Lorong panjang itu terasa megah dan agung, seolah menjadi bagian dari istana yang tak tertulis dalam sejarah. Lantainya dilapisi karpet merah marun yang begitu tebal hingga langkah kaki pun nyaris tak bersuara. Dinding-dindingnya berlapis logam emas pada beberapa bagian, sisanya dicat putih terang, memantulkan kilau lembut dari lampu gantung kristal di langit-langit.
Di antara dinding itu, berjajar lukisan dan foto kuno dalam bingkai keemasan yang tampak seperti artefak kerajaan. Di sinilah Hera, gadis kecil misterius yang baru saja tinggal di mansion itu, menyusuri lorong dengan langkah lesu.
Di sampingnya, berjalan seorang pelayan pria—berpenampilan rapi dan berwibawa, bernama Sebastian. Ia telah melayani Madam Eadline selama bertahun-tahun.
Hera, bosan karena terlalu lama berjalan, berusaha mengalihkan perhatian. Matanya menyapu setiap lukisan di dinding, hingga akhirnya ia terpaku pada satu foto yang berbeda dari yang lain—sebuah potret kelulusan dua gadis muda berpakaian seragam junior exorcist.
Salah satu dari mereka memiliki rambut pirang dikuncir kepang, dan yang paling mencolok adalah warna matanya yang berbeda: hijau di kiri dan biru di.
“Sebastian!” seru Hera tiba-tiba.
Sebastian menoleh, sedikit terkejut.
“Apakah Anda menyukai potret itu, My Lady?” tanyanya dengan sopan.
“Ya! Apakah itu... Madam Eadline waktu muda?” tanyanya, matanya bersinar.
Sebastian tersenyum kecil. “Benar. Nyonya Eadline adalah lulusan terbaik dari Akademi Exorcist. Kecantikannya memang menurun dari masa mudanya... tetapi yang lebih mengagumkan adalah kekuatannya.”
Hera mengangguk, kagum.
“Beliau memang luar biasa...”
---
Tak lama kemudian, mereka sampai di depan kamar. Sebastian membukakan pintu dan membiarkan Hera melangkah masuk terlebih dahulu.
Ruangan itu sangat luas dan terang, dindingnya dicat kuning pudar. Di tengah ruangan, berdiri sebuah tempat tidur besar dengan selimut tebal berwarna kuning cerah, bantal empuk, dan boneka lucu berukuran besar—sebuah teddy bear coklat yang langsung menarik perhatian Hera.
“Lucu sekali!” serunya sambil memeluk boneka itu.
“Kami senang Anda menyukainya, My Lady,” jawab Sebastian, sopan.
Ia lalu membuka lemari, mengambil sehelai handuk dan piyama kotak-kotak berwarna merah muda. Dengan rapi, ia meletakkannya di atas tempat tidur.
“Sebaiknya Lady membersihkan diri dulu sebelum makan malam tiba,” sarannya.
“Baiklah,” jawab Hera sambil tersenyum.
Dengan handuk di tangan, Hera berjalan ke kamar mandi. Sebelum masuk, ia menoleh ke Sebastian dan berkata, “Sebastian...”
Tanpa berkata-kata, Sebastian langsung mengerti maksudnya. Ia menunduk hormat dan segera berjalan keluar kamar.
Namun…
Bughh!
“Au!”
Terdengar suara benda jatuh keras dari dalam kamar mandi.
Sebastian membelalak, panik. Ia berlari kembali ke dalam dan mendobrak pintu kamar mandi tanpa ragu.
“My Lady! Apakah Anda—”
Ia membeku.
Di hadapannya, Hera terduduk di lantai dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam putih dengan pita biru kecil di bagian dada. Wajahnya merah padam.
“Sebastian! Aku... aku baik-baik saja!” katanya gugup, mencoba berdiri sendiri.
Sebastian segera memalingkan wajah dan mundur setapak. “Maafkan saya, My Lady! Saya khawatir sesuatu terjadi pada Anda!”
Ia hendak menawarkan bantuan, tapi Hera buru-buru menolak.
“Tidak perlu! Aku hanya tergelincir... karena sabun... Lagipula, bukankah Sebastian harus menyiapkan makan malam?” katanya berusaha mengalihkan.
Sebastian terlihat ragu. “Kalau begitu... panggil saya bila Anda membutuhkan sesuatu.”
Hera mengangguk cepat. “Tentu!”
Begitu Sebastian menutup pintu dan pergi, Hera menghela napas lega.
“Hampir saja...”
---
Saat membuka kotak obat di kamar mandi, Hera menjatuhkan sebuah benda. Ketika ia membungkuk untuk mengambilnya, ia mendapati bahwa itu adalah... sebuah bra merah mencolok, dihiasi bordir payet mengilap.
Wajahnya langsung memanas. Ia mengenali desain itu—model yang biasa dikenakan wanita di klub malam, seperti yang pernah ia baca diam-diam dalam buku Madam Eadline.
Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Panik, Hera menyembunyikan bra itu di dalam bak mandi dan menutupinya dengan tirai, lalu tergelincir karena tergesa.
---
Kembali ke Saat Ini
Usai membersihkan diri, Hera mengenakan piyama biru muda dan mulai mengeringkan rambutnya. Saat ia melirik ke arah jendela besar di sisi kamar, ia melihat sesuatu yang membuatnya penasaran—hutan gelap dan berkabut di kejauhan.
Tiba-tiba, sebuah suara samar terdengar di dalam kepalanya.
“Hera...”
Ia menoleh cepat. Tak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya.
Lagi, suara itu terdengar, lebih jelas. Ia bangkit dan menatap ke luar jendela.
Dan di sanalah...
Di balik pagar mansion, di antara pepohonan yang diselimuti kabut, sesosok misterius berdiri diam. Sosok berjubah dan bertudung hitam pekat, tanpa wajah yang terlihat... namun jelas menatap ke arah jendela kamar Hera.
Napas Hera tercekat.
Ia perlahan mundur, lalu langsung berlari keluar dari kamar.
---
Di Tempat Lain
Sementara itu, Sebastian hendak kembali ke atas ketika mendengar para pelayan bergosip kasar.
“Kalian dengar, anak itu ditemukan di hutan… katanya bisa jadi mata-mata Lucifer…”
“Jangan-jangan... dia bukan manusia.”
Sebastian menggertakkan gigi. Amarah membuncah di dadanya, namun ia menahan diri. Ia harus menjadi contoh, dan yang terpenting: Hera tak boleh tahu.
“Kalau bukan aku yang melindunginya, siapa lagi?” pikirnya, lalu kembali berjalan menuju kamar Hera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Rhea Rin
like ❤️❤️
2021-07-28
1