Safiya Khanza Ayunindya
.
.
.
.
Aku dan Feni kini sedang berada di kantin bersama. Kami sedang menikmati bakso dan es jeruk buatan Pak Dadang. Di tengah aku melahap bakso, Feni mengganggu ku.
"Za"
"Hmm"
"Lo tau nggak, yang nolongin lo tadi ternyata anak baru"
Aku tiba-tiba tersedak mendengar omongan Feni.
"What... Anak baru nolongin aku." batin
"Yang bener Fen"
"Iya"
"Duh, gue kaga enak dong, baru dateng masa langsung di gebukin orang. Gue harus bilang terimakasih nih. Lo tau siapa namanya"
"Ya belum lah, gue aja belum tau batang hidung nya"
" Yeeeeee... Biasanya kan tau namanya dulu sebelum liat batang idung nya"
"Udah la Za, nanti juga kita tau sendiri kok. Udah gih.. Cepetan makannya, nanti masuk lagi"
"Ya sabar kali, setan di sini aja nggak ke ganggu"
"Udah, jangan bawa-bawa setan di kala makan begini Za, gue merinding"
"Gue yang tiap hari liat nggak papa tuh, dia kalau sekali di adepin sama tangan gelantungan pasti pingsan" batin.
"Udah selesai yuk ke kelas"
"Bayar dulu Za"
"Iya iya, tungguin ya"
Aku pun beranjak dari tempat duduk ku dan membayar bakso kepada Pak Dadang.
"Terimakasih Khanza manis.. Muaahh"
"Hih..."
Aku bergidik ngeri. Walaupun begitu, dia masih mau menjadi temanku. Setelah aku membayar bakso, kami pun ke kelas. Saat kami sampai, teman-teman sekelas ku berbincang-bincang dengan serius nya mengenai anak baru yang datang ke sekolah hari ini.
Sungguh membosankan bagi ku karena topik pembicaraan yang aku dengar begitu tidak mengenakan di telinga ku. Aku kesal, karena banyak makhluk yang terganggu hingga akhirnya aku menggebrak meja yang ada di depan ku.
"BRRAAKK"
Terasa sedikit nyeri, namun ini demi para makhluk yang menguasai ruangan ini. Tak mau mereka masuk ke salah satu tubuh siswa yang akan memasuki seseorang yang ada di kelas karena aku juga yang akan kena imbasnya nanti.
"BISA NGGAK SI KALIAN NGGAK RIBUT. DARI TADI ANAK BARU MULU.. ANAK BARU MULU.. GUE NEK DENGERNYA"
Aku berteriak dengan lantang nya agar seluruh siswa mendengar dan memperhatikan ku. Tak peduli apa ucapan mereka nanti.
"Heh Za, kok lo sewot si, lo belum tau ya anak baru itu katanya tampan. Awas aja kalau lo naksir" ucap salah satu teman kelasnya.
"Naksir itu bukan dari fisik, tapi hati. Kalau fisiknya baik hatinya beku, yang ada cuma nyakitin."
"Udah Za, nggak usah ribut, mending lo duduk yang tenang, nggak usah di pikir, mending lo pake earphone lo, dan dengerin musik kesukaan lo. Udah lo duduk ya"
Feni menenangkan ku dan aku pun menghela nafas panjang. Aku duduk dengan jengah di bangku ku sambil membaca buku novel dan mendengar kan musik.
Aku tak mendengar apapun karena begitu fokus nya membaca buku. Tiba-tiba ada yang menepuk punggung ku.
"Semoga aja bukan setan" batin
Aku memberanikan diriku dan menengok ke belakang.
"Hmm.. Kenapa. Eh...lo ko di situ"
Feni melirik-lirikan matanya ke sebelah kananku. Aku tak mengerti apa yang di maksudnya. Dia tambah melirik ke arah kananku. Aku hanya mengerutkan dahiku dan terpaksa aku menengok ke arah sebelah kananku.
"Astagfirullahal'azim"
Aku begitu saat di sampingku terdapat seorang pria tampan yang memiliki luka lebam di bagian wajahnya dan sudut bibir nya yang memerah.
"Dia hantu atau orang, siapa dia." batin
"Kamu kenapa Fiya"
"Ahh.. Nggak papa bu"
Aku melihat ke arah depan dan sudah mendapati teman-teman ku sedang memandang ku tak suka dan di penuhi dengan gelengan.
"Heh.. Dasar aneh"
"Mimpi apa dia semalam, bisa duduk sama anak baru itu"
"Sstt... Sudah sudah, kalian lanjutkan nulisnya."
"Iya bu"
Mereka berbisik namun masih bisa terdengar olehku. Aku tak percaya apa yang aku lihat di depan ku.
"Dia orang kan? Siapa dia, dari raut wajah nya aku mengenalnya dan sepertinya juga aku dekat dengannya. Siapa dia" batin.
"Sstt.. Khanza, liat ke depan.. Nanti bu guru marah loh"
Aku berusaha fokus dengan apa yang di ajarkan oleh guru sekarang. Namun di tengah hening nya siswa, dia memanggil guru yang sedang mengajar kami.
"Permisi bu"
"Iya kenapa"
"Saya masih baru di sini, apakah saya boleh berkeliling dulu di sini"
"Tentu saja boleh"
Sontak para siswi langsung heboh dan berkeinginan untuk mengajaknya. Aku hanya jangah tak percaya. Aku paling tidak suka dengan kedatangan murid tampan yang membuat sekolah heboh. Beruntung aku tidak begitu cantik dan memiliki sebuah kelebihan sehingga banyak yang tidak mendekati ku kecuali Feni.
Permintaan para siswi membuat guru geram dan membuat mereka akhirnya terdiam dan meninggalkan kerumunan yang mengelilingi ku dan anak baru itu tentunya.
"Bisa diam nggak si kalian. Kalian semua duduk. Fiya antarkan dia berkeliling"
"Sa-saya bu"
"Iya kamu, karena kamu satu-satunya siswi yang tidak terpengaruh dengan omongan ibu"
"Tapi nanti saya ketinggalan pelajaran ibu"
"Kamu anak cerdas, ketinggalan satu semester pun kamu nggak akan pernah lepas dari juara satu, cepat laksanakan"
"I-iya bu"
"Ayo"
"Apa apaan ini, aku yang diam aku yang kena imbasnya. Memang tak adil dunia ini. Dan anak ini, dia mengajak ku begitu antusias nya. Ada apa dengan anak ini"
Dia mengajak ku. Aku hanya mengangguk ragu dan menurutinya. Semua siswa yang iri hanya bersorak kepada ku.
"Kalian semua diam!! Kalau kalian masih berbicara ibu akan hukum kalian semua. Kalian mengerti"
"Iya bu"
Aku dan murid baru itu keluar dari kelas yang sangat berisik.
Gara-gara dia aku jadi tak ikut pelajaran. Berani sekali dia meminta ijin kepada guru keluar kelas. Terus apa istimewa nya dia hingga guru mempersilahkannya. Sungguh menyebalkan dan mengecewakan.
Aku sibuk bergerutu di dalam hati, namun dia berdehem dan membuat ku buyar seketika.
"Permisi, kita keluar untuk memperkenalkan tempat ini atau hanya berjalan-jalan."
"Terserah lo maunya apa"
"Kamu kan yang paling pinter, pasti tau dong sudut sudut sekolah ini"
Aku memutar bola mataku malas. Dia seperti sedang mengerjaiku dari caranya berbicara. Oohh... Apakah aku tidak seberuntung itu hari ini.
"Yah kan ngelamun lagi"
"Gue bingung mulai dari mana, coba deh lo tanya. Di sini tuh tempatnya luas gue bingung mulai dari mana jelasin nya"
"Bagaimana kalau kita berkenalan? , kita belum berkenalan kan sebelumnya"
Aku bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba, dia memberikan tangannya kepada ku. Aku bingung untuk menerima uluran tangannya atau tidak. Akhirnya aku pun menerimanya dan berbicara dengan ketus.
"Lo siapa"
"Dimas"
"Oohh... Kenapa dia menyebutkan nama itu, itu adalah panggilan untuk sahabat ku" batin.
"Nama lain"
"Nggak ada."
"Nggak bisa aku nggak bisa sebut nama itu"
"Apa nama itu ada masalah"
Dia menatapku dengan tenang nya dan aku lagi-lagi mengerutkan dahiku bingung dengan ucapannya.
"Safiya Khanza Ayunindya"
Aku kaget ketika dia menyebutkan nama lengkap ku padahal aku belum menyebutkan nama ku. Aku langsung melepaskan uluran tanganku dan menatap nya dengan penuh pertanyaan.
//**//
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments