"Kan Rhea masih kecil Bu, masih kelas 3 SMP. Dia masih sekolah, takut sekolahnya terganggu," Pak Adrian membela dirinya, tapi dia juga terlihat begitu menyesal.
"Ya kan gak langsung nikah Yah. Dia cuma minta ijin saja. Mungkin nikahnya nunggu Rhea lulus sekolah Yah. Kan syarat nikah juga ketat sekarang. Harusnya Ayah jelaskan dulu agar dia tidak salah paham. Eh tapi jangan-jangan Ustad Fariz dengar obrolan kita sama saudara-saudara waktu itu Yah, kan sikap Ustad Fariz berubah sesudah acara itu. Ck, lagian mereka apa-apaan sih omongannya merendahkan Ustad Fariz, padahal juga belum tentu Rhea mau jika diminta menjadi istrinya," Ibu benar-benar merasa frustasi memikirkannya.
"Sudahlah Bu, mungkin sudah takdirnya seperti ini. Dan mungkin sudah jodohnya Ustad Fariz dengan wanita itu," Ayah menenangkan Ibu dengan mengelus-elus puncak rambut Ibu.
Air mata Rhea lolos begitu saja membasahi pipi, bahkan air mata itu begitu deras. Rhea menutup mulutnya dengan telapak tangannya dan dia menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.
Sebelumnya Rhea tadi hendak ke dapur mengambil minum, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar obrolan Ibu dan Ayah membahas pernikahan Ustad Fariz.
Rhea mendengarkannya karena ingin tahu kabar Ustad idolanya itu dan karena juga dia ingin tahu wanita seperti apa yang hendak menjadi istrinya.
Namun Rhea malah terkaget mendapati fakta yang ada, dia mendengar tentang kemauan Ustad Fariz yang menginginkannya menjadi calon istrinya namun ditolak oleh orang tuanya dengan alasan dia masih kecil dan masih sekolah, padahal nikahnya pun tidak sekarang, dan juga omongan-omongan merendahkan dari saudara-saudaranya.
Rhea mengerti perasaan Ustad Fariz yang mungkin terhina dengan semuanya.
Rhea kembali ke dalam kamarnya ketika obrolan Ayah dan Ibu sudah selesai membahas Ustad Fariz. Rhea merasakan perasaannya campur aduk tidak karuan.
Huffft.... dia menghela nafas panjang meredakan rasa sesak dan nyeri di dadanya. Hingga akhirnya dia terlelap tanpa sengaja di lantai kamar yang beralaskan karpet bulu.
Hari-hari berlalu, Rhea melalui harinya seperti biasa hanya antara rumah dan sekolah. Entah mengapa hari-harinya akhir-akhir ini tidak ada semangat, padahal di sekolah banyak teman Rhea yang sangat kocak mengajak Rhea bercanda, terutama beberapa teman laki-laki yang duduk di deretan bangku belakangnya.
Mereka seolah melihat kesedihan dalam raut wajah Rhea. Mereka membuat begitu banyak lelucon, candaan, bahkan merayu Rhea agar dia mau tersenyum seperti biasanya. Rhea pun tersenyum tipis, namun senyuman itu getir yang tercetak di bibirnya.
Pada saat jam istirahat Rhea merasa dadanya begitu sakit dan begitu sesak, dia merasa begitu tidak nyaman, hingga dia berulang kali menghirup nafas dalam-dalam dan menghelanya, namun meskipun dilakukan berkali-kali pun tetap saja semua rasa itu masih tetap ada.
Dia merasa ada yang salah dengan perasaannya, dia takut jika terjadi apa-apa dengan keluarganya. Dia segera menghubungi Ibunya dan bertanya tentang keadaan di rumah, namun dari penjelasan Ibu Rhea bisa menyimpulkan bahwa tidak terjadi apa-apa di rumah.
Rhea bernafas lega setelah mendengar jawaban dari Ibunya. Namun rasa sakit dan sesak di dadanya masih begitu terasa. Bahkan rasa tidak nyaman pun makin terasa dan membuat dia semakin gelisah, hingga dia putuskan untuk melaksanakan shalat dhuha di Masjid sekolah.
Jam istirahat pun selesai, Rhea pun kembali ke dalam kelas tanpa makan ataupun jajan di waktu istirahatnya dikarenakan waktu istirahatnya habis digunakannya di Masjid tadi.
Namun dia masih saja merasakan hal yang sama, sampai-sampai di saat guru menerangkan pun dia melihat ke arah papan, namun bibirnya beristighfar terus-menerus untuk menghilangkan gelisah, rasa sesak dan sakit di dadanya.
Namun rasa-rasa itu semakin kuat, hatinya semakin sakit dan sesak hingga matanya berkaca-kaca, ada air mata di sudut matanya, namun sekuat tenaga Rhea menahan agar air mata itu tidak keluar.
Astaghfirullah hal adzim.... ada apa ini? Kenapa hatiku begitu sakit dan dadaku begitu sesak? Rasanya begitu sedih. Ya Allah sebenarnya apa yang terjadi? Rhea menghirup nafas dalam-dalam dan menghela nafas panjang setelah menanyakan itu semua dalam hatinya.
Langit sore menyapa, Rhea berjalan kaki menyusuri jalan menuju rumahnya. Kali ini Ayahnya tidak menjemputnya. Dan Rhea selama SMA memang sudah terbiasa jika pulang dia naik angkot dan jalan kaki menuju rumahnya. Jika berangkat sekolah kadang naik angkot tapi kadang dia juga diantar oleh Ayahnya.
Rhea berjalan kaki dengan perasaan yang lelah. Bukan lelah karena capek fisik, namun lelah karena rasa sakit yang dirasakan di hatinya dan sesak di dadanya yang entah apa penyebabnya.
"Assalamu'alaikum.... Ibu... Ayah... Rhea pulang....," seperti biasa Rhea langsung masuk ke dalam rumah dan menuju kulkas untuk mengambil air minum pelepas dahaganya.
"Wa' alaikummussalam... Eh anak Ibu yang cantik udah pulang. Gimana tadi di sekolah, lancar?" Ibu menyambut Rhea dengan menyodorkan tangannya. Seperti biasanya Rhea mencium punggung tangan Ibunya.
"Alhamdulillah lancar Bu. Eh kok sepi Bu? Ayah kemana?" Rhea celingak-celinguk mencari keberadaan Ayahnya. Masa' iya sih Ayahnya gak kelihatan, wong badannya aja segede itu, Rhea aja bisa sembunyi dibalik tubuh Ayahnya.
"Ayah ada di kamar, lagi istirahat, barusan pulang dari nikahannya Ustad Fariz. Cuma nikahan aja kok secara sederhana," Ibu menjawab sambil berlalu ke dapur.
Jeduaaaaar..... bagai tersambar petir, Rhea diam tak berkutik. Ada yang hangus tapi tidak berbekas, ada yang sakit tapi tidak berdarah, seperti tertusuk jarum dan tersayat belati rasanya begitu sakit, seperti tercubit namun tidak ada bekasnya, hanya rasa sakit yang begitu mendalam kini dirasakannya.
Rhea segara berlari menuju kamarnya, tidak mau orang rumahnya tahu jika air matanya kini jatuh bebas tanpa hambatan.
Dilemparkannya tas sekolahnya di meja belajarnya, dan tubuhnya dihempaskan di kasurnya, dia menangis tersedu-sedu tanpa suara.
Diredamnya suara tangisnya pada bantal dan selimut yang tebal. Untung saja dia sempat mengunci kamarnya setelah dia masuk tadi. Jadi aman, dia tidak takut jika ada yang mengetahui dia menangis.
Ya Allah mengapa hatiku begitu sakit dan dadaku begitu sesak? Apa karena ini semua yang membuatku seharian ini tersiksa? Mengapa mendengar dirinya menikah dengan wanita itu membuat hatiku begitu sakit? Ya Allah sakit sekali rasanya...., Rhea berucap dalam hati di sela tangisannya. Dia tidak menyangka bahwa hatinya bisa sesakit ini, padahal dia tidak mengetahui jika hari ini Ustad Fariz menikah, bahkan rasanya lebih sakit lagi ketika dia mengetahui pernikahan itu.
Apa artinya ini Ya Allah... apa dia tidak ikhlas menikah dengan wanita itu dan apa karena dia mencintaiku sehingga rasanya begitu sakit di hatiku dan dadaku begitu sesak dan gelisah seharian ini, padahal aku tidak mengetahui jika hari ini dia menikah, lagi-lagi pertanyaan itu hadir dalam batinnya.
Semenjak Ustad Fariz menikah, kehadirannya seperti hilang entah kemana. Rhea pernah mendengar dari obrolan Ibu dan Ayah bahwa saudara-saudara dari Ibu Ustad Fariz tidak menyetujui pernikahan mereka. Karena mereka tidak suka sikap dan perilaku dari istri Ustad Fariz.
Dan Ustad Fariz pun tidak pernah lagi mampir atau sekedar berkunjung ke rumah Rhea. Hufft.... lagi-lagi Rhea menghela nafas panjang, dia tidak menduga efeknya akan sedalam ini pada dirinya.
Bertahun-tahun berlalu, hingga Rhea pun sudah lulus SMA dengan hasil yang memuaskan. Dia sekuat tenaga melupakan rasa sakit dan perasaannya pada Ustad idolanya itu.
Tapi entah mengapa namanya tetap ada dalam hatinya. Tidak pernah sekali pun bisa terhapus meskipun Rhea berusaha keras untuk menghapusnya.
Ya memang benar sih dia belum pernah dia mengisi hatinya dengan nama lain, karena selama ini dia tidak pernah yang namanya pacaran , dia hanya fokus pada pelajaran sekolahnya saja.
Kurang lebih lima tahun berlalu, kini Rhea dipersunting oleh lelaki yang berani memintanya pada orang tuanya.
Memang dia tidak mencintainya, karena setelah hatinya sakit karena Ustad Fariz, dia seperti belum berniat untuk menjalin hubungan dengan siapa pun, karena trauma akan sakit hatinya yang begitu sakit dan lama terobati.
