Gavin berjalan menyusuri koridor perusahaan miliknya itu. Langkahnya santai dengan diikuti oleh Hans asistennya. Semua karyawan lainnya memberi sapaan dan salam hormat kepada atasannya itu.
"Wah! Tuan Muda tampan sekali … andai aku jadi pacarnya, pasti aku akan menjadi orang yang paling beruntung," ujar Naomi, salah satu karyawan yang terkenal bar-bar. Ia sangat blak-blakan mengakui bahwa ia menyukai Tuan Muda Gavin.
Gavin terus berjalan, setiap sapaan karyawan tersebut hanya ia balas dengan anggukan kecil. Sikapnya sangat jutek, dan cuek. Tak begitu banyak berbicara dan terkesan serius.
Ia sangat berbeda dengan adiknya, Bian Danendra. Adik kandung se-Ayah tapi beda ibu. Akan tetapi, Bian saat ini masih berada di luar negeri, menyelesaikan kuliahnya di sana.
Entah karena berbeda ibu, Gavin tak begi akrab dengan Bian. Berbicara saja jarang, hanya sesekali saja jika ada kepentingan.
"Tuan Gavin, bagaimana bisa berita itu muncul di media? Bukankah hubungan anda dengan Nona Cecilia sudah mantan," ujar Hans saat tiba di ruangan Gavin.
Kedua mata Gavin menatap asistennya. Ia merenung dan berpikir.
"Sepertinya, berita ini beredar karena ulah Cecilia sendiri. Ia sengaja menyebarkan berita hoax kepada tim media, karena ia sudah saya tolak," balas Gavin.
"Tuan, kalau begitu bagaimana jika Nona Mawar mengetahui berita ini?"
Gavin menarik napas. Tangannya menyeret kursi dan duduk di sana. Salah satu kakinya, ia naikkan di atas lutut. Wajahnya sangat tampan dan mempesona dengan setelan jas berwarna navy.
"Urusan itu, aku bisa mengatasinya. Aku rasa Mawar akan mempercayaiku, bagaimana pun juga selama ini aku selalu mempercayainya," balas Gavin.
"Baiklah, Tuan Muda. Semoga anda berhasil meluluhkan Nona Mawar,"
Gavin mengangguk.
Kemudian tangannya mengambil beberapa proposal di atas meja. Lalu menyerahkan kepada asistennya.
"Ini proposal mengenai pemindahan lahan di desa Bendungan Hilir. Tolong kau berikan kepada Manajer Fan untuk acara meeting nanti,"
Hans menerima proposal tersebut.
"Baik, Tuan Muda. Saya permisi dulu,"
Gavin hanya mengangguk dan mempersilahkan asistennya beranjak pergi dari ruangan tersebut.
Kini matanya menatap ke arah ponsel yang berdering. Dilihatnya pada layar kaca monitornya, ternyata calon tunangannya yang memanggil. Gavin pun segera menjawab panggilan tersebut.
"Hallo, Mawar," ucapnya.
"Hallo, Gavin … aku ingin kita bertemu nanti siang di tempat biasa. Ada hal penting yang perlu aku bicarakan," balas Mawar di seberang sana.
Gavin terdiam, ia berpikir sejenak. Sepertinya Mawar ingin membahas mengenai hubungannya dengan Cecilia.
"B-baiklah."
Panggilan pun berakhir. Gavin meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menatap layar laptop di depannya, di sana ia membuka sebuah file yang berisi surat pernyataan. Mengenai pemindahan lahan di desa Bendungan Hilir untuk pembukaan lahan pertamina.
Sebelum sang Ayah risain dari jabatan CEO, beliau telah memberi kesepakatan kepada kelurahan tersebut mengenai pemindahan lahan. Kini Gavin sendiri yang harus turun tangan dan menyelesaikan proyek tersebut.
***
Di desa Bendungan Hilir, tampak seorang gadis berkeliling mengendarai sepeda motornya dengan sebuah keranjang yang berisi pakaian. Seperti biasanya, gadis itu harus mengantar pakaian hasil laundry ke rumah setiap pelanggan.
