Beberapa saat kemudian, pelabuhan.
Tempat banyaknya lampu yang bersinar pada sepanjang ruas jalan, kardus barang dimana-mana, teriakan demi teriakan menggema di segala penjuru.
"Hoi kau! Cepat bawa barangnya!" perintah salah seorang pedagang kesal.
"Silahkan tunjukkan tiket Anda Nyonya... " ramah seorang penerima tamu di kapal mewah yang berlabuh.
"Persetan dengan mereka! Pekerjaan ini sangat melelahkan." gerutu para buruh angkut yang sudah kelelahan.
Semua orang masih sibuk beraktivitas pada malam itu, karena kebanyakan orang di sana berprofesi sebagai nelayan dan pedagang.
"Mereka ini... Apa mereka tak bisa membedakan antara siang dan malam?" batin Kristina mengoceh karena suara riuh di sekitarnya.
Sewaktu dia sedang melamun dan menahan sakit kepalanya, seorang pria mabuk tiba-tiba menabrak wanita itu dan membuat keributan.
"Dasar brengsek! Kau bisa jalan tidak?! Pakai matamu dengan benar bodoh!" teriak pria itu dengan wajah merah kehilangan akal, tampak dia sangat mabuk. Dan tentu saja itu membuat Kristina menjadi tambah kesal.
Dia mendekati pria itu, menunduk dan mengulurkan tangan padanya.
Senyum manis terlihat jelas di wajah gadis itu, "Anda tak apa Tuan? Maaf karena saya telah menabrak Anda." tuturnya ramah dan sopan.
Kristina bukanlah orang yang akan membuat keributan hanya karena masalah kecil, lain cerita jika orang itu sudah kelewat batas.
Bukannya menjawab atau menggapai tangan wanita itu, si pria mabuk ini malah berlari tunggang langgang seakan telah melihat setan.
"Apa-apaan tukang mabuk itu? Dia hanya bisa merusak nama tempat ini... " bisik salah satu pedagang yang lewat.
"Pria mabuk bodoh, hahaha!" ejek yang lainnya menyambung.
Orang-orang yang melihat kejadian itu hanya berkomentar dengan pendapatnya sendiri, mereka meyakini mereka benar karena sudah melihat kejadian itu secara langsung. Namun, apakah mereka merasakannya secara langsung juga?
Memang bantuan yang diberikan Kristina adalah hal biasa di mata orang lain, tapi tidak di mata pria mabuk itu.
"Hm, Bodohnya... " gumam Kristina berdecak kesal, ia tak menghiraukan komentar yang didapatkannya, hanya berjalan ke depan sampai akhirnya tiba di depan sebuah kapal megah nan indah, kapal itu adalah kapal impian bagi semua orang.
"Mana tiketnya? Jika kau tak punya tiket cepat pergi! Ada banyak orang yang menunggu giliran." kata seorang awak kapal yang bertugas untuk menjaga pintu depan, wanita itu memberikan sebuah tiket merah yang ia dapatkan dari Hans.
Mulut pria itu ternganga sesaat sangking terkejutnya. Sikapnya langsung berubah menjadi berbeda, ramah dan sangat sopan, "Mari Tuan, silahkan masuk... Maaf apabila perilaku saya kurang menyenangkan, selamat bersenang-senang."
Karena sudah merasa lelah, Kristina hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan menaiki kapal. Sewaktu dia baru ingin melangkah masuk, terdengar keributan yang ricuh dari luar.
"Ya ampun mayat! Ada mayat!" teriak salah seorang nenek pedagang histeris.
"Ugh... Menjijikkan, cepat panggil petugas keamanan kemari!" sambung seorang pejalan kaki yang merasa terganggu.
Mereka beramai-ramai berkerumun pada jasad pria di sebuah kardus yang entah muncul dari mana itu. Mereka mencemooh dan mengejeknya secara terang-terangan, jasad yang menyedihkan dan mengenaskan, seorang pria yang termutilasi dan kehilangan lidahnya.
Mulutnya ternganga dengan darah yang mengalir dari sisa potongan lidahnya. Kristina hanya melirik sekilas dan ia mengerutkan alisnya karena dia paham betul siapa yang telah melakukan hal tidak waras ini.
"Ada apa dengan semua emas itu? Kurasa ini hasil mereka menaikkan pajak beberapa bulan yang lalu..." Itulah kesan pertama yang dirasakan oleh wanita itu.
Dia berpikir, bagaimana bisa mereka membuang buang uang untuk melapisi kapal dengan emas?
"Aku harap kapal ini tenggelam karena kelebihan beban... " gumamnya asal bicara dengan suara serak khas pria.
Pelayan yang ada di dekat Kristina terkekeh kecil, ia berusaha menahan tawanya, tapi dia terlambat karena wanita itu sudah memperhatikannya sejak masuk.
"Ah... Ma--maafkan saya Tuan... Desainnya memang telah dirancang sedemikian rupa untuk menyenangkan para tamu luar," pelayan itu menundukkan kepala sopan.
Tak ada respon apapun, hanya keheningan yang ada di sekitar mereka, sangat berbanding terbalik dengan fakta bahwa para tamu sedang bergembira.
"Mari, silahkan ikuti saya Tuan, tempat untuk tamu khusus berada tidak jauh dari sini... " bisik si pelayan.
Memang perjalanan yang sangat singkat, hanya dengan waktu lima menit mereka telah sampai di depan sebuah ruangan kecil, terlihat seperti gudang dari luar, di dalamnya hanya ada beberapa buah sapu dan kain pel.
Sang pelayan memasuki ruangan itu terlebih dulu dan bergegas mencari sesuatu di dinding, benar saja, ruangan itu ternyata adalah sebuah lift.
"Silahkan Tuan... " ajak pelayan itu, setelah Kristina masuk, dia menggosok dinding dan ruangan itu tertutup sembari berjalan ke bawah.
"Lift ini sengaja didesain agar tidak terlalu menarik perhatian pengunjung lain, jadi mohon maaf apabila Anda tidak merasa nyaman." jelas pelayan itu tanpa diminta.
"Setelah kupikir lagi, suaranya terdengar tak asing bagiku..." batin Kristina lalu mengangguk.
"Tak masalah, lagipula itu bukan hal yang harus dipedulikan, kau tak perlu berbicara jika aku tidak bertanya padamu." ujar wanita itu angkuh.
Si pelayan hanya dapat tersenyum dan menganggukkan kepalanya mendengar perkataan Kristina.
"Sudah berapa lama kau bekerja di sini?" tanya perempuan itu tiba-tiba.
"Hm, sekitar tiga tahun Tuan." sahut si pelayan sambil menampilkan senyum bisnis andalannya.
Ketika mendengar pernyataan itu, tak ada lagi keraguan di wajah Kristina, kemudian dia segera menaikkan sebelah alisnya dan berkata, "Begitu ya? Pasti berat kerja ringan seperti ini jika sudah terbiasa melakukan pekerjaan kasar... "
Kristina menunjuk kapalan yang ada di tangan pria itu karena tampaknya sang pelayan bingung dengan maksud perkataannya.
"Oh, iya. Anda sangat benar." balas pria itu tak suka.
Beberapa menit berlalu, lift berhenti dan terbuka.
Terlihat ruangan yang lebih indah daripada ruangan yang berada di atas, tempat termegah di kapal Ruby. Ruby Room, tempat dimana para tamu khusus berpesta dan menghamburkan uang mereka.
Hukum yang berlaku di sini ialah, "Hargamu bergantung dengan jumlah hartamu."
Ketika Kristina hendak melangkah keluar dari lift, ia tiba-tiba berhenti dan berbicara dengan suara kecil yang nyaris tak bisa didengar, "Kau tahu? Aku sepertinya mengenal seseorang yang sangat mirip seperti dirimu."
Tidak ada jawaban, yang terdengar hanyalah pintu lift yang menutup dan naik ke atas.
Walaupun begitu, wanita itu sudah tahu dengan jelas reaksi apa yang dia dapatkan, dan pada waktu yang sama acara yang telah dinanti para tamu akhirnya dimulai.
"Selamat malam para hadirin sekalian, saya ucapkan selamat datang di Ruby Room tercinta kami!" sapa seorang moderator dari panggung dengan pencahayaan satu lampu.
TERIMA KASIH BANYAK PADA PARA PEMBACA, NANTIKAN TERUS KELANJUTAN KISAH INI YAA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
vio~~~~
dari tadi aku heran si kristina kan cewek kok dipanggil tuan si bukan nona, apa dia nyamar jadi laki2..🤔
2024-04-14
1