Lelaki yang menyukai sosok Rhea itu berkali-kali meminta Rhea untuk menjadi pacarnya, namun Rhea hanya menjawab jika dia perlu waktu untuk menjawabnya. Begitu keras usaha lelaki itu untuk mendapatkan hati Rhea.
Tiap hari dia mengantar jemput Rhea untuk bekerja. Hingga ke dua orang tua mereka masing-masing mengira jika mereka sudah memiliki hubungan yang serius, sehingga kedua orang tua Rhea menyuruh lelaki itu untuk datang melamar anaknya.
Andri Brahmana, nama yang tertera sebagai seorang suami yang bersanding dengan nama Rheina Az Zahra di akta nikah.
Tadinya Rhea bimbang akan keputusannya untuk menikah dengan Andri karena hatinya tidak yakin dan belum merasakan cinta pada Andri, namun dia menyetujuinya karena melihat keseriusan Andri dan juga dia tidak tega untuk mempermalukan kedua orang tuanya dan kedua orang tua Andri yang menaruh harapan lebih padanya. Begitu gundah hatinya, hingga temannya menyarankannya untuk melaksanakan shalat istikharah.
Di malam itu Rhea melaksanakan shalat istikharah guna mencari petunjuk untuk keputusannya. Namun setelah dia bangun dari tidurnya di keesokan harinya dia mendadak menjadi orang linglung.
Dia mengingat-ingat mimpi yang hadir dalam tidurnya. Pada doanya dia menyebut nama Andri, namun bukan wajah Andri yang ada di dalam mimpinya, melainkan seorang pangeran bersarung memakai baju koko berwarna putih namun wajahnya begitu samar hingga Rhea tidak mengenalinya.
Pikiran Rhea mengarah pada Ustad Fariz, namun segera ditepisnya karena tidak mungkin dia akan bersama Ustad Fariz, karena Ustad Fariz sudah menikah beberapa tahun yang lalu, dan sekarang pun dia tidak tahu bagaimana keadaannya.
Rhea menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia memang tidak mengerti siapa yang hadir dalam mimpinya, namun menurutnya sekarang sudah terlambat, karena semuanya akan kacau jika dia membatalkannya meskipun mereka hanya baru bertunangan dan persiapan mereka untuk menikah baru 50%.
Dia tidak mau kedua orang tuanya kecewa, syok dan malu atas perbuatannya. Dan akhirnya pernikahan itu dilaksanakan dengan lumayan meriah.
Ustad Fariz datang pada saat ikrar ijab kabul dilaksanakan. Ustad Fariz datang untuk memenuhi permintaan Pak Andri dan Bu Ratih untuk mengaji bersama Ustad Yadi.
Begitu Rhea muncul untuk berjalan mendekati Andri yang duduk di depan penghulu untuk menikahkan mereka, mata Rhea bertabrakan pandangan dengan Ustad Fariz.
Rhea terpaku dan tanpa sadar dia tersenyum pada Ustad Fariz, saking senangnya dia melihat Ustad Fariz hingga dia lupa akan tujuannya saat ini yang hendak duduk di samping Andri.
Rhea kecewa ketika Ustad Fariz yang menundukkan pandangannya sesudah mata mereka saling menatap. Senyum Rhea pudar ketika dia melihat Ustad Fariz menundukkan pandangannya, dan dia tersadar ketika ada suara memanggilnya untuk segera duduk di dekat Andri.
Pikiran Rhea bercampur aduk saat ijab kabul terdengar di telinganya. Dia tidak percaya jika sekarang dia sudah menjadi seorang istri dan dia sedih akan sikap Ustad Fariz padanya. Hingga pada saat malam hari, Rhea melihat Ustad Fariz kembali namun bersama istrinya.
Mata Ustad Fariz dan Rhea kembali bertemu dan saling menatap dari kejauhan dan ditengah ramainya tamu yang datang. Ada desiran aneh dalam dada Rhea, bahkan tiap mata mereka selalu saja jantungnya merasa deg-degan, padahal sudah bertahun-tahun lamanya mereka tidak bertemu, dan Rhea pun sudah berusaha mati-matian untuk melupakannya.
Rhea dan Andri hanya berada di pelaminan, karena banyaknya tamu undangan yang datang jadi mereka tidak bisa kemana-mana, bahkan untuk makan saja mereka tidak bisa. Sampai-sampai Rhea tidak sadar jika Ustad Fariz dan istrinya sudah tidak berada di tempat duduknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
☘️BILAA☘️
😭😭😭😭 kisah cinta tak sampai, padahal mereka saling mencintai,, mungkin kah mereka masih bisa bersatu lagi..
2022-09-05
3
Ⓝⓨⓐⓘ Ⓖⓐⓑⓤⓣ
Angel wes angel 😭
2022-05-23
1
Ⓝⓨⓐⓘ Ⓖⓐⓑⓤⓣ
byuh, mama nulis part nya Amir, eh dibalas cuci muka pake bawang disini 😭
2022-05-23
5