Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.
Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
everything is a game?
Gamma menghubungi Arya melalui alat komunikasinya.
"Halo, Kak. Kali ini Jupiter, si angin, yang akan mengejar," lapor Gamma dengan nada cemas.
"Oh, begitu ya..." Arya mengangguk pelan. "Katamu sebelumnya dia orang yang tenang, ya?"
"Iya, sepertinya dia cerdas dalam bertarung."
Arya mendesah. "Lawan yang merepotkan. Baiklah, Gamma. Terima kasih atas informasinya."
"Baik, Kak. Kak Dina ke mana?"
"Katanya dia mau mencari buah-buahan."
"Di hutan?"
"Iya. Banyak buah-buahan tumbuh di sini, jadi dia nggak tahan pengen makan."
Gamma tertawa kecil. "Kedengarannya enak! Jadi kangen makan bertiga lagi sama Kakak!"
Arya ikut tertawa. "Iya, bikin kangen, ya. Tapi maaf, Gamma. Kamu harus jauh dari kami..."
"Gapapa, Kak. Oh iya, sampai jumpa lagi, ya. Titip salam ke Kak Dina!"
"Ya, sampai jumpa. Jangan memaksakan diri."
Beberapa menit kemudian...
"Reisa-chan, mau ikut Kakak nggak?" suara Venus lembut terdengar.
Gamma menoleh. "Ikut ke mana, Kak?"
"Ke suatu tempat. Ada tempat menarik yang akan kutunjukkan padamu."
Gamma sempat ragu, lalu tersenyum. (Suatu tempat? Jangan-jangan ini momen mengungkapkan rahasia mereka?) "Baiklah, Kak."
Venus dan Gamma pun pergi.
Sementara itu, di sisi lain hutan...
"Hei, Dina!" seru Arya sambil melangkah cepat menghampiri. "Barusan Gamma menghubungi. Katanya Jupiter si angin yang akan mengejar kita. Dan dia titip salam untukmu."
"Gamma menghubungi?! Kenapa nggak panggil aku tadi?! Aku juga pengen dengar suaranya!"
Arya mengangkat bahu. "Kalau sama kamu ngobrolnya jadi kelamaan."
Dina menyipitkan mata. "Maksudmu aku cerewet?"
"Nggak, sih..."
"Lalu siapa yang akan melawan Jupiter nanti?"
"Kamu maunya gimana? Katanya dia tenang, tidak seperti yang lain. Mungkin lebih merepotkan."
Dina menimbang. "Hmmm, bagaimana kalau kita berdua saja?"
"Nanti dikira keroyokan. Kamu saja, bisa kan?"
Dina tersenyum percaya diri. "Baiklah, biar aku saja."
Beberapa jam kemudian, alat komunikasi mereka berbunyi. Beep beep.
Arya segera menjawab. "Gamma kah? Ada apa?"
Suara terengah-engah terdengar dari ujung sana. "Haaa... Kak... Ada informasi penting... haa... hueeekkk..."
"Apa?! Gamma?! Tarik napas dulu, tenangkan dirimu!"
"Huuu... Kak... Ini gawat... tentang rencana Raja... Dia berniat menyebarkan hasil eksperimen manusia untuk menyerang seluruh kerajaan!"
"Hah?! Apa maksudmu?!"
"Eksperimen?!" seru Dina kaget.
Gamma menjelaskan dengan cepat dan berat. Ia tadi diajak Venus ke tempat rahasia, dan diperlihatkan makhluk-makhluk hasil eksperimen—manusia yang diubah menjadi monster.
"Kak Venus bilang itu sebagai awal penyerangan. Saat panik melanda, pasukan kerajaan