Darren sudah berada di Kampus. Ketika Darren tiba di Kampus, dirinya disambut oleh keempat sahabatnya. Dan saat ini Darren dan keempat sahabatnya berada di halaman Kampus.
"Aku tidak menyangka kau balik kesini lagi, Ren! Kita bakal kayak dulu lagi," sahut Chello.
"Iya. Aku juga senang bisa bertemu dengan kalian lagi." Darren benar-benar bahagia bisa bertemu dengan keempat sahabat-sahabatnya.
"Ren," panggil Chico.
"Iya, Chico!" Darren melihat kearah Chico.
"Bagaimana Perusahaan milik kamu di Amerika? Apa aman kamu tinggalin?" tanya Chico.
"Perusahaanku di Amerika saat sudah berkembang dan terkenal di beberapa negara. Dan untuk keamanannya. Aku sudah mempercayakan kepada empat orang kepercayaanku. Dan tiga cunguk itu." Darren tersenyum ketika menjelaskan tentang Perusahaannya yang ada di Amerika.
Zidan, Barra, Chico dan Chello tersenyum ketika mendengar Darren dengan tiga cunguk.
"Terua bagaimana Perusahaanmu yang ada disini? Kapan kau akan mulai kembali bekerja?" kini Zidan yang bertanya.
"Hari ini setelah pulang dari Kampus," sahut Darren.
Darren menatap satu persatu wajah keempat sahabatnya dengan senyuman manis di bibirnya. Dirinya benar-benar bersyukur dan juga bahagia karena memiliki orang-orang yang sangat menyayanginya, perhatian kepadanya, peduli kepadanya dan selalu ada untuknya.
"Terima kasih, ya!" Darren menatap keempat sahabatnya.
Mendengar Darren mengucapkan terima kasih membuat Barra, Chello, Zidan dan Chico bingung.
"Terima kasih kenapa, Ren?" tanya Barra dengan menatap Darren.
"Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih karena kalian mau menjadi sahabatku," jawab Darren.
Chico, Zidan, Barra dan Chello tersenyum tulus menatap Darren. Di dalam hati mereka memiliki perasaan sama seperti Darren. Mereka juga bersyukur dan bahagia bisa bersahabat dengan Darren.
Darren dan keempat sahabatnya itu sudah menjalin hubungan persahabatan sejak duduk di bangku kelas satu sekolah dasar, lebih tepatnya keakraban mereka terjalin sejak naik ke kelas empat sekolah dasar. Jadi bisa dihitung sudah 15 tahun hubungan persahabatan Darren dengan keempat sahabatnya.
"Kami juga Ren! Kami bahagia bisa menjadi sahabatmu," ucap Chello dan diangguki oleh Chico, Zidan dan Barra.
"Oh iya! Zidan, aku butuh bantuanmu!"
"Butuh bantuan apa, Ren?" tanya Zidan.
"Aku ingin kau dan timmu mencari informasi mengenai penyerangan terhadap Mama dan tante Amanda. Dan juga kecelakaan yang menimpaku setahun yang lalu."
"Baik, Ren!"
"Chico, Barra, Chello. Kalian pantau dan awasi markas BLACK WOLF dan BLACK LION. Pastikan tidak ada penghianat di markas."
"Baik, Ren!"
Ketika Darren dan keempat sahabatnya sedang sibuk membahas masalah markas, tiba-tiba Afnan dan Naura datang bersama para sahabatnya. Mereka menghampiri Darren dan keempat sahabatnya.
"Darren," panggil Afnan.
Darren yang mendengar suara yang sangat dikenalnya memanggilnya langsung melihat ke asal suara tersebut.
"Kak Afnan, Kak Naura." Darren tersenyum melihat kedua kakaknya.
Afnan dan Naura tersenyum ketika melihat adiknya tersenyum.
"Sudah lama datangnya?" tanya Afnan sembari tangannya mengelus rambut Darren.
"Gak juga. Baru sepuluh menit yang lalu." Darren menjawab pertanyaan dari kakaknya. "Kak Afnan dan Kak Naura kenapa telat datangnya?"
"Gak telat, kok! Buktinya ketika kami datang waktunya masih ada lima belas menit lagi." Naura sengaja menjahili adik sepupunya itu.
Baik Naira maupun Afnan sebenarnya tahu maksud dari pertanyaan dari adiknya. Adiknya itu ingin disambut oleh mereka berdua ketika sampai di Kampus. Tapi malah justru adiknya yang terlebih dahulu yang sampai.
"Bukan itu maksudku, Kak! Ach, sudahlah! Percuma ngomong sama kalian." Darren membuang wajah kearah lain.
Afnan, Naura, sahabat-sahabatnya dan juga keempat sahabatnya Darren tersenyum ketika melihat wajah kesal Darren.
"Iih. Gitu aja marah. Ntar hilang cakepnya." JAfnan mengacak-acak rambut adiknya.
