Dis... bantuin. Aku ga pandai merayu." Ucap Dwini sambil menunduk dan mengulurkan ponselnya pada Dista.
Dan mulai lah jiwa usil Dista memberikan ide-ide pada Dwini yang agak cupu urusan percintaan.
Sehingga tidak memerlukaan waktu yang lama, sedikit demi sedikit Dwini mendapat respon baik dari dosen pembimbingnya Irwan Bakhtiar.
Proposalnya sudah tidak banyak di coret lagi, bahkan di arahkan akan di isi dengan perbaikan. Tetapi, dengan syarat konsul itu tidak harus dilakukan di ruangannya. Pak Irwan seperti sengaja menyeting tempat pertemuannya di tempat santai dan menyenangkan.
"Selamat malam Pa, maaf ijin menggangu. Kapan revisi proposal saya bisa di ambil...?" isi chat Dwini pada Dosen itu.
Dengan senyum sumringah Irwan membaca chat itu dan langsung mengetik pada ponselnya.
"Maaf Dwini. Saya sedang di daerah pantai Seruni. Sedang ada acara, tapi tugasmu selalu saya bawa di mobil. Jika berkenan kamu boleh ke sini untuk mengambilnya, sekalian refresing."
"Apa saya boleh mengajak teman, jika ke sana Pak?" tanya Dwini
"Ya... tentu saja boleh. Lebih banyak lebih asyik. Tapi Saya sarankan agak siang menjelang sore, karena pemandangan sunset di sini sangat indah." Jelasnya. Padahal yang benar Irwan sama sekali tidak berada di Pantai itu. Hanya ia sengaja agar bisa menikmati indahhnya pantai dan menikmati deburan ombak di sana bersama wanita yang selama ini diam-diam ia puja.
"Baiklah pa. Sampai jumpa besok. Selamat malam.." Dwini mengakhiri chat itu.
Dwini segera melaporkan isi chatnya dengan Dista, berharap sahabatnya bisa memberikan solusi dan mau menemaninya besok untuk pergi ke pantai seperti yang Irwan dan Dwini janjikan.
Mendengar hal itu, tentu saja Dista senang dan langsung menghubungi Langit kekasihnya agar juga ikut serta menemani mereka.
Lagi... giliran langit yang mengajukan syarat dengan alasan Langit tidak punya mobil karena juga anak perantauan. Maka, mereka bersepakat untuk berangkat menggunakan mobil Anjasmoro. Pria yang selama ini sangat menginginkan Dwini jadi kekasihnya.
Dwini menyetujui persyaratan itu, sebab menurutya jika hanya pergi ke pantai bukanlah sesuatu yang salah dan tidak termasuk dalam kategori selingkuh dari Bimo, pria yang selalu ia anggap kekasihnya itu.
Dwini, Dista, Langit dan juga Anjasmoro kini telah berad di pantai Seruni.
Tempat ini memang salah satu dari puluhan pantai indah yang ada di jejeran wisata pantai tepatnya di Gunungkidul. Dengan view sangat cantik, terutama saat senja di mana pemadangan sunset di sana sangat tepat untuk diabadikan dan memberi kesan kesan romantis tentunya.
Senyum Irwan mengembang ketika melihat segerombolan mahasiswanya mendekat ke arahnya. Yang tentu saja ia sudah memesan tempat untuk mereka bersantai.
Walau sedikit kecewa melihat ada dua lelaki yang Dwini ajak, tetapi ia tetap bahagia karena baginya yang terpenting Dwini bisa di ajaknya untuk menemuinya dalam keadaan yang tidak formal.
Profosal Dwini tampak sudah berada tidak jauh dari tubuh Irwan, itu menandakan bahwa ia siap memberikan arahan dan bimbingan pada Dwini. Sehingga Anjas, Langit dan Dista paham, untuk segera meninggalkan dosen dan mahasiswa itu saling bertukar pendapat.
Tidak banyak kesalahan dari yang telah Dwini buat, hanya saja Irwan sengaja mengulur watu demi dapat selalu bertemu dengan Dwini.
Sehingga akhirnya hari itu ia manfatkan untuk mengatakan perasaannya yang sejujurnya.
"Mbak Dwini... draf mu sudah sempurna, kamu tinggal minta persetujuan dosen pembimbing dua, Bu Nurlaila. Jangan lupa bilang bahwa semuanya ini sudah saya setujui. Agar beliau tidak mempersulitmu. Jadi berikutnya kamu akan mendapatkan jadwal sidang."
"Alhamdulillah... bapak tau. Saya hampir saja putus asa karena selama ini proposal saya lama sekali di susun. Padahal saya sudah berusaha dengan maksimal memperbaikinya."
"Sebenarnya bukan isi profosalmu yang salah. Hanya kamu yang tidak peka, membaca maksud saya selama ini."
"Iya...saya sudahh berusaha membandingkan dengan banyak buku dan hasil penilitan dari pendahulu saya. Tetapi itu selalu berbeda dengan yang bapa inginkan... maaf Pa . saya jadi curhat." Dwini baru menyadari jika kini ia tampak begitu lepas mengungkapkan uneg-unegnya selama ini.
"Mbak Dwini... bisa ga. Jika kita sedang berdua begini panggilnya jangan bapak. Kesannya saya tua sekali." Pinta Irwan mulai berani.
"Maaf pa... saya harus sebut apa? Mas...?"
"Itu terdengar lebih nyaman dan akrab." Jawab Irwan dengan senyum yang sangat manis.
Dwini hanya menelan air ludahnya sendiri, menyadari betapa panggilan itu bertentangan dengan hatinya. Tapi demi skripsi yang ga kelar-kelar, Dwini belum punya pilihan lain.
"Oh iya, ini di simpan dulu. Tuh sunsetnya udah mau muncul... kita susuri bibir pantai yuk... sekalian menikmati pemadangan itu lebih dekat." Ajak Irwan sambil mengulurkan tangannya
"Maaf mas...saya bisa jaln sendiri." Tolak Dwini dengan sopan.
"Oh iya... maaf jika itu lancang." Ujar Irwan yang menyadari bahwa gadis ini benar-beenar dapat menjaga dirinya. Dan tidak gamoangan, membuatnya semakin terpesona pada kepribadian Dwini. Sungguh berbeda dengan mahasiswi lain di luar sana, yang begitu bnyak cara untuk menarik perhatiannya.
Sementara Dista, Langit dan Anjas. Sudah tidak tau kemana bergerilya di pantai itu, menikmati pamandangan dengan cara mereka masing-masing. Dan Dwini terjebak dalam suasana yang terlihat sangat romantis bersama Irwan sang dosen pembimbing. walau tidak saling berpegangan, mereka berjalan pelan dalam jarak dekat pun mampu membuat dada Irwwan bergemuruh tak karuan.
"Oh iya Mbak Dwini. Apakah saya boleh mengakui sesuatu?" tanya Irwan dengan sangat pelan.
"Iya katakan saja... mas Irwan." Ujar Dwini dengan lebih pelan karena sebenarnya tidak nyaman dengan sebutan mas di depan nama dosennya itu.
"Apakah selama ini, kamu senang dengan semua yang aku kirim untukmu...?"
"Kiriman yang mana... maaf...!!"
"Tidak perlu minta maaf, aku yang seharusnya minta maf. Jika selama ini telah lancang mengganggumu dengan kiriman bunga, buku dan coklat ke rumahmu." akunya jujur.
"Jadi... selama ini yang mengirim pake itu pak Irwan... eh Mas Irwan?" Ujar Dwini sambil menutup mulutnya dengan kedua tangaannya karena terkejut.
Irwan menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap Dwini.
"Iya... maaf sudah merahasiakannya. Aku terlalu pengecut untuk mengatakannya secara langsung. Bahkan proposal mu sengaja ku ulur demi untuk mendapatkan perhatianmu, dan selalu bisa bertemu denganmu. Sekarang aku sudah tidak dapat menahan dan menunggu waktu lagi. Untuk katakan bahwa aku terpesona padamu, juga kau telah berhasil mencuri hatiku." Ungkapan itu sangan tulus dan jujur keluar dari bibir seorang dosen muda itu.
Dwini lagi-lagi termangu dalam diamnya, ia belum siap menerima ungkapan cinta dari seorang pria bahkan dosennya sendiri.
"Mbak Dwini... apakah kira-kira aku boleh memilikimu...? atau kamu malu jika harus berhubungan dengan pria tua sepertiku?"
Tiba-tiba saja pertayaan itu lolos dari mulut seorang Irwan Bakhtiar.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
bunda n3
waah modus banget nih dosen pembimbing
2025-01-11
1
Virgo Girl
Wadawwww.. . pak Irwan ternyata sang secret admirer Dwini🤣🤣
2025-01-19
0
Titik Kedua
Bukan main juga si Irwan ini, yaa🤣
2024-02-25
1