Terkadang ada juga pelanggan yang jauh, ada pula pelanggan yang selalu komplain dengan hasil laundry tersebut. Itu sangat membuat hati gadis yang bernama Anya merasa teriris.
Ini adalah pelanggan yang terakhir, Anya sudah stand by di depan rumah yang cukup mewah. Beberapa tanaman hias terpajang di halaman depan rumah. Anya menatap sekitar rumah dengan terpana. Ia sangat kagum dengan keadaan rumah tersebut.
Seorang pria bertubuh tinggi dan tampan, dengan mengenakan t-shirt putih dan celana boxer muncul di atas balkon. Mata pria itu menuju ke arah Anya.
"Woiiii! Tukang rongsokan. Ngapain kau di situ? Kau tau, di sini tidak menerima tamu seperti kau." sahut pria tersebut yang tak lain adalah Gavin Danendra.
Sepertinya hari ini Gavin pulang dari kantor lebih awal, karena ia memiliki janji temu dengan Mawar, calon tunangannnya.
"Tuan, saya bukan tukang rongsokan. Saya di sini ingin mengantar pakaian laundry milik Nyonya Harumi. Apakah kau putranya?" ujar Anya dengan jelas. Sedikit pun ia tak mengambil hati perkataan kasar yang dilontarkan oleh pria itu.
"Ohh? Jadi kau tukang laundry … keliling pakai motor butut itu kau bisa apa?!"
Mendengar ejekan itu, Anya merasa geram. Ia berjalan menuju teras depan rumah. Suasana rumah terlihat sepi, sepertinya tidak ada siapa-siapa. Ia pun mengetuk pintu dan berharap pemilik rumah tersebut membukakannya.
Krrrrkkkk
Anya tersentak melihat seorang pria yang tadi di atas balkon. Ia menatap wajah pria tersebut. Memang sangat tampan. Akan tetapi, ketampanannya tertutupi oleh sikap sombongnya itu. Anya menyodorkan bingkisan pakaian itu ke tangan Gavin.
"Ini pakaian Nyonya," ucap Anya.
"Kenapa kau memberikannya padaku?" tanya Gavin dengan mengernyitkan alisnya.
"Sepertinya nyonya tidak ada di rumah, ya? Kau kan putranya, jadi aku harus menitipkan pakaian ini sama kau. Oh iya, untuk upahnya sepertinya harus saya naikin, karena perjalanan dari rumah ke sini sangat jauh. Jadi perlu ongkos yang cukup," sahut Anya dengan menyodorkan telapak tangannya, untuk meminta upah.
"Dasar pemeras! Kau cuma laundry keliling dan motor kau itu butut, masih juga berani memeras saya? Pokoknya saya tidak mau membayar lebih. Lagian ini juga pakaian nyokap, jadi saya tidak perlu membayarnya. Kau tunggu saja nyokap saya yang membayar nanti."
Sesaat pintu rumah pun ditutup. Gavin mengunci pintu tersebut dari dalam. Sementara, Anya hanya diam tak berkutik. Ia merasa kesal terhadap perlakuan pria itu yang dengan seenaknya saja.
"Pokoknya, saya akan tagih hutang anda kapan pun itu!" ancam Anya, lalu beranjak pergi meninggalkan halaman rumah tersebut. Matanya tampak berlinang, air matanya sesaat membasahi kedua pelipisnya.
Jujur, ia sebenarnya sudah bosan melakukan pekerjaan itu. Setiap hari ada saja pelanggan yang bersikap seenaknya saja. Jika bukan karena ibunya, ia pun takkan mau melanjutkan rutinitas mengantar pakaian itu.
Sambil mengemudi motor, pikiran tertuju pada ibunya. Ia tak tau harus berkata apa saat ibunya meminta hasil upah pakaian tersebut. Matanya terus menangis sambil sesekali tangan kirinya menyeka air matanya.
###
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Penulis Amatir
next
2021-10-17
5