Di ruang tengah, seorang gadis cantik bermata sipit dengan rambut tergerai panjang tengah duduk menyaksikan acara televisi. Kedua matanya membulat sesaat usai menyaksikan berita dalam televisi.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Seenaknya saja membuat berita seperti itu. Pokoknya saya tidak akan membiarkan pertunangan kau berjalan lancar!" ketus gadis itu bernama Cecilia.
Wajahnya sangat cantik mempesona. Postur tubuhnya terkesan ideal dan sempurna dengan segala kelebihan yang dimiliki.
"Nona Cecilia, ini jusnya," ujar seorang pembantu rumah.
Cecilia hanya mengangguk dan mengambil segelas jus tersebut. Hatinya benar-benar tidak tenang setelah melihat berita tentang menyebarnya undangan pertunangan Gavin Danendra.
"Bi … kalau Mama sama Papa kembali nanti, tolong sampaikan pada mereka hari ini saya tidak akan kembali. Bilang saja, saya ada kepentingan mendesak," ujar Cecilia pada pembantu rumah itu.
"Baik, Nona." balas pembantu itu.
Dengan mengenakan dress mini selutut, Cecilia bangkit dari duduknya dan menyambar tas kecil yang tergeletak di atas nakas. Wajahnya tampak diselimuti oleh rasa kegelisahan dan kekhawatiran.
Langkah kecilnya menuju pintu dan menghampiri para bodyguardnya yang standby di teras rumah. Karena kedua orangtuanya sangat menyayangi putrinya, maka beliau memerintahkan beberapa orang untuk menjadi pengawalnya.
"Hari ini saya akan mengemudi sendiri," ucap Cecilia sambil masuk ke dalam mobil berwarna merah itu saat sang bodyguard membukakan pintu mobil tersebut.
"Tapi, Nona. Jika Nyonya dan Tuan mengetahui hal ini, beliau pasti akan marah besar," ujar salah satu bodyguard yang bertubuh tinggi tegap.
"Jangan pikirkan itu. Saya bisa mengatasinya,"
"B-baiklh kalau gitu, Nona."
Gadis itu menstater mobil dan mengenakan kacamata hitam pada wajahnya yang putih bersih.
"Jika mereka bertanya, katakan saja saya sedang ada kepentingan mendesak, kalian mengerti?"
"Baik, Nona. Laksanakan."
Sembari menatap para bodyguardnya memberi hormat padanya, Cecilia tersenyum dan mulai mengemudi mobil tersebut berlalu pergi meninggalkan halaman rumah itu.
***
"Hans … apa kau yakin ini jalannya?" tanya Gavin pada asistennya itu yang tengah mengemudi mobil.
Ditangannya terdapat tas koper dengan berisi beberapa proposal dan dokumen penting. Gavin menatap sekitar area tersebut.
Ini baru pertama kalinya ia memasuki desa Bendungan Hilir. Selama ini ia hanya memerintahkan asistennya itu jika ada kepentingan dengan kelurahan desa tersebut.
"Benar, Tuan Muda. Saya sudah sering melewati jalan ini, jadi saya sudah paham betul," balas Hans.
"Syukurlah. Ini pertama kalinya saya ke sini, ternyata jalan di sini cukup bagus juga, meskipun sedikit pelosok,"
Hans hanya menghela napas dengan perkataan bos mudanya itu. Ia sangat tahu bagaimana sikap beliau, selain sombong ia juga suka menghina siapa pun.
Akan tetapi, Gavin juga memiliki hati yang lembut. Tak selamanya orang kejam memiliki hati yang keras, karena hati siapa pun dapat berubah kapan saja.
Ciiiittttt!
Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah dan besar. Rumah itu terlihat asri dengan tanaman hias di halaman depan. Gavin turun dari mobil dan merapikan dasi pada jasnya itu.
Langkahnya berjalan menuju rumah tersebut dengan diikuti oleh asistennya. Seorang pembantu rumah membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.
"Duduklah, Tuan Muda Gavin." pinta seorang lelaki setengah baya dengan kumis melintir di wajahnya.
Gavin pun duduk, lelaki setengah baya itu menjabat tangan Gavin dengan mimik wajah santai. Kedua matanya menatap ke arah Gavin.
"Ada kepentingan apa Tuan Muda datang kemari?" tanya lelaki itu.
"Pak. Langsung to the point aja. Saya di sini ingin menanyakan mengenai proyek pemindahan lahan yang telah disepakati sejak dulu, bagaimana bisa anda menolak untuk meberikan perjanjian proyek ini?" Ujar Gavin.
Lelaki itu mendengkus napas dan memandang Gavin dengan seksama.
"Jadi begini … alasan saya membatalkan perjanjian proyek ini adalah, karena lahan tersebut telah disewa oleh seseorang untuk pembangunan rumah beberapa bulan lalu. Saya tidak tega melihat beliau hidup susah tidak memiliki tempat tinggal, beliau memaksa saya untuk memberikan sedikit lahan tersebut untuk pembangunan rumah," jelas lelaki itu.
"Tapi surat pernyataan ini sudah jelas, bahwa anda menyetujui untuk melakukan pemindahan lahan. Di sini sudah tertera tanda tangan anda di atas materai enam ribu, atas hak apa anda memberikan kuasa lahan tersebut?"
Lelaki itu menarik napasnya sesak.
"Dan … jika anda menolak proyek ini dengan alasan demikian, perusahaan bisa menuntut anda ke pengadilan, atau … perusahaan sendiri yang akan turun tangan menggusur rumah tersebut?"
"Pamaan … ada apa ini?? Rumah siapa yang mau digusur?" tanya seorang gadis yang baru saja tiba.
Lelaki itu menatap gadis tersebut yang tak lain adalah Anya. Sementara, Anya tampak tersentak saat melihat wajah Gavin.
"Kauuu …." ujar Anya.
"Anya, apa kau sudah mengenal Tuan Muda Gavin??" tanya lelaki itu pada Anya.
"Gavin?? Bukankah beliau CEO perusahaan yang ingin melakukan pemindahan lahan tersebut?"
"Ya, beliau datang ke sini ingin menuntut Paman untuk menandatangani surat perjanjian tersebut, jika tidak beliau akan menuntutnya ke pengadilan atau melakukan penggusuran rumah tersebut,"
"Apaa?!! Tidak. Itu rumah saya satu-satunya," sahut Anya.
Gavin menatap Anya. Ia bangkit dari duduknya dan menudingkan telunjuk tangannya ke arah Anya. Gadis itu mengelak.
"Kau tidak berhak menuntut Paman ini ke pengadilan, kau tau … paman ini sudah sangat baik terhadapku, tidak seperti kau! Yang tidak mempunyai hati nurani sama sekali, punya hutang tapi tidak dibayar!" gertak Anya tak mau kalah.
"Kau bicara jangan seenaknya saja, saya punya hak untuk menuntut paman ini ke jalur hukum. Surat pernyataan ini sudah jelas. Paman ini melakukan hal yang merugikan saya dan perusahaan, kau mengerti?"
"Dasar sombong! Apa kau tidak punya belas kasihan?! Itu rumah saya, dan itu rumah satu-satu milik saya. Lagipula, saya tidak pernah telat membayar uang sewanya. Tidak seperti kau yang tidak mau membayar hutang!"
"Sudah-sudah. Jangan ribut, saya akan menyelesaikan masalah ini. Tuan Muda … tolong beri saya kesempatan satu bulan lagi, saya akan pertimbangkan untuk proyek ini,"
Gavin tampak tersenyum kecut. Ia merasa kesal kepada lelaki itu.
"Satu bulan itu terlalu lama. Saya akan kembali setelah satu minggu. Jika anda masih menolaknya, saya tidak akan sungkan-sungkan membawa anda ke jalur hukum. Dan juga … melakukan penggusuran rumah tersebut."
Usai itu, Gavin berjalan pergi meninggalkan rumah tersebut dan diikuti oleh asistennya. Hatinya benar-benar tidak puas dengan semua itu. Ia mengepalkan telapak tangannya.
"Tunggu saja!" sahutnya dengan kesal.
###
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments