Sehingga dalam keseharian Dwini pun, ia berandai bahwa ia telah memiliki kekasih. Bahkan saat kini ia mengeyam pendidikan di salah satu Universitas di Yogyakarta pun, ia selalu mengakui bahwa ia telah memiliki calon suami, pada tiap pria yang datang ingin mendekati dan jatuh hati padanya.
Paradista adalah sahabat Dwini yang akrab sejak mereka di Sekolah Menengah Atas hingga kini mereka bersepakat untuk mengambil jurusan Psikologi di sebuah kampus ternama di kota Gudeg itu.
Tidak ada yang Dwini tutupi dari Dista termasuk soal perjodohannya dengan Bimo.
"Dwi... menurutku ga papa kali kamu sekedar kenalan dan deket dengan beberapa kakak tingkat atau teman kita di kampus ini. Toh, pria yang di jodohkan sama kamu juga belum tentu jadi suamimu." Tiba-tib saja Dista menyampaikan perasaanya, karena merasa kasihan pada pria-pria ang selalu tidak berhasil mendekatinya.
"Tapi, aku sudah berjanji pada ayah bunda ku juga pada calon mertuaku, bahwa aku akan mencintai Mas Bimo dengan sepenuh hati."
"Yess girl... aku paham dengan maksudmu untuk berbakti dengan keinginan orang tuamu. Tetapi, kamu juga jangan menyepelekan perasaanmu sendiri.
Kamu juga berhak berbahagia. Sekarang aku tanya... apa dia juga mencintaimu...?" tanya Dista pada Dwini.
Dwini hanya menggeleng.
"Apakah kalian telah saling bertemu ? eh... apa kalian pernah saling berkomunikasi?"
"Tidak, selama ini aku tau semua tentang dia hanya lewat ibunya. Ibu mas Bimo sangat baik, dan aku yakin orang tua yang baik tentu memiliki putra yang juga manis." Jawab dwini penuh keyakinan.
"Ah... sudahlah. Mari kita jalani hidup baru kita di suasana yang berbeda ini. Mungkin selama ini kamu bisa dengan mudah membingkai nama mas Bimo mu itu dengan baik saat kita berseragam abu-abu. Tapi, kini kita sudah berstatus mahasiswa. Tentu pemandangan yang di tunjukkan semesta akan berbeda dari sebelumnya." Ujar Dita mengakhiri debatnya pada Dwini.
Kini Dwini dan Dista tinggal di sebuah rumah yag memang di beli untuk Dwini tempati selama kuliah. Rumah itu cukup besar untuk ukuran anak kuliahan. Terdiri dari 4 kamar, 1 kamar di khususkan untuk ayah bunda Dwini jika sewaktu-waktu menginap di Yogyakarta. satu kamar untuk Dwini dan Dista pun sudah masuk dalam hitungan, sebab Dista adalah sahabat Dwini sejak mereka duduk di kelas X pada sekolah Menengah Atas. Mereka tidak hanya seperti sahabat justru seperti saudara. Mungkin karena Dwini anak tunggal jadi ia sangat merasa nyaman jika kini ia memiliki Dista yang sangat bak padanya.
Demikian juga Dista, yang memiliki 2 saudara perempuan dan 1 laki-laki, sehingga ia tidak perlu beradaptasi jika kini seolah memiliki saudara perempuan.
Walau Dwini termasuk anak orang mampu, tidak serta merta membuatnya menjadi manja. Dista dan Dwini bersepakat untuk menjalani masa perkuliahan mereka layaknya anak kuliah lainnya. Berangkat dan pulang dengan sepeda motor roda dua, juga menolak saat bundanya menawarkan untuk mempekerjakan seorang ART untuk mereka berdua.
Mereka benar-benar ingin menikmati rasanya hidup mandiri, merasakan hidup yang jauh dari orang tua, mengatur pengeluaran keuangan mereka, membagi waktu antara belajar dan membersihkan rumah.
Semua itu dunia baru bagi mereka, yang sangat ingin mereka nikmati, sesuai impian mereka berdua saat masih sekolah di Kota Solo.
Dwini dan Dista memiliki kesamaan kepribadian yaitu mudah bergaul, juga selalu ramah pada orang-orang baru. Dalam waktu yang singkat, mereka sudah memiliki banyak kenalan, tidak hanya di kalangan teman sekelas tapi juga kakak tingkat mereka. Sehingga mereka sangat di mudahkan jika menemukan kendala dan kesulitan seputar masalah tugas perkuliahan mereka.
