Ketika Nara membuka mata, kamar itu sunyi dan gelap. Sinar tipis fajar menyelinap dari balik tirai tebal. Tangan seorang pria memeluknya dari bekalang, rupanya Sergio masih tertidur pulas itu patut Shannara Syukuri
Memori tentang kejadian semalam menghantamnya, dingin dan kejam. Ia merasakan setiap inchi tubuhnya perih, memar, dan kotor. Air mata tidak keluar, mungkin ia terlalu terkejut untuk menangis. Yang ia rasakan hanyalah kehampaan dan kebutuhan mendesak untuk melarikan diri.
Nara bangkit, rasa sakit menusuk di setiap gerakan. Ia merapikan pakaiannya yang compang-camping secepat mungkin dan berlari keluar dari kamar 308A. Ia tidak peduli jika bertemu siapapun, ia hanya ingin menghilang.
Pergelangan tangannya terasa panas. Ia melihat bekas genggaman Sergio yang menghitam dan memar. Bukan hanya itu saja, tubuhnya di penuhi oleh bekas ciuman dan gigitan, itu menjadi bukti bisu dari kebrutalan tadi malam
Ia membuka pintu, langkahnya tergesa-gesa. Dan saat ia menutup pintu 308 A, ia langsung menabrak seseorang.
"Nara"
Itu adalah Bayu, suami Risa, yang bekerja sebagai petugas keamanan di kapal ini. Pria itu menatapnya dengan ekspresi terkejut dan berubah cepat menjadi khawatir. Mata Bayu langsung tertuju pada memar di leher Nara, lalu ke pergelangan tangannya. Baju yang Nara pakai juga terlihat kusut dan sebagaian kancing lepas.
"Kamu ... kenapa keluar dari kamar itu?" tanya Bayu, suaranya pelan, menyembunyikan senyum puas yang tipis.
Nara menunduk, tidak sanggup menatap Bayu. "Tidak ada. Aku hanya ... salah kamar, aku mau ke kamar 303 katanya ada yang salah dengan minibar-nya." Jawabnya terbata.
"Aku baru saja menerima panggilan mencurigakan dari lantai ini. Dan sekarang, aku melihat seorang pelayan keluar dari kamar VIP. Kamar 308 A. Kenapa kamu keluar dari kamar itu, Nara? Salah kamar ... itu gak masuk akal, 'kan? Kamu tidak berkaca sebelum keluar? Lihat penampilanmu yang kacau ini. Nara, Katakan dengan jujur padaku apa yang terjadi didalam, hm?"
Mundur selangkah "Tidak ada yang terjadi, aku baik-baik saja. Aku harus segera kembali ke kamar.”
Bayu Mencengkeram lengan Nara, sentuhannya kasar dan dingin
Ah
"Tidak. Kamu tidak akan ke mana-mana. Masalah ini harus di selesaikan sebelum Kapten melihatmu. Ikut aku. Risa mencarimu, dia khawatir."
Nara, dalam keadaan linglung dan syok, hanya bisa mengikuti. Tubuhnya terasa berat dan rapuh.
Di kamar staf mereka yang sempit, Risa sudah menunggu. Ia melompat dari ranjang, air mata palsu langsung memenuhi pelupuk matanya.
"Ya Tuhan, Nara! Apa yang terjadi?" Risa memeluknya, pelukan yang terasa seperti belitan tali. Ia mengusap punggung Nara, tetapi pandangan matanya kejam. "Bayu sudah cerita. Siapa pria itu? Katakan padaku! Kurang ajar! Dia sudah menyakitimu."
Nara menarik diri "Sudahlah ... aku tidak mau bicara, yang jelas aku baik-baik saja. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tidur."
Nara hanya berdiri kaku. Ia menatap cermin di kamar itu, dan barulah ia menyadari betapa mengerikannya penampilannya. Pakaiannya kusut, rambutnya acak-acakan, dan yang paling mencolok, ada banyak memar kebiruan di leher, bahu, dan lengan. Di pergelangan tangan kirinya, terlihat jelas bekas genggaman yang menghitam.
"Nara, ini serius. Klien itu... dia orang kaya. Apa pun yang terjadi, itu bisa jadi bumerang untukmu. Reputasimu hancur. Apalagi kalau ketahuan dia sudah menikah." Ujar Bayu
Rita mengangguk "Dengar, Nar. Aku tahu kamu pasti syok. Tapi ini aib. Kamu pelayan, dia tamu VIP. Istrinya seorang selebriti. Jika kamu melapor, kamu yang akan dituduh merayu, atau lebih buruk lagi, memeras."
Mereka berdua membujuknya, menggunakan kata-kata aib, reputasi, dan karir sebagai senjata. Mereka menekannya untuk diam, padahal Nara memang tidak berniat melapor. Sergio adalah bagian dari masa lalunya, dan membuka kasus ini sama saja dengan menghancurkan segalanya—untuk Sergio, untuk istrinya, dan yang paling ia takuti, untuk dirinya sendiri.
"Aku akan menutup mulutku," janji Nara, suaranya nyaris berbisik. "Aku akan anggap tidak pernah terjadi apa-apa."
Risa berpura-pura lega. "Bagus, Ra. Itu keputusan yang bijak. Kamu tidak boleh menghancurkan masa depanmu."
Saat itu juga Risa menawarkan solusi yang terasa seperti jebakan kedua. "Tapi... kita tidak bisa membiarkanmu begitu saja. Aku akan coba bicara baik-baik dengan pria itu. Meminta sedikit ganti rugi. Untuk biaya pengobatan, untuk trauma ... ya, anggap saja ganti rugi kecil, agar dia tidak mengulangi ini pada staf lain."
Nara langsung menolak, nada suaranya tegas. Ia tidak butuh uang yang berlumuran dosa tak termaafkan itu. "Tidak! Jangan. Tidak perlu!” Nara menahan Maya yang pura-pura akan pergi. "Aku tidak butuh uangnya. Aku hanya ingin semuanya kembali seperti semula. Aku tidak butuh ganti rugi, Ris. Kumohon, biarkan saja"
Risa menghela napas, seolah ia benar-benar peduli. "Baiklah, kalau kamu gak mau. Tapi aku akan coba, demi persahabatan kita," ujarnya, Membiarkan kalimat itu menggantung, sebuah manipulasi halus.
Nara lelah untuk berdebat. Ia hanya mengangguk pasrah, terlalu hancur untuk menyadari bahwa kepasrahan itu adalah izin yang Risa butuhkan.
Di balik punggung Nara, saat ia sudah tertidur di ranjangnya, Risa dan Bayu saling bertukar senyum tipis, senyum kemenangan yang keji. Rencana mereka telah berjalan mulus. Jebakan panggilan tengah malam dan penggunaan Bayu sebagai saksi kunci—semuanya terkendali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Ali
ga kebayang pertama kali tapi d tidurin dngan brutal pasti sakit bgtt
2025-10-19
0