Bakso dan mie di mangkuk Rara mungkin sudah pusing tujuh keliling, sedari tadi Rara hanya mengaduk aduk bakso beserta mienya tanpa ada niat memakannya.
pikirannya gunda gulana oleh sosok Rendra yang baru beberapa hari di kenalnya.
Tinggi, tampan,atletis, wanita mana pun akan merasa jatuh cinta pada pandangan pertama, apa lagi usianya yang sudah dewasa menambah nilai plus bagi Rendra.
"Ra, makan tuh bakso, gak kasian kamu kalau tiba-tiba dia meriang dari tadi di puter-puter gitu gak di makan," celetuk Kiki.
Rara menghentikan aktifitasnya meletakkan sendok di mangkuk yang masih utuh tak tersentuh.
"Gak makan?" tanya Kiki yang sudah selesai dengan sepiring nasi gorengnya.
"Kenyang."
"Belum di makan kok kenyang, mubajir tuh bakso, nyenengin setan aja kamu Ra," gerutu Imel menimpali omelan Kiki.
"Apa hubungannya setan sama bakso?" tanya Rara dengan alis terangkat sebelah.
"Kamu gak tau mereka kan besanan, aduh Ra anak sd juga tau mubajir tuh temennya setan!" cicit Imel.
"Yakin, mubajir temennya setan?" tanya Rara dengan maksud mencibir sahabatnya.
"Eehh jangan mengadi ngadi kamu ya, mau ngatain kami setanya kan!" seru Imel sewot.
"Gak salahkan, yang mubajir aku, terus setannya masak harus aku jugak, kan gak lucu." kekeh Rara yang di sambut pukulan di bahunya hadiah dari kiki dan Imel.
"Sakit tau!" seru Rara seraya mengusap kedua bahunya.
"Rasain," dengus Imel kesal.
"Jadi kamu kapan ada rumah sakit Ra?" tanya Imel.
"Abis kerja aku pulang dulu kerumah baru kerumah sakit, ada apa?"
"Kami mau jenguk ibu Ra, kalau gak ada kamu rasanya gak enak."
"Oo ya udah, kalian datang jam tujuh aja aku udah kesana."
"Oke baiklah."
Obrolan ketiganya harus berhenti saat bel masuk terdengar berdering nyaring.
🌹🌹🌹🌹🌹
Rara harus naik angkutan umum demi menghemat uang, itu membuatnya harus berjalan kaki dari halte ke apartemen.
Tapi bagi Rara berjalan dengan jarak yang lumayan jauh bukanlah masalah, dia biasa melakukannya mengantar pesanan ibu ke tetangga dia hanya jalan kaki sebab Rara memang tidak memiliki motor.
Begitu pintu lift terbuka Rara melangkah masuk, menekan tombol di angka tiga, karena memang Apartement tuan Abian di lantai tiga.
Pintu lift baru akan tertutup rapat saat tangan kokoh masuk diantara cela di pintu lift yang hendak tertutup, tentu saja pintu jadi terbuka kembali.
Tubuh kekar menjulang tinggi tengah berjalan kearahnya, lalu berdiri dengan jarak yang begitu dekat, sangat dekat.
"Hay udah pulang?" Suara renyah yang tedengar begitu ramah. Sangat berbeda dengan siang tadi terasa dingin dan dalam.
Ara tak ingin tertipu dengan sikap Rendra yang musiman, sebentar dingin sebentar hangat. walau dia ingin, tapi dia memilih mengabaikan Rendra.
"Aku sedang bertanya jangan mengabaikan ku!" suara dingin dan dalam terdengar lagi dari bibir Rendra. Kali ini Ara tak bisa mengabaikannya, sebab Rendra bicara dengan langkah yang mengurung Rara merapat kedinding lift.
Bukannya takut rara malah menghayal, seperti drakor yang selalu di tontonnya, seorang gadis biasa tengah di kejar-kejar oleh Ceo tampan sekelas Rendra. Dan adegan seperti ini selalu jadi pavorit para penonton.
Melihat Rara yang bersikap biasa aja, Rendra malah jadi penasaran, kini bukan saja mengurung Rara dengan langkahnya Rendra kini menempelkan kedua tangannya pada dinding Lift, membuat tubuhnya semakin dekat menempel pada Rara. Denting lift yang sudah sampai di lantai tiga tak di indahkan Rendra, hingga lift kembali bergerak entah kelantai berapa.
"Kak a-aku di lantai tiga." Ara terlihat gugup dan salah tingkah.
"Aku tau," sahut Rendra seraya kembali menekat angka tiga pada tombol lift.
Tubuh Rendra yang lebih tinggi dari Rara dan berdiri dengan posisi yang sangat dekat membuatnya dapat melihat dengan jelas belahan gu nung kembar di bawahnya, matanya tak mau beralih dari benda mulus yang memanjakan matanya. Kali ini Rara benar-benar dalam masalah, Rendra yang awalnya iseng malah terbawa suasana. Dengan gerakan sedikit kasar Rendra merengkuh tubuh Rara membawa kearahnya secara paksa, Ara sadar ini tak baik, dengan sekuat tenaga Rara mendorong Rendra kebelakang. Usaha Rara tak sia-sia Rendra terdorong sesikit kebelakang.
ting
Pintu lift terbuka lebar keduanya beralih pandang ke pintu, Rara bergerak cepat, dia mendorong sedikit tubuh Rendra lalu berlari meninggalkan lift dan Rendra yang masih mematung di tempatnya.
Apa tadi yang Rendra lakukan, apa dia lupa Rara masih duduk di bangku SMA.
Rara terus mempercepat langkahnya menuju apartemen tuan Abian. dia hampir mati berdiri di perlakukan seperti tadi oleh Rendra, awalnya dia senang saat Rendra mendekat, tapi rasa takut tiba-tiba menerpanya saat Rendra terlihat serius, hampir saja...
Sementara perasaan Renda juga tak jauh berbeda, dia malah terlihat panik, dia baru saja mengintimidasi siswi Sma, gawat ada apa dengan dirinya.
"Sial, apa yang terjadi padaku, dia bahkan masih SMA," gumam Rendra panik.
Rendra menghempaskan tubuhnya di sofa, pria lajang itu dilema dengan rasa yang menerpa hatinya.
Rara masih memakai seragam putih abu-abu, tapi gesturnya mengundang hasrat kelelakiannya, dia bukan penggoda hanya Rendra saja yang tergoda.
Rara bahkan terlihat sangat polos tapi juga sangat seksi, entahlah apa namanya yang jelas saat ini kepala Rendra pusing atas bawah..
Jam lima sore Rara keluar apartement Abian, sesuai pesan ibunya, Sebelum Abian pulang dia harus sudah keluar apartement.
"Hay tuan misterius, apa kamu siburuk rupa sampai dengan pembantu saja tak sudi bertemu," ujar Rara di depan pintu apartement sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.
Rara melepat kantong pelastik berisi sampah kedalam bak samapah, dia tak langsung pergi, berharap ada suara merdu menyapanya.
Sudah lima menit, tapi tak ada siapapun menyapanya, ternyata benar rindu itu berat.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Rara menyuapi ibuk dengan buah segar, buah titipan ibuk-ibuk tetangganya yang dititip saat dia pulang kerumah tadi. sudah dua hari ini ibuk dirawat dirumah sakit, keadaan ibuk terlihat semakin membaik, wajah pucat ibuk pun sudah terlihat.
Seperti janji kiki dan imel mereka benar benar datang, tapi tak hanya berdua, mereka datang bertiga bareng fathan teman sekelas mereka.
"Ibuk, jangan sakit-sakit dong buk, jadi sedih liat ibuk sakit," ucap Imel sambil memeluk tubuh ibuk.
"Ibuk juga maunya gitu nak Imel, tapi gimana lagi ibu di kasih sakit ya harus terima," sahut ibuk dengan senyum.
"Ini siapa kok baru liat ibuk?"
"Saya fathan buk teman sekelas Rara," ujar fathan memperkenalkan diri, mengulurkan tangan menyalami ibuk.
"Oo satu sekolah juga?"
"Iya buk."
Ketiganya berbincang dengan ibuk, sampai ibuk terlihat sudah mulai diserang kantuk.melihat itu ketiganya pamit keluar ruangan agar ibuk bisa istrahat.
Tak butuh waktu lama ibuk pun sudah terlelap, mungkin pengaruh obat yang ibuk minum membuat ibuk tak bisa menahan kantuknya.
"Udah tidur ibuk Ra?" tanya Kiki saat Rara menyusul mereka di taman.
"Udah."
"Yang sabar ya sayang, ibuk udah nampak sehat kok, semoga bisa cepat pulang ya," tutur Imel sambil mengusap usap bahu Rara.
"Terimakasih kalian udah jenguin ibuk, doain ibuk lekas sembuh ya."
"Pasti," ucap ketiganya kompak.
"Ra kamit pulang ya, udah malem," pamit Kiki.
"Iya hati-hati ya."
Kiki dan imel memeluk Rara bergantian, lalu keduanya pamit pulang. kini Tinggal Fathan dan Rara di taman itu.
"Udah dua hari gak masuk kelas kemana than?" tanya Rara memecah keheningan yang sempat tercipta beberapa saat.
Fathan tak langsung menjawab, di tatapnya Rara yang tengah mengedarkan pandangannya kesekitar taman.
"Kenapa, kamu kangen?" bukannya menjawab fathan malah balik nanya.
"Iis cuma dua hari doang, setahun juga aku gak bakal kangen."
"Bohong!"
"Coba aja pergi sana pergi kalau kamu mau bukti," tantang Rara seraya menatap Fathan dengan berani. fathan balas menatap Rara intens.
"Akunya yang Rindu Ra," bisik Fathan lirih.
Rara terdiam, dia yang tadi menatap Fathan dengan berani, menarik tatapannya membuangnya kesembarang arah.
Entah karena susana yang berbeda membuat keduanya merasa canggung.
"Ra udah malem aku pamit ya, kamu Istrahatlah di di dalam." pamit Fathan.
"Iya hati-hati ya."
"Heem"
Rara menatap punggung sahabatnya hingga menghilang di antara keramaian, semakin keini sikap Fathan terhadapnya semakin aneh, terkadang Rara merasa pandangan fathan bukan pandangan seorang sahabat.
"Mau kopi?"
Rara terlonjak kaget, lamunannya seketika buyar entah kemana. Rendra sudah berdiri di sampingnya dengan dua cup kopi hangat.
Rara meraih kopi dari tangan Rendra, kopi hangat yang menghangatkan tubuhnya.
"Pacar?" tanya Rendra seraya menatap Ara lekat.
"Sahabat," sahut Ara seraya menatap kedepan.
"Tapi tatapannya penuh cinta ke kamu Ra."
Rara terdiam, Rendra benar, akhir-akhir ini Fathan menatapnya dengan tatapan penuh cinta.
.
.Happy reading.
Hay jangan pelit dukungan ya, jangan lupa tinggalin like and vote 🥰🥰🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
LO TU TG NAFSU MA RARA..
2023-02-21
0
Sulaiman Efendy
LO BLM LIAT BOS LO TUAN MUDA ABIAN, LBH GANTENG DARI RENDRA,,
JGN BILANG LO JTUH CINTA MA RENDRA
2023-02-21
0
Rossella Alden
makin seru nich
2022-09-23
0