Darren menatap kedua kakaknya, lalu berkata. "Kak Afnan. Kak Naura."
"Ada apa, hum?" Afnan dan Naura tersenyum hangat menatap wajah tampan Darren.
"Pasti ketiga mantan kakakku yang dari keluarga Austin itu kuliah disini juga. Aku minta sama Kakak. Jangan sampai mereka tahu kalau aku adik kalian. Apalagi kalau mereka sampai tahu bahwa aku cucu dari keluarga Smith. Belum waktu mereka tahu siapa aku yang sebenarnya. Biarkan saja mereka terus menghina dan memakiku ketika bertemu denganku." Darren berbicara dengan wajah dingin. Tatapan matanya tersirat kebencian yang mendalam.
Afnan, Naura dan yang lainnya dapat melihat tatapan kebencian dari matanya Darren. Mereka sangat mengerti dan paham apa yang telah dialami oleh Darren satu tahu lalu.
"Tapi ada syaratnya!" seru Afnan menatap wajah adiknya.
"Apa syaratnya?" tanya Darren.
Afnan dan Naura saling lirik. Kemudian menatap wajah Darren.
"Biarkan kami ikut dalam permainan ketiga mantan kakakmu itu," sahut Afnan.
"Kami akan membalas setiap apa yang mereka perbuat kepadamu selama di Kampus," ucap Naura.
"Jadi, maksud Kak..." ucapan Darren terpotong karena Afnan sudah terlebih dahulu berbicara.
"Iya. Jika mereka mengusikmu selama di Kampus. Kami juga akan mengusik mereka. Kami tidak akan membiarkan mereka menyakitimu apalagi menyentuhmu." Afnan berbicara sambil menatap lekat wajah adiknya.
Darren tersenyum di sudut bibirnya. Dalam hatinya, Darren tidak keberatan kedua kakaknya melakukan hal itu. Bagi Darren, ketiga mantan kakaknya itu pantas mendapatkannya.
"Aku tidak keberatan. Selama di Kampus ini Kak Afnan dan Kak Naura bebas melakukan apa saja. Lagian mereka bukan siapa-siapaku lagi. Baik mereka dan juga keluarga mereka adalah musuhku, kecuali tante Amanda, Om Julian dan ketiga anaknya."
Darren memang sudah sangat membenci keluarga Austin. Dirinya sudah tidak sudi punya hubungan dengan keluarga itu lagi. Sekalipun darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah darah yang berasal dari keluarga Austin. Tapi Darren sudah lagi menganggap keluarga Austin sebagai keluarganya. Namanya saja sudah berubah bukan lagi Darrendra Austin melainkan Darrendra Smith.
"Sepakat!" seru Afnan dan Naura.
"Ya, sudah! Lebih baik kamu dan sahabat-sahabatmu pergi ke kelas. Sebentar lagi bell masuk akan berbunyi." Naura berbicara sambil mengusap kepala Darren.
"Hm." Darren mengangguk.
Setelah itu, Darren dan keempat sahabatnya pergi meninggalkan Afnan, Naura dan para sahabatnya.
"Aku tidak akan membiarkan keluarga itu menyakiti adikku untuk yang kedua kalinya," batin Afnan.
***
Di rumah sakit Amerika terlihat seorang wanita cantik yang masih terbaring koma di atas tempat tidur di ruang rawat. Wanita itu adalah Amanda Austin dan sekarang menjadi Amanda Fernandes. Istri dari Julian Fernandes.
Kini yang menemani Amanda adalah Julian, sang suami. Sementara Victoria Austin, selaku ibu dari Amanda telah kembali pulang ke Sidney, Australia.
"Sayang. Bangunlah. Sudah satu tahun kau tidur. Apa kau tidak lelah, hum? Apa kau tidak merindukan kami?"
Julian menggenggam tangan Amanda. Sesekali Julian mengecup telapak tangan Amanda. Julian menangis melihat Amanda yang tidak kunjung membuka kedua matanya. Julian sangat yakin bahwa Amanda akan segar bangun dari komanya. Dan kembali pulang bersamanya ke Australia.
"Aku akan selalu menunggumu, sayang! Aku tidak akan pernah menyerah. Apapun itu." Julian mengecup kening Amanda.
Beberapa detik kemudian, Julian merasakan tangannya digenggam kuat oleh Amanda. Julian yang merasakan hal itu teramat sangat bahagia. Berlahan Amanda membuka kedua matanya. Julian yang melihat kedua mata Amanda terbuka menangis bahagia.
"Amanda," panggil Julian.
"Ju-julian," lirih Amanda.
"Iya, sayang! Ini aku." Julian membelai rambut Amanda.
Amanda berlahan melihat kearah Julian yang duduk di samping kanannya. Dapat dilihat olehnya suaminya yang tersenyum kepadanya.
Tiba-tiba Amanda membuka masker oksigennya. Melihat Amanda yang membuka masker oksigennya membuat Julian panik.
