek?" ujar Dena lagi.
"Naik sepeda aja biar lebih sehat, dan juga gak menimbulkan polusi. Kenapa? Kamu mau naik motor? Memangnya tau?" ledek sang Kakek membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ish! Kakek mah suka ngeledekin cucunya sendiri." balas Dena.
"Hahahaa... makanya, Cu, jangan banyak protes. Ayok, sini Kakek bonceng pakai sepeda. Tenang aja, Kakek masih kuat kok buat ngayuhnya. Lagian badan kamu juga gak seberapa."
"Beneran, Kek? Gak nyunsep di parit kan nantinya??"
"Iya, enggak. Mau gak nih? Kalau gak mau Kakek tinggal aja ya?" goda Kakek yang sengaja mengayuh sepedanya sedikit.
"Eh! Eh. Mau, Kek, mau. Jangan tinggalin Dena sendirian." gadis itu langsung naik ke belakang. Berpegangan erat pada pinggang Kakeknya.
Perlahan sepeda itu bergerak, melewati jalan-jalan setapak di desa itu. Walaupun terik, tapi, tidak membuat suasana di sana panas, malahan sedikit adem karena banyak pepohonan dan angin yang berhembus sedikit kencang.
"Cu, gimana sekolahnya di sana?" tanya Kakek mengayuh sepeda dengan santai.
"Aman aman aja, Kek. Tapi..." gadis itu menjeda.
"Kenapa, hm? Ada yang gangguin cucu Kakek?" tebak Kakek.
"Bukan, Kek. Tapi, itu Papa... masa Dena dilarang pacaran. Malahan ya, Kek, cowok yang jadian sama Dena tuh langsung minta putus saat Papa mengerahkan pengawalnya." adu Dena mengingat kejadian lalu.
Kakek Hari hanya tertawa melihat cucunya yang menderita karena keposesifan Papanya. "Kakek setuju sama keputusan Papa kamu. Sekolah dulu yang bener, jangan pacaran mulu, gak baik, bisa menimbulkan efek negatif contohnya kamu menjadi malas, lupa waktu."
"Tapi, Dena tuh pacarannya gak nuntut, gak banyak macamnya kok, Kek."
"Ya, itu. Sama aja."
"Papa yang terlalu berlebihan, Kek, tiap kali Dena mau keluar, eh tau-taunya udah ada pengawal Papa di belakang Dena. Jadinya Dena gak bebas, Kek. Semua aktivitas Dena selalu dilihat oleh Papa." keluh gadis itu.
"Gini ya, Cu. Dengerin Kakek. Wajar Papa kamu bersikap begitu. Kamu adalah permatanya, anak satu-satunya. Orang tua mana yang mau membuat anaknya menderita? Nggak ada, Cu."
"Kamu orang satu-satunya yang Papa kamu punya semenjak Mama kamu pergi. Papa kamu jadi lebih waspada dalam menjaga kamu, takut anak satu-satunya salah pergaulan."
"Sekarang kamu ngerti kan gimana perasaan Papa?"
"Memangnya kamu gak mau punya Mama sambung?" goda sang Kakek lagi.
"Mau sih, Kek. Tapi, perempuan yang deketin Papa itu semuanya matre. Di depan aja yang baik ehh giliran di belakang busuk. Dena gak suka, Kek. Tiap mereka datang pasti nyari-nyari perhatian Dena." adu gadis itu.
"Dena tau Papa pasti butuh pendamping. Tapi, nyarinya yang susah, Kek." celetuknya lagi.
"Hahahaa... yaudah, kamu aja yang cariin pasangan buat Papa kamu. Siapa tau ada yang cocok." balas Kakek sambil tertawa.
"Enggak dulu deh, Kek. Pusing Dena mikirinnya." seru Dena sedikit tertawa.
"Papa kamu ganteng, kaya, baik, trus apa lagi? Ya jelas perempuan pada ngejar Papa kamu."
"Dena juga gak kalah cantik, Kek. Pinter juga."
"Iya deh iya. Cucu Kakek yang paling ter ter ter baik."
"Nah! Sampai. Hati-hati turunnya, Cu." ujar Kakek memberhentikan sepedanya. Menuntun pelan Dena untuk turun dari sepeda.
"Rame ya, Kek." ujar gadis itu melihat orang lalu-lalang.
"Masuk yuk! Kakek nyimpan sepeda dulu." ucap Kakek lalu menyimpan sepedanya di tempat teduh.
Setelah menyimpan sepeda, Kakek langsung menghampiri Dena, mengajaknya masuk ke dalam rumah salah satu warga di sana.
"Kek, ini kok lewat jalan sini? Kenapa gak lewat jalan depan aja?" tanya Dena sedikit heran saat Kakeknya mengajaknya melewati jalan belakang.
"Di depan ramai, Cu. Kakek udah biasa lewat jalan belakang." balas Kakek menjelaskan.
"Ooo, gitu ya, Kek." balas Dena ber'oh saja.
Masuk lewat pintu belakang adalah jalan alternatif menghindari keramaian yang berujung mentok di jalan. Pintu belakang rumah itu terbuka, Kakek langsung mengajak Dena masuk. Sebelumnya melepaskan sendal mereka terlebih dahulu. Mengucap salam saat masuk yang langsung disambut oleh para warga di sana, tepatnya warga yang sedang duduk di ruang dapur, menemani para ibu-ibu yang bertugas memasak di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
azril arviansyah
kira2 acara apa ya
2022-07-17
1
🅝︎🅐︎🅝︎🅐︎🅩︎ Hiat🍀⃝⃟💙
kakek,,,nenek dmn eh apa udah ga ada ya
2022-06-18
1
❤️⃟Wᵃf Zhang zhing li♚⃝҉𓆊
setelaj dicari" ternyata kakek berada didalam kamarnya sendiri
2022-06-18
2