Mentari pagi telah menyapa, hingga sengatan sinar matahari telah menganggu tidurku. Rasa letih atas sekujur tubuh, membuatku rasanya malas sekali untuk segera bangkit dari peraduan tempat tidur.
Tok ... tok ... tok, pintu kamar telah diketuk seseorang, sehingga mau tak mau rasa malas untuk bangun yang sempat menyerang, kini harus bangkit juga untuk membukakan pintu kamar yang berulang kali diketuk.
Ceklek, pintu telah kubuka perlahan.
"Eeh, bu Fatimah. Ada apa, bu?" tanyaku.
"Ngak ada apa-apa, nak Karin. Ibu hanya ingin melihat keadaan kamu, sambil menyuruh sarapan bersama kami," terang beliau berkata.
"Iya, bu Fatimah. Nanti Karin akan menyusul bergabung bersama kalian, tapi aku sekarang mau membersihkan diri dulu sebab baru saja bangun tidur," jawabku berbicara halus.
"Oh iya, ngak pa-pa. Kamu mandilah dulu, biar badan kamu fres. Ya sudah kalau begitu, ibu sama bapak makan duluan. Kamu nanti benar-benar nyusul makan, ya! Jangan sampai kamu ngak makan, kasihan dedek yang ada dalam perutmu, sebab dia juga butuh asupan untuk tenaga juga," suruh beliau menjelaskan.
"Iya, bu. Karin janji, nanti akan segera menyusul setelah membersihkan diri," tuturku menyetujui.
"Baiklah, kami tunggu."
"Heeem," jawabku menganggukkan kepala pelan.
Tak membuang-buang waktu langsung saja kaki melangkah ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama diri ini untuk membersihkan diri, hingga kini aku telah bergabung dengan keluarga pak Samsul untuk sarapan segera. Bunyi detingan sendokpun telah mengiringi makan kami yang penuh khidmat, tanpa ada satu obrolan yang keluar dari mulut kami masing-masing. Tak terasa sarapan begitu cepatnya usai, yang akhirnya tanpa permintaan dari yang punya rumah dengan cekatan diri ini langsung membantu bu Fatimah untuk mencuci bekas-bekas wadah sisa kami sarapan.
"Sudah, Karin. Kamu istrirahat saja, biar ibu yang membersihkan ini semua. Kamu sekarang nampak kelihatan pucat sekali, jadi lebih baik duduk atau baring saja," suruh bu Fatimah.
"Ngak pa-pa, bu. Karin baik-baik saja, kok. Lihat!Walau wajahku menampakkan tak sehat, tapi aku masih kuat untuk menjalani aktifitas seperti biasanya," tolakku secara halus.
"Heeem. Ya sudah kalau begitu. Ibu takut sekali kalau kamu kenapa-napa dan kelelahan saja," imbuh kata bu Fatimah.
"Iya, bu. Makasih atas perhatiannya."
"Iya, Karin."
Tak banyak wadah yang kami cuci, sebab menu untuk sarapan tadi pagi tak begitu banyak yaitu hanya makan sayur sop, sambal, dengan tempe goreng saja. Tapi walau begitu diri ini tetaplah harus bersyukur, sebab masih bisa menganjal perut saat diri ini telah kabur dari rumah dengan posisi terpontang-panting tak tentu arah selama dua hari.
"Duduk sini, nak Karin!" suruh pak Samsul mempersilahkan duduk di kursi dari kayu ruang tamu.
"Iya, pak!" jawabku setuju yang segera duduk diikuti oleh bu Fatimah yang ikut duduk disampingku.
"Ada yang ingin bapak dan ibu bicarakan sama kamu. Jadi maafkan kami sebelumnya, jika ada ucapan kami yang nantinya akan menyinggung atau menyakiti perasaan kamu. Kami tak berhak atas hidup kamu sebab kami bukanlah anggota keluarga kamu, tapi maaf jika kami sekarang mencampuri urusan kamu sebab kami berdua tak tega melihat nasib hidup kamu yang kelihatan rumit sekali. Jadi bolehkah kami bertanya-tanya tentang dirimu, sebab niat kami baik hanya ingin membantu kamu, dengan sebisa mungkin insyallah kami bisa membantu kamu. Jadi sekarang kamu tak boleh sedih maupun putus asa sampai ada niatan ingin bunuh diri lagi, sebab kami disini ada untukmu," ujar izin pak Samsul memberi keterangan panjang lebarnya.
"Iya, nak Karin. Ceritalah! Anggap saja aku adalah ibu kandungmu sendiri. Jadi kamu tak perlu khawatir jika kami akan berbuat jahat, sebab kami ini memang orang baik. Keluarkan semua uneg-uneg dan masalah kamu, supaya kamu bisa keluar dari lingkaran masalah pelik atas hidupmu," saut cakap bu Fatimah sambil mengelus pelan rambutku.
"Iya, pak, bu. Heeeeh ... aku akan ceritakan semuanya. Tapi janjilah padaku jangan sampai rahasia ini terdengar oleh keluarga besarku, sebab aku tak mau kembali ke masa lalu yang menyakitkan dan sudah menghancurkan hidupku," tutur kataku lemah dengan lelehan airmata mulai banjir.
"Iya, nak Karin. Kami berjanji akan merahasiakan ini semua dari keluargamu termasuk orang lain, karena kami tak mau kamu mengulangi kesalahan seperti kemarin-kemarin yaitu bunuh diri. Tuhan sangat membenci umatnya yang mudah putus asa, dengan cara ingin bunuh diri seperti kamu kemarin," cakap bu Fatimah dengan lemah lembut, sambil tangan beliau mengusap airmata yang mengalir dipipi.
"Terima kasih pak, bu. Tak ada kata lain lagi yang bisa kuucapkan selain terima kasih," cakapku kian tersedu-sedu menangis.
"Iya Karin. Sudah ... sudah,jangan menangis lagi," cegah bu Fatimah.
"Baiklah, saya akan ceritakan semuanya dari awal," Izinku dengan hati berat sebab akan memberi kisah sedih yang terjadi padaku.
"Silahkan!" jawab pak Samsul siap.
*********
# FLAHSBACK ON #
Bagian 1 perkenalan tokoh.
Namaku adalah Karin purtriana, biasa dipanggil dengan sebutan karin saja. Aku adalah anak yatim piatu yang sudah dari kecil telah ditinggal mati oleh kedua orangtuaku, akibat sebuah tragedi kecelakaan. Sebab paman dan bibiku tak mau mengurusku, hingga akhirnya kini aku dibuang ke panti asuhan. Sakit sekali rasanya diperlakukan oleh keluarga sendiri dengan keadaan seperti ini, namun nak hendak dikata apa yang saat itu diri ini tak bisa menolak sebab aku masih berumur delapan tahun.
Waktu demi waktupun akhirnya telah membuat diri ini tumbuh menjadi seorang wanita remaja yang cantik dan menawan. Sekarang usiaku empat belas tahun dengan status sudah kelas 3 SMP. Hari-hariku penuh kesuruman saat melihat teman-teman yang selalu bahagia dengan keluarga masing-masing. Lain denganku yang hanya ada keluarga dipanti asuhan saja, dengan bocah-bocah kecil yang yatim piatu juga.
"Karin, sini ... sini!" panggil ibu panti yang ingin memanggil.
"Iya, bu. Ada apa?" tanyaku binggung.
"Ayo ikut ibu sekarang. Sebab ada orang yang ingin menemui kamu," jelas ibu panti.
"Iya, bu."
Akhirnya kami berdua telah berjalan keruangan kantor milik kepala panti. Diri ini dibuat binggung bukan kepalang, sebab tak biasanya anggota panti akan dibawa ke kantor kalau tak membuat masalah dan ada orang yang ingin mengabdosi kami.
"Ini bu, pak! Yang namanya Karin, sesuai dengan foto itu!" jelas bu kepala panti terhadap tamu yang sedang duduk di kursi tamu.
"Wah ... wah, kamu ternyata cantik sekali daripada fotonya," puji ibu-ibu tamu yang langsung menghampiriku yang sedang malu-malu.
Diriku hanya bisa tersenyum ramah pada mereka, saat semua tamu tengah berdiri mendekatiku.
"Perkenalkan karin. Ini bu Lidya dan pak Cokro, yang mana beserta anaknya," jelas ibu kepala panti.
Rasa sopanku seketika muncul, yang mana langsung menyalami dan mencium tangan punggung mereka. Sungguh pesona anak laki-laki mereka begitu membuat hati meleleh saat diri ini tengah mencuri melihatnya, tapi seketika pandangan kutundukkan saat anak mereka menatapku balik ke arahku penuh tanda tanya dan heran.
"Gimana Andrian? Cantik 'kan Karinnya?" tanya tante Lidya pada anaknya.
"Iya ma, cantik dan masih imut?" jawabnya yang tak lepas dari menatapku secara seksama.
"Baguslah. Kamu pasti suka 'kan kalau jadi adek kamu?" imbuh tanya tante Lidya.
"Iya, ma. Terserah mama saja, yang penting mama sama papa bahagia atas pilihan kalian, pastinya Adrian juga akan ikut senang," jawabnya bernada datar.
"Adek? Maksudnya?" tanyaku binggung.
"Kamu pasti binggung ya Karin atas semua ini. Maksud kedatangan kami kesini itu untuk mengangkat karin menjadi anggota keluarga kami yang baru," jawab tante Lidya menerangkan.
"Benarkah itu, bu?" tanyaku kepada kepala panti asuhan.
"Benar itu Karin. Kamu sekarang sudah dewasa dan sepatutnya ada keluarga yang bisa mengawasi dan merawat kamu," tutur halus ibu panti sambil mengelus pelan rambutku.
"Kamu ngak usah takut Karin. Kami ini adalah keluarga baik-baik, jadi kamu ngak perlu mengkhawatirkan tentang yang hal-hal lain," ujar tante Lidya.
"Benar Karin. Anak om ini pengen sekali punya adek yang bisa menemani hari-harinya, tapi sayangnya rahim istriku sudah tak bisa berfungsi lagi, akibat kecelakaan yang menimpanya saat hamil anak kedua kami," ucap pak Cokro menerangkan terlihat sedih.
Bu Lidya sekarang hanya bisa mengelus-elus pelan lengan suaminya saat menjelaskan kejadian keluarga mereka. Mungkin sang istri memberi dukungan supaya suaminya kuat atas musibah yang menimpa keluarga mereka.
"Gimana, Karin? Kamu mau 'kan menjadi anak kami?" tanya bu Lidya.
"Entahlah, tante. Karin merasa kalian itu tak pantas mengangkatku sebagai anak, yang sementara kalian belum tahu sifat dan seluk beluk tentang keluargaku," jawabku berusha menolak.
"Kamu tidakusah khawatirkan itu, sebab kami sudah banyak mendapat info dari kepala panti ini," simbatan cakap pak Cokro.
"Tapi, pak!" jawabku dalam keraguan.
"Ngak usah ada tapi-tapian, yang jelas kamu akan disayangi oleh keluargaku termasuk diriku, paham!" ketus jawab si Adrian.
"Nah, 'kan Karin. Lihat! Adrian saja rasanya sudah tak tahan ingin kamu untuk jadi adeknya," terang tante Lidya.
"Mama! Apaan sih!" ketus cakap Adrian.
"Hahahah, bener itu bu Lidya. Mungkin kalian akan cocok jadi keluaraga bahagia," ledek simbatan ibu kepala.
"Amin ya robbal alamin," jawab semua orang kompak.
Akhirnya dengan terpaksa aku ikuti semua keinginan mereka untuk memiliki anggota keluarga baru. Terlihat sekali mereka begitu ramah dan baik hati, hingga kekhawatiran buruk tidaknya pada keluarga mereka sudah hilang. Semua barang-barang kutinggalkan yang hanya membawa pakaian dan barang-barang penting saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf 🤎ˢʰᵉʸₙᵤᵣ𝒻ₐ₳Ɽ💔
ohh jadi Adrian itu kaka angkatnya karin.. aq pikir dia pacarnya karinn..
semoga hidup karin akan baik baik saja dengan bu Fatimah dan pak samsul...
disetiap peristiwa atopun musibah pasti akan ada hikma yang kita dapat...
semangat karin
2024-12-16
8
❤️⃟Wᵃf 🤎ˢʰᵉʸₙᵤᵣ𝒻ₐ₳Ɽ💔
koreksi dikit boleh y kak.. mungkin klo kalimat "sambil menyuruh kamu sarapan diganti dengan sekalian mau ngajak kamu sarapan"..maaf cuma dikit aja kak🤗
2024-12-16
4
◌ᷟ⑅⃝ͩ●🧡⃟ʀᴀͫᴋᷰʜͫᴀᷰ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
setidaknya kamu bisa mengurangi rasa kesepian mereka ga ada anak cewe
2024-11-28
4