Bukannya iba, Dewi yang menyaksikan kakak kandungnya meregang nyawa malah tersenyum puas.
“Akhirnya, sebentar lagi kau akan mati! Cepat, bunuh dia mas Asir bodoh! Dengan begitu, aku akan menikah dengan mu. Setelah itu kau akan ku laporkan pada polisi, dan pada akhirnya, akulah yang akan menguasai harta mu, hahaha...” Dewi senang bukan main, ia sungguh berharap Asir menghabisi Fi saat itu juga.
“Cuih!” Asir meludahi wajah istrinya yang tak berdaya. “Dasar perempuan laknat! Tak bisa merawat diri! Cih!” Asir yang belum puas mengambil kabel telepon yang tak jauh dari jangkauan tangannya. Kemudian ia melilitkan ke leher jenjang istrinya.
“Humm...” Asir sekuat tenaga menarik kabel telepon yang ada di leher Fi.
Winda yang kembali melihat hal tersebut. Ia dengan cepat berlari menuju kedua majikannya
“Apa yang kalian lalukan! Ayo pisahkan!” Winda membentak kedua rekan kerjanya.
Dengan cepat ketiganya memisahkan Asir dari Fi, Winda yang melihat gunting ada di atas meja tempat telepon rumah berada, segera mengambilnya.
Tek! Tek!
Winda menggunting kabel telepon yang mencekik Fi dari sisi kiri dan kanan.
“Apa yang kau lakukan Winda?! Kau juga Sinta! Resti!” pekik Asir. Asir yang kalap menendang perut ketiga Art nya secara sembarang dengan berutal.
Bertepatan itu, Andri dan Emir putra Asir dan Fi pulang dari rumah abang sepupu Asir.
Emir yang melihat ibunya terkapar tak berdaya serta bersimbah darah menangis histeris.
“Ibu!!!” si kecil Emir yang masih berusia 4 tahun lari mendatangi ibunya.
Sedang Andri yang di gendong oleh Johan sang supir pribadi keluarga itu menatap nanar tanpa berkata apapun.
Ada apa ini? batin Johan.
Ia tak dapat melakukan apapun, sebab ia takut di pecat, ia yang masih butuh kerja untuk membiayai istri dan kelima anaknya harus tutup mata melihat 4 wanita terbaring mengenaskan di lantai.
“Ibu... hiks...” Emir memeluk Fi sang ibu yang sangat menyayanginya.
Fi dengan susah payah membuka matanya yang telah sipit karena bengkak.
“Ibu baik-baik saja nak.” ucapnya dengan penuh senyum.
Emir yang tahu itu adalah perbuatan ayahnya, bangkit dari tubuh ibunya.
“Ayah jahat! Ayah jahat!” Emir kecil memukul-mukul paha sang ayah dengan kepalan tangannya yang mungil.
“Akh! Anak pembawa sial!”
bruk! Asir mendorong tubuh darah dagingnya hingga menimpa istrinya yang tak berdaya.
Andri yang melihat hal tersebut pun menangis, karena Andri begitu menyayangi Emir, ia tak pernah terima jika sang abang sakit atau di marahi ibu dan ayahnya.
Tangisan kedua buah hatinya membuat Asir mendadak pusing, ia yang ingin memberi pelajaran pada Andri dengan amarah berapi-api berjalan menuju anaknya yang ada di dekat pintu masuk.
“Bagus, bunuh semua, karena itu yang ku mau, hehehe!” Dewi tertawa licik.
Plak! Tanpa belas kasih, Asir menampar putra bungsunya.
“Hiks... huahh!!” tangisan Andri dan Emir semakin kencang.
Emir yang menoleh ke arah belakangnya melihat tawa menyeringai tantenya.
“Diam! Diam kau anak nakal! Aku tak pernah menginginkan kehadiran kalian berdua, karena kalianlah wanita jelek itu menjadi sampah, tak bisa di pakai! Menjijikkan, aku selalu ingin muntah melihat bekas-bekas mengerikan yang ada pada tubuhnya.” ketika Asir akan kembali menampar putra bungsunya, Alisyah, ibu kandung Asir pun datang.
”Hentikan! Mau kau apakan cucu ku bangsat!” pekik Alisyah dengan raut wajah tegang.
Lalu Alisyah mengambil Andri dari gendongan Johan.
“Kau juga tak berguna, anak bayi tak berdosa kau biarkan di aniaya di depan mata mu?! Kau manusia atau bukan? Ternyata setan lebih punya hati, di bandingkan dirimu!” Alisyah memarahi Johan yang tak bisa melindungi kedua cucunya.
“Saya tak berani nyonya,” Johan menunduk takut.
“Kau gagal! Mulai sekarang kau ku pecat!”
Duar!!
Bak tersambar petir, Johan yang diam karena takut di pecat.
Malah di pecat karena diam dan tak melalukan tindakan apapun.
“Tapi nyah...”
“Keluar kau!” Alisyah mengusir Johan dari rumah putranya.
“Apa-apaan kau bu?! Jangan ikut campur dengan urusan ku!” Asir si anak durhaka membentak ibunya.
“Diam kau!” Alisyah pun melihat ke sekitarnya yang begitu kacau.
“Kalau ayah mu masih hidup, pasti kau sudah di tendang, hanya karena kau mewarisi perusahan ayah mu, kau jadi seenaknya, biadab!” tutur kata Alisyah yang menusuk telinga membuat Asir muak.
“Sebaiknya ibu pulang, bawa semua sampah ini ke rumah ibu, aku tak butuh!” Asir meyerahkan anak dan istrinya pada ibunya.
“Aku akan membawanya.” lalu netra Alisyah tak sengaja menangkap Dewi yang tengah berdiri di pintu kamar anak dan menantunya.
“Oh, jadi wanita itu yang telah merusak akal sehat mu?” Alisyah tertawa getir. “Sebelum kau sadar, kau akan menyesali segalanya, dan saat itu terjadi, urus dirimu sendiri!”
“Simpan nasehat mu itu orang tua, dan pulanglah ke rumah mu!” Asir mengusir sang ibu dari rumahnya.
“Baik. Toni!” Alisyah memanggil supir pribadinya.
“Siap nyonya!” sahut sang supir.
“Bawa Fi ke dalam mobil, kita ke rumah sakit.” titah Alisyah.
“Baik nyonya.” Toni pun menggendong tubuh Fi keluar dari dalam rumah. Selanjutnya Alisyah membawa kedua cucunya menuju mobilnya yang terparkir di depan pintu utama.
Setelah ibu dan anak istrinya pergi, Asir pun mengusir seluruh pembantunya.
Ia tak sudi jika berhubungan dengan orang-orang yang telah berkhianat padanya.
“Keluar, kalian semua ku pecat!!” Ketiga Art angkat kaki dengan langkah tertatih.
Saat seisi rumah telah hening. Dewi yang licik datang menghampiri Asir.
“Apa setelah ini kau akan menikahi ku?” ucapnya manja seraya memeluk tubuh iparnya.
“Tentu saja.” jawab Asir dengan yakin.
“Jangan lupa, ceraikan Fi, aku tak ingin kau punya istri dua mas.” permintaan Dewi tak dapat di tolak oleh Asir.
Dewi yang ahli mengendalikan ranjang membuat Asir mabuk kepayang, hingga menghancurkan rumah tangganya sendiri.
“Aku masih tanggung, ayo main lagi!” ucap Asir.
“Ayo mas!” ketika pasangan hina itu akan beranjak ke kamar. Yuri, ibu sambung Dewi dan Fi pun datang.
“Assalamu'alaikum...” orang tua bertubuh rentan itu mengucap salam.
Dewi yang mengenali suara itu pun memutar mata malas.
“Untuk apa wanita tua dan mandul itu kemari.” Dewi yang tak pernah menghargai ibu sambungnya dengan perasaan malas memberi tatapan mata tajam pada Yuri.
“Pulanglah, acara sudah selesai.” ucap Dewi.
“Wi, ibu sudah dengar apa yang terjadi, teganya kau main gila dengan suami kakak mu sendiri.” Yuri sangat kesal dan juga menyesal, karena gagal mendidik anak sambung yang di titipkan suaminya padanya 7 tahun silam.
“Lalu kau mau apa? Hah! Tak usah menasehati ku mandul! Kau bukan ibu ku, sebaiknya kau pulang, perbanyak amal ibadah, karena kau sudah bau tanah!” meski Dewi bersikap kasar di hadapan Asir.
Namun Asir tetap menyukai Dewi yang telah membuatnya mabuk darat.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Parah ini mah
2024-07-21
0
Juan Sastra
ini kisah tersadis dan terbiadab ,,yg pernah aku baca, jauh dari agama ahklaq dan fikih , jgn sampai di baca oleh anak yg masih labil atau di bawah umur , bahaya
2023-02-22
1
tea aza
wah sadis lu Thor...
2023-02-09
0