Baik di kampus atau pun di rumah, Dwini dan Dista tampak selalu kompak. Mereka saling dapat membagi waktu dan pekerjaan rumah mereka. Sehingga Walau hanya tinggal berdua keduanya tampak seperti layaknya dua orang dewasa yang saling memahami tupoksinya masing-masing.
Hidup tidak bersama orang tua memang dapat melatih mental mereka untuk menjadi pribadi yang mandiri. Namun hal itu juga dapat menjadi bumerang bagi keduanya. Terutama karena memiliki paras yang cantik, di tambah hidup tanpa orang tua. Tentu saja mereka menjadi sasaran empuk bagi laki-laki di luar sana.Yang mungkin saja hendak berniat buruk pada mereka.
Dista yang supel dan lebih lincah dari Dwini, mengambil jalan pintas dan aman. Yaitu dengan menerima tawaran pacaran dari kaka tingkat mereka bernama Langit. Dengan tujuan, agar ada yang bisa mereka andalkan jika sewaktu-waktu memerlukan bantuan.
Sebenarnya, bukan hanya Dista yang di incar kaka tingkat. Jika di lihat dari list nama-nama yang mau jadi pacar Dwini malah lebih banyak. Hanya... kembali ke masalah hati Dwini yang sudah ia tutup dan khususkan untuk Bimo seorang.
"Ku udah lelah bilang sama Dwini mas Langit... agar Dwini terima ka Anjasmoro. Tetapi, alasannya selalu sama." Kisah Dista pada Langit saat mereka berkencan dan nampaknya Langit sedang meminta agar Dista dapat menolong sahabatnya mendapatkan perhatian saja dari seorang Dwini.
"Memangnya seserius apa sih hubungan mereka?" Langit ikut penasaran.
"Ga ada hubungan khusus mas, cuma waktu jaman sekolah dasar pernah jadi teman main, trus saat besar rencananya mereka di jodohkan." Terang Dista bersemangat.
"Trus Dwini mau...?"
"Banget...!"
"Sekarang cowoknya di mana?" selidik Langit lagi.
"Masih pendidikan AKPOL, mungkin tahun ini udah mau selesai."
"Oh... mungkin Dwini memang mau punya suami yang berpangkat kali, Dis."
"Tau ah mas. Ku bilang sih... pacaran aja buat pengalaman. Urusan jodoh nanti saja di pikirkan. Jaman ini, pacaran sama siapa, besok nikahnya sama siapa...?"
"Jadi, kamu juga menganggap hubungan kita hanya untuk mencari pengalaman?" pancing Langit membuat Dista sedikit gelagapan.
"Ya... ga gitu juga. Semengalirnya saja mas Langit." Jawab Dista sambil senyum sebijak mungkin.
"Iya... masih sama-sama berjuang ini. Kita jalani sebisa mungkin saja, kalo cocok lanjut kalo ga... ya juga ga bisa dipaksa. Tapi... dengan pemikiranmu yang begitu, malah bikin aku makin suka kamu, Dis."
"Tepat, cerdas... sangat ahli dalam mengambil kesempatan dalam urusan merayu."
"Bukan rayuan...tapi ya. Memang begitulah. Kita berusaha merawat rasa yang ada, kali jodoh."
Ujar Langit yang memang tidak pernah berjanji dan menjanjikan apa-apa sejak hubungan mereka bermulai.
Dan Dista senang dengan komitmen itu sehingga di antara keduanya saling tidak merasa terbeban satu-sama lain. Yang harus menuntut kesetiaan, perhatian dan apapun yang memberatkan satu sama lain.
Sementara hubungan itu NO BAPER dulu. Begitu komitmen keduanya. Dan Dwini hanya tersenyum mendengar komitmen Yang menurutnya konyol itu. Karena seolah menganggap hubungan mereka tidak serius.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Titik Kedua
Tapi ... jujur, ya. Suka dengan pemikiran Dista. Tapi ... tapi ... biasanya, pemikiran yang begitu, malah cintanya lebih dalam😭
2024-02-25
1
Sulis Aidha
yes, no baper yaaa....
2021-12-15
1
Bambang Setyo
Dista semoga gak dimainin sama langit meskipun skrg gak serius..
2021-08-09
1