Rara menekan tombol sesuai nomor kombinasi yang di berikan ibu padanya sebagai akses masuk apartemen tuan muda Abian.
Ceklek
Perlahan Rara masuk kedalam, nuansa putih seketika memanjakan mata indah Rara, ruangan apartemen, dinding, lantai, sofa semua serba putih hanya beberapa perabotan berwarna hitam metalik.
Rara membuka tas berisi baju ganti yang sengaja dia bawa dari rumahnya. diruang tamu itu Rara mengganti bajunya, menanggalkan seragam putih abu-abunya dan hanya menyisakan dalaman yang serba hitam itu tanpa sungkan, toh tak ada orang di apartemen ini.
Rara menganti baju sekolahnya dengan celana pendek di bawa lutut dan kaos oblong berwarna putih.
Selembar kertas putih sebagai pemandu pekerjannya kini berada di tangannya dan sedang dia baca satu persatu, dia harus memastikan pekerjaannya berjalan sempurna jika tak ingin ibunya di pecat.
"Ingat tuan Abian tidak suka ada kesalahan pada pekerjaan kita, dia akan langsung memecat Art nya bila itu terjadi, kau cepatlah pulang sebelum dia datang, itu termasuk salah satu peraturan yang tak boleh di langgar, atau dia akan memecat mu, baca dengan teliti jangan sampai terlewat, apa-apa yang harus kau kerjakan ngerti nduk?"
Rara menghela nafas panjang dan mulai melakukan tugas ibunya satu persatu.
Pertama membersihkan seluruh apartemen, kemudian, saat binatu datang mengantar pakaian, susun di lemari sesuai warna dan jenis. Cuci piring letakan sesuai jenis piring dan gelas, Buang sampah. Begitulah yang tertulis di kertas.
Rara mulai dengan membersihkan debu pada seluruh perabotan, lalu mulai mengepel seluruh lantai, saat pakaian sudah di antar oleh jasa Binatu, dia mulai menyusun baju-baju tuan muda Abian sesuai warna dan jenis. Lalu menyusun piring yang sebelumnya sudah dia cuci tadi.
Rara merebahkan tubunya di sofa, sejenak meluruskan pinggang yang terasa pegal. Pantas saja ibunya sakit, seberat ini tugas yang dia emban setiap hari.
Sebelum tuannya pulang, Rara sudah keluar dari apartemen dengan seonggok sampak di plastik hitam ditangannya yang akan dia buang di tempat pembuangan sampah apartemen.
Rara melempar plastik berisi sampah pada bak sampah yang terbuka, bersamaan dengan seseorang yang melakukan hal yang sama.
Seorang pria berusia sekitar dua puluh limaan berdiri tepat di samping Rara, dia yang tadi bersamaan dengan Rara melempar sampah.
"Hay, penghuni baru ya?" tegurnya ramah.
"Bukan,"
"Ooo tamu?"
"Bukan, aku kerja disini," sahut Rara membalas keramahan pria ini.
"Oh ya, aku Rendra penghuni apartemen ini." ujarnya tanpa mengulurkan tangan.
"Rara."
"Sampai ketemu lagi Ra," ujar Rendra seraya berlalu pergi meninggalkan Rara yang masih mengagumi ketampanannya di antara bak sampah apartemen.
"Gilak, gantengnya bikin jantungan," desis Rara, menatap punggung Rendra yang tampak sangat berotot itu, mirip tubuh para pria yang ada di majalah yang sering dia baca. Pria dengan roti sobek di tubuhnya.
"Kiki, dan Mela pasti histeris kalau ketemu Rendra," gumam Rara menyebut dua sahabatnya seraya beranjak pergi.
Lega rasanya bisa menyelesaikan tugas ibu, kini tinggal pulang kerumah liat si kembar, lalu menjenguk ibu di rumah sakit.
Pintu rumah tampak terbuka, dengan langkah pelan, Rara masuk kedalam rumah berniat mengejutkan sikembar yang mungkin sedang bermain.
Aroma telor dadar memenuhi ruangan, bersama dengan bunyi spatula yang beradu dengan wajan, suara yang pastinya berasal dari dapur rumah Rara.
Rara bergegas menuju dapur, tampak sikembar tengak mengaduk nasi di kuali, Dedek berperan pegang spatula sedang Dimas berkacak pinggang di sebelahnya.
"Masak apa dek?" sapaan Rara malah mengejutkan keduanya.
"Mbak Rara, kok gak dengar salamnya bikin kaget aja," ujar Dedek bernada protes.
"Salamnya pelan jadi gak kedengeran, kalian masak apa?" ujar Rara seraya melongok wajan yang berisi nasi goreng.
"Nasi goreng, sama dadar telor." sahut Dimas seraya mematikan kompor.
"Sayur yang di kasih bik Siti habis?" tadi sebelum pergi sekolah bik Siti datang memberinya sayur tumis pepaya yang masih muda di tambah ikan asin dua ekor.
"Masih."
"Lah kok masak ini?"
"Mbak kan tau kami gak suka," ujar Dimas.
Rara baru ingat duo kembar memang gak suka sayur pepaya muda.
"Ya udah makanlah, mbak mau ketempat ibu, kalian dirumah aja ya, kalau gak berani ajak temen tidur rumah."
"Iya mbak, titip salam sama ibuk, sebenernya kami pingin ikut, tapi kata mbak gak boleh bertiga nginep di Rumah sakit." ucap Dimas dengan raut sedih.
"Itu benar, doain aja ibuk lekas senbuh biar bisa cepat pulang, sudah cepat makan, mbak mau ambil keperluan ibu dulu." ujar Rara, cemarinya mengacak lembut rambut duo kembar.
Setelah beberes keperluan ibuk dan keperluannya, Rara membungkus nasi beserta sayur pemberian bik siti untuk bekal makan malamnya di Rumah sakit.
"Kalian baik-baik dirumah ya, mbak gak pulang nanti malam, ini buat jajan sekolah besok."
Rara membuka dompet berwarna pink, mengambil uang lima ribuan dua lembar lalu memberikannya pada Dedek dan Dimas.
"Makasih mbak."
"Iya, ikan kan pesan mbak tadi."
"Ingat mbak," sahut Dimas.
"Ya udah mbak pergi ya,"
"Hati-hati mbak."
Dengan naik ojol Rara pergi ke Rumah sakit, kasihan sebenarnya Rara pada ibuk, ibuk terpaksa sendirian di rumah sakit, karena dia harus kerja gantiin ibuk.
Rara masuk keruang rawat ibuk, rupanya ibuk gak sendiri ada dua tetangganya tengah berbincang dengan ibuk.
"Buk Tri, buk Inah, kapan sampai?" tanya Rara seraya meletakkan barang bawaannya di rak samping tempat tidur ibuk.
"Siang tadi nak."
"Sukurlah ibuk ada temenya, tadi udah kepikiran ibuk sendirian," tutur Rara. ruangan ini ada lima dipan tapi baru ibu yang mengisi.
"Gimana lagi namanya kamu kerja bukan gak mau nemeni kan," sahut buk tri.
"Iya sih buk."
Setelah ngobrol sebentar buk Tri dan buk Inah pun pamit pulang, sebelum pulang tampak mereka menyelipkan amplop di balik bantal ibuk. sedih rasanya harus menerima uluran tangan mereka tapi bagaimana lagi dia memang membutuhkannya.
Menjelang isya ibu dapat kawan, penghuni baru di sebelah ibuk, wanita empat puluh tahun dengan penyakit yang sama darah tinggi. tapi berbeda dengan ibuk yang punya aku untuk mendampingi, ibu itu punya banyak keluarga di sampingnya.
Sudah jam sepuluh ibu sudah terlelap sementara Rara masih betah melotot. Karena jenuh Rara memutuskan jalan-jalan ketaman.
Di taman dia tak sendiri, banyak orang yang melakukan hal serupa dengannya mencari udara segar.
Harusnya dia istirahan saat ini sebab besok seharian dia tak kan punya waktu untuk melakukan nya.
Rara menyandarkan kepalanya pada kursi taman, perlahan dia memejamkan matanya. pikirannya menerawang jauh ke apartemen tuan Abian. Apa apartemen tuan Abian?!. bukan hanya itu wajah Rendra kini sudah di pelupuk mata, bahkan harum tubuhnya pun tercium jelas olehnya.
Rara tersenyum simpul, khayalan yang lumayan menyegarkan otaknya yang kusut.
"Jangan senyum sendiri, apa lagi di tempat sepi bahaya!" suara teguran Rendra bahkan terdengar nyata di telinganya saat ini.
"Ehem" deheman yang begitu nyata menyentak Rara seketika.
"Kak Rendra!," pekiknya kaget.
Rendra cuma bisa nyengir, lah sedari tadi emangnya siapa?
.
.
Happy reading
kalau sudah mampir jangan pelin jempol ya kasian Author 🤭🤭🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Desrina Tobing
tu Rendra ko tiba2 ada jgn2 dia dokter d rumh sakit.....ah jdi penasrannnn ku meronta2 🤗
2022-03-27
0
Okto Mulya D.
ngelamun Ra
2022-03-06
0
Widya Wulandari
wa ternyata bukn mimpi 😄😍
2021-10-07
2