Malam telah tiba. Madam Eadline bersama tiga orang lainnya masih belum menemukan keberadaan Toel. Mereka justru berakhir di jalan buntu yang benar-benar tak bisa dilewati. Tak ada petunjuk, tak ada jejak kaki—semua seakan lenyap ditelan kabut pekat hutan itu. Rasa frustrasi pun mulai merambat di hati mereka karena tidak ada satu pun tanda-tanda keberadaannya.
“Cloud, apa kau bisa mencium aromanya di sekitar sini?” tanya Eadline.
“Tidak, Nyonya. Aku tidak bisa mencium aromanya ataupun merasakan auranya sama sekali. Bahkan, indra pendengaranku pun tak bisa menangkap gelombang suara apapun. Mungkin kabut beracun ini menghalangi seluruh kemampuan sensorikku,” jawab sang pelayan.
Eadline mulai merasa putus asa. Namun sebagai seorang Exorcist sejati, ia tak akan menyerah begitu saja. Ia mengajak timnya kembali menyusuri pesisir hutan. Mungkin Toel telah masuk terlalu jauh ke dalam, pikirnya—itulah mengapa sangat sulit menemukannya.
“Ayo, kita masuk lebih dalam lagi.”
“Baik!” jawab yang lainnya serempak.
Saat mereka melompati batu besar, Cloud—si pelayan Hellhound—mendengar suara samar dari kejauhan. Suara itu begitu familiar.
“…”
Cloud diam, memusatkan seluruh fokusnya untuk mendengarkan. Beberapa detik kemudian, suara itu terdengar lagi. Ia yakin, itu nyata.
“Nyonya!”
“Ada apa, Cloud?”
“Aku mendengar suara dari arah selatan. Sepertinya Toel… dan dia sedang berhadapan dengan sesuatu!”
“Benarkah?!”
“Ya, dan asal suaranya tidak jauh dari posisi kita. Kita harus segera ke sana. Mungkin Toel dalam bahaya!”
“Semua, cepat! Arah selatan!” perintah Eadline.
Mereka bergerak cepat melewati dahan dan akar pepohonan. Namun tak seorang pun menyadari bahwa ada sepasang mata mengintai mereka dari kejauhan...
Tiba-tiba—
BLAARR!!
Cloud terpental keras, menabrak beberapa pohon hingga tumbang. Sebuah senjata rantai menghantam tubuhnya entah dari mana datangnya.
“ARGH!!” Cloud memuntahkan darah.
“Cloud!!” seru Eadline.
Ia dan para Exorcist segera menghampirinya. Di pundak Cloud tertancap ujung mata pedang yang terhubung pada rantai panjang. Eadline mengenali senjata itu… simbol di ujungnya hanya dimiliki oleh Exorcist tingkat atas.
Koko, Exorcist elf yang berada di sana, mengikuti arah rantai tersebut hingga berakhir pada pohon raksasa. Ia mendongak dan terkejut melihat seorang pria berdiri angkuh di puncaknya. Sosok itu mengenakan pakaian kekaisaran Zaratas, auranya menakutkan, dan tatapannya tajam menembus kabut malam.
Mereka semua bersiap siaga.
Sementara itu, di mansion…
Hera berlari ketakutan di lorong yang gelap. Ia baru saja melihat bayangan menyeramkan di balik jendela. Karena panik, ia menabrak seseorang dan hampir jatuh. Sosok itu segera menangkapnya.
“Ah! My Lady! Kau tak apa-apa? Wajahmu sangat pucat!” tanya Sebastian khawatir.
Hera memeluk erat kaki Sebastian, gemetar ketakutan.
“Lady, tenanglah. Ceritakan padaku apa yang terjadi.”
“Di luar jendela… aku melihat seseorang memakai jubah hitam. Ia menatap langsung ke arahku. Aku takut…” jawab Hera pelan.
Sebastian mencoba menenangkannya. Ia berpura-pura tenang, meskipun dalam benaknya ia merasa tidak nyaman.
(Sosok berjubah hitam? Jangan-jangan...)
Ia lalu menuntun Hera ke jendela. Tampak dari balik kaca, tukang kebun sedang merapikan alat-alatnya di taman. Pria itu mengenakan pakaian hitam yang sama.
“Lihat, My Lady. Itu hanya tukang kebun. Kau pasti salah mengira.”
“…” Hera masih diam. Namun akhirnya ia tersenyum kecil dan membalas lambaian tukang kebun itu.
“Sudah baikan?” tanya Sebastian.
“Um,” Hera mengangguk pelan.
“Kalau begitu, ayo ke bawah. Makan malam sudah siap.”
Mereka berjalan turun bersama, bergandengan tangan. Namun tanpa sepengetahuan Hera, Sebastian sempat menoleh ke belakang…
Sosok berjubah hitam benar-benar berdiri di ujung lorong.
Di pasar Galatas yang ramai, Madam Eadline berterima kasih kepada seorang pria tampan berambut perak—Tuan Regi, Kesatria Suci dari kerajaan cabang Zaratas—yang telah membantu mereka menemukan Toel.
“Toel… kau tak boleh bertindak ceroboh lagi!” tegur Eadline.
Toel, yang kepalanya diperban dan tubuhnya lemas, hanya bisa meminta maaf sambil ditopang Koko dan Zi.
Setelah berpamitan, Tuan Regi hendak pergi, namun Eadline mencoba menahannya.
“Tunggu… Tuan Regi, bukankah kau diperintahkan Kaisar untuk tinggal hingga festival Exorcist tiba?”
Regi tampak terkejut.
(Bagaimana wanita ini bisa tahu?)
Belum sempat ia menjawab, Cloud melompat dari atas pohon.
“Yang mulia!” serunya.
Eadline terkejut melihat Cloud yang asli, lalu sadar—yang bersamanya di hutan tadi adalah Cloud palsu! Efek kabut racun ditambah luka dari semak berduri membuatnya lengah.
“Syukurlah kau selamat!” Eadline memeluk Cloud erat, mengelus kepalanya seperti anjing kesayangannya.
Cloud memerah malu di balik cadarnya.
Regi yang memperhatikan merasa tak senang.
“Tunggu… tadi kau memanggilnya yang mulia? Wanita ini adalah tuanmu?”
“Ya, tentu saja. Ada yang salah?” jawab Cloud santai.
“Ah… tidak. Aku pergi dulu!”
Regi bergegas meninggalkan tempat itu. Wajahnya kesal.
Di lorong gelap dan sepi…
“Hellhound itu ternyata sudah dimiliki orang! Sial!” makinya sambil menendang batu.
Tanduk merah mencuat dari kepalanya. Rambut peraknya berubah putih, dan tanda merah muncul di wajahnya—tanda seorang iblis keturunan leluhur kuno.
(Sial! Dia memanggilnya "Yang Mulia"!!)
Flashback
Regi pernah melihat Cloud sedang memakan mayat pengikut Lucifer. Cloud, yang saat itu terkena efek halusinasi dari kabut, mengira mayat itu adalah sosis. Ia bahkan melepas cadarnya, dan Regi terpikat oleh wajah cantik serta sembilan ekor hitam besar yang muncul dari tubuh Cloud.
(Astaga… dia Hellhound legendaris! Dan sangat cantik!!)
Tanpa ragu, Regi mencengkeram Cloud dengan rantai sucinya. Namun Cloud langsung melawan. Dalam kebingungan dan kesakitan karena rantai itu, ia sadar dirinya dalam bahaya.
“Berani menyerangku, ya?” ucap Regi sambil menyeringai…
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments