"Cinta itu menjaga, tak selayaknya membuat mu terperangkap dalam kesengsaraan, yang terbiasa menyakiti batin dan fisikmu."
Aufar pulang dengan hati hampa. Di rumah tak ada Alina lagi menunggunya, meski ada sosok permaisuri baru berhias di istananya, namun tak akan bisa menggantikan sosok Ratu seperti Alina. Cinta pertamanya sejak SMU, teman suka duka saat kuliah hingga meraih kesuksesan.
Tak ada kata yang bisa menyusun indah perjuangan Alina dalam menyemangati langkahnya. Semua begitu sempurna di sihir oleh perempuan bermata Indah itu. Alina segalanya.
"Sayang, kok bengong?" tanya Rin tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang.
Aufar tersentak, dia mengatur nafas yang sulit terhembus karena sedih yang amat sesak. Jawaban Aufar hanya gelengan kepala, sepasang bibirnya kaku untuk menjawab tanya Rin.
"Aku sudah buatkan kopi, yuk kita masuk," ajak Rin berusaha menggaet hati suaminya yang terlihat jenuh.
Aufar menurut, tak seharusnya rasa kecewa ia luapkan pula pada istri keduanya itu, bagaimana pun Rin sudah sah menjadi istrinya, juga mengandung darah dagingnya. Pernikahan terjadi atas kesalahan mereka berdua, bukan karena Rin sepihak.
Aufar duduk di sofa santai, menyeruput kopi hitam yang terasa pahit, sepahit kenyataan hidupnya yang sebentar lagi akan kehilangan sosok senja.
"Kamu bagaimana dengan Alina?" tanya Rin. Ini kesekian kalinya dia menanyakan itu, bukan karena berempati, melainkan ingin mengetahui perkembangan hubungan yang ia tahu sudah sangat renggang.
"Kami sudah bertemu tadi," sahut Aufar.
Rin tertegun, suaminya itu tak berhenti mencari jalan agar Alina kembali lagi padanya. Kesal, tentu saja hadir lagi pada diri Rin. Perempuan yang sebagian berdarah Jerman itu bahkan tak sudi bila suaminya memikirkan Alina.
"Apa jawaban dia?" tanya Rin dengan rasa was-was.
"Tak ada jawaban, aku yang harus lebih berusaha meminta maaf dan memohon lagi padanya," kata Aufar membangun semangat lagi.
Rin berdecak pelan, kesalnya kian membuncah, bahkan di lubuk hatinya menumpuk kedengkian pada Alina dan Afif. Selama Aufar masih mengharapkan keduanya, Rin tidak akan pernah tenang menjalani rumah tangganya.
"Bisakah aku besok membawa Afif tinggal semalam disini? aku sangat merindukannya," pinta Aufar.
Rin menata perasaannya, menolak pun juga tidak mungkin, meski dia tak suka akan kehadiran bocah tiga tahun itu.
"Tentu sayang, dia anakku juga," sahutnya.
Aufar kembali sibuk memainkan ponselnya, menelusuri jejak Alina di sosial media, ini cara jitu mengawasi pergerakan istrinya dari jauh. Di lihatnya suatu ungkapan bahagia dari Wanda menandai Alina. Dia terhentak, ponsel itu hampir lepas dari genggamannya.
'Alina akan ke Eropa,' lirih Aufar dalam hati.
"Ada apa?" tanya Rin penasaran.
"Alina akan ke Eropa, dia sudah menjadi travel blogger," sahut Aufar lesu.
Rin tersenyum miring, Alina akan pergi jauh, tentu itu pertanda baik untuk dirinya, tak ada lagi yang ia jadikan saingan utama.
"Aku harus mencegahnya, tanpa dia bekerja, aku akan tetap menafkahinya," imbuh Aufar dengan gusar.
Rin memutar mata malas, dia mengalihkan pandangannya, ingin rasanya membanting ponsel Aufar. Suaminya itu memang tak pandai menjaga perasaan istrinya, Alina tersakiti, kini dia pun harus tersakiti karena harapan Aufar yang berlebihan.
"Aku ada disini, Kak, bisakah kamu jangan memikirkan dia sejam saja?" protes Rin.
"Rin, Alina masih istriku, sosok yang mendampingiku sebelas tahun, tanpa dia, aku tidak meraih semua yang terlihat ini," papar Aufar mengenang perjuangannya bersama Alina.
"Jadi, aku harus mengalah, begitu? Ah! Kamu menganggap aku boneka, mau menerima segala kalimat rindu kamu tentang dia, aku juga punya perasaan!" Rin mulai membentak. Luapan amarahnya menggema di kuping Aufar.
Aufar mengusap wajah dengan kasar. Belum usai dia dengan Alina, kini Rin menuntut dirinya lagi dengan aturan main dia.