"Sayang. Apa yang kau lakukan? Kenapa dilepas?"
"Julian. Sepertinya aku tidak bisa berlama lagi menemanimu. Aku lelah, Julian! Aku ingin tidur. Biarkan aku pergi. Ikhlaskan aku."
"Amanda." Julian menggelengkan kepalanya dan air matanya yang mengalir membasahi wajah tampannya.
"Julian. Kamu jangan menyalahkan Darren atas apa yang terjadi padaku dan Kak Clarissa. Darren tidak salah. Justru Darren lah yang telah menyelamatkanku dan Kak Clarissa saat penyerangan itu terjadi. Darren datang bersama kelompoknya."
"Kau tidak perlu khawatir sayang! Aku dari awal menaruh kepercayaan besar terhadap keponakan manismu itu. Aku percaya kalau bukan Darren pelakunya. Keluargamu saja yang bodoh terlalu percaya perkataan orang lain dari pada percaya dengan Darren."
"Terima kasih, sayang! Aku titip anak-anak. Jaga mereka dengan baik. Aku juga menitipkan Darren kepadamu. Jaga dia untukku. Kak Clarissa memintaku untuk menjaga Darren jika dia pergi. Tapi sepertinya aku tidak bisa. Maka dari itu gantikan aku untuk menjaga anak-anak dan juga Darren. Aku tahu kalau keluarga Austin membenci Darren atas apa yang menimpaku dan Kak Clarissa."
"Amanda." Julian menangis.
Julian menangis karena dua hal. Pertama, Julian menangis karena Amanda akan pergi meninggalkannya. Kedua, Julian menangis karena keponakan manisnya sudah terlebih dahulu pergi menyusul kakak iparnya. Jadi, bagaimana bisa dirinya akan menjaga Darren.
"Aku mohon, Julian! Jangan seperti ini. Jika kau mencintaiku. Biarkan aku pergi. Aku tidur selama satu tahun itu karenamu. Karena aku belum berpamitan denganmu. Makanya sekarang ini aku minta izin padamu. Biarkan aku pergi."
Julian masih terus menangis. Dirinya benar-benar tidak sanggup akan kehilangan Amanda, perempuan yang sangat dicintainya.
"Ju-lian," lirih Amanda.
Julian menggenggam erat tangan Amanda dan mengecup keningnya lama. Air matanya jatuh tepat di kening Amanda.
"Ju-lian," lirih Amanda.
"Pergilah. Pergilah sayang! Aku melepaskanmu. Aku mengizinkanmu untuk pergi. Sampaikan salamku kepada Kak Clarissa. Katakan kepadanya kalau aku akan menjaga Darren, putranya!"
Setelah Julian selesai mengatakan kata terakhir, Amanda pun menghembuskan nafas terakhirnya. Amanda pergi dengan membawa kebahagiaan. Amanda pergi dengan senyuman yang indah terukir di bibirnya. Julian menekan tombol merah agar Dokter datang.
Julian kini berada di luar ruangan menunggu Dokter yang saat ini berada di dalam ruang rawat Amanda.
Beberapa menit kemudian, Dokter dan perawat keluar dan menghampiri Julian.
"Nyonya Amanda telah pergi untuk selamanya. Beliau pergi dengan membawa kebahagiaan karena anda sebagai suaminya telah mengikhlaskan kepergiannya. Selama satu tahun ini Nyonya Amanda bertahan hanya untuk mendapatkan izin dari anda. Dan sekarang Nyonya Amanda sudah mendapatkannya." Dokter itu menatap sedih Julian.
"Oh, iya! Saya hampir lupa. Ketika saya melakukan operasi terhadap Nyonya Amanda. Saya menemukan sesuatu. Benda itu saya temukan di saku bajunya Nyonya Amanda. Tunggu sebentar saya akan ambilkan barangnya."
Dokter itu pergi meninggalkan Julian untuk menuju ruangannya.
"Benda apa yang dimaksud oleh Dokter itu?" batin Julian.
Tak lama kemudian, Dokter itu kembali dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Ini barang yang saya temukan di saku baju Nyonya Amanda." Dokter itu menyerahkan barang tersebut kepada Julian. Julian menerima barang tersebut.
"FLASHDISK," batin Julian.
"Ya, sudah kalau begitu. Saya akan urus kepulangan istri saya kembali ke Australia agar bisa segera dimakamkan."
Julian mengambil ponselnya dan mengabarkan kepada ketiga anak-anak mengenai ibunya. Dan Julian juga tak lupa mengabarkan keluarga Austin tentang meninggalnya Amanda.
Julian memutuskan untuk membawa pulang Amanda ke rumahnya. Bukan ke rumah keluarga Austin.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
anggita
👏👌👍,,,
2022-10-19
0
ANAA K
Lanjut thorrr.. jangan lupa mampir yah
2021-09-13
0