"Aku selalu bilang, Alina ingin lepas dari kamu, maka lepaskanlah, kita bangun rumah tangga baru yang lebih dari masa lalu kamu," tutur Rin.
"Sulit Rin, tidak semudah itu melepas Alina, dia juga ibu dari anakku, kamu hampang bila begitu karena kamu tidak melihat masa-masa yang kami sudah lewati," tangkas Aufar setengah membentak.
Prang!
Rin membanting gelas kopi suaminya, pecahan beli dan air kopi berserakan di lantai keramik putih itu.
"Aku benci sama kamu!" Kecam Rin berlalu ke kamar.
Aufar menghela nafas, dia menyadari begitu sulit mengimbangi dua hati perempuan, keduanya ingin di hargai dan selalu terjaga agar tak cemburu. Dirinya sendirinya bahkan tak ada yang mengerti tentang kebimbangan itu. Tuntutan Alina dan Rin buat dia mulai depresi.
Dia kembali mengingat awal mula musibah ini, ketika ke luar kota bersama Rin yang masih jadi sekretarisnya. Dia dan Rin tak sengaja melakukan lakon haram itu di hotel. Sebagai pria yang ingin di katakan sejati, pantang bagi Aufar lari dari tanggung jawab dari Rin yang sudah mengandung anaknya. Menikahi Rin secara diam-diam tanpa meminta izin dari Alina, namun rahasianya tak dapat tersimpan rapat, semua mencuat ketika Rin keberatan karena Aufar tak pernah tinggal bersamanya.
**********
Beberapa minggu kemudian, Alina sudah resmi bercerai dengan Aufar. Dua sejoli yang berpacaran sejak SMU telah di pisahkan oleh orang ketiga. Rin sukses dengan segala ambisi menjadi nyonya Aufar satu-satunya.
"Aku sudah melepas hartaku yang paling berharga," gumam Aufar.
Air matanya menetes membaca surat dari pengadilan agama. Kukuh itu prinsip Alina yang tak ingin berbagi suami, bahkan menemui Aufar d pengadilan, ibu dari anaknya itu tak sudi lagi.
Rin mengintip di balik tembok, untuk sementara waktu, dia membiarkan suaminya larut dalam kesedihan. Lagi pula, semua sudah berakhir sesuai dengan harapannya. Tinggal menanti Aufar mencintainya secara utuh tanpa bayang Alina lagi.
Di tempat yang berbeda, asa Alina yang berusaha tegar. Menyakinkan diri bahwa ini sudah jalan terbaik, tak membiarkan penyesalan hadir di hatinya.
"Aku sudah resmi cerai, Bu," ujar Alina pada perempuan yang sudah melahirkannya.
"Jodohmu dengan Aufar hanya sampai disini saja, Nak. Itu sudah ketentuan dari Allah," sahut Bu Ningrum.
Meski perasaanya hancur, Alina mengukir senyum ikhlas di wajahnya. Dia tahu, tak ada sesuatu pun yang lepas dari rencana sang khalik. Kisah cintanya dengan Aufar berakhir atas izin Tuhan, semua yang terjadi tak lepas dari pengaturannya.
"Jadi apa rencana selanjutnya? apakah kau tetap menerima pekerjaan dari Wanda?" tanya Bu Ningrum.
Karena sudah memikirkan matang selama beberapa minggu belakangan ini, Alina sudah memiliki keputusan mutlak.
" Iya, Bu. Alina harus bekerja, ini demi masa depan Afif juga, bisakah Ibu menjaga Afif?"
Bu Ningrum menyungging senyum. Tak masalah bila dia harus menghabiskan waktunya bersama cucunya itu. Demi melihat Alina mewujudkan impian yang sempat tertunda, Bu Ningrum siap memberikan dukungan untuk putri sulungnya.
"Pergilah Alina, gapai lah bintang yang belum kau temukan, buktikan pada semua yang menyakitimu, bahwa putriku dapat meraih bintang yang paling terang di semesta ini," tutur ibunya yang menyelipkan doa-doa mustajab di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
AdeOpie
pacaran dari SMU nyampe nikah punya anak si pria malah tergoda sama jalang dasar laki" cuma ngandelin nasfu doank. semoga Afif jangan di dekatkan dengan bapak macam Aufar.
ceritmu selalu bagus Thor semangat up tiap hari.
2021-11-20
1
Emi Wash
semangat alina..kejar impianmu...tunjukan pada suami yg ga kuat iman dan pelakornya bahwa kamu ttp baik2 aja....
athor ku zayank....kau membuatku sesak nafas....
2021-11-19
0
Sifa Fatimah
baru part ini aja aku udh suka alurnya bikin nyesek. aku mampir lagi ka alna. semangat nulis yaa, up yg rajin yah 🤭
2021-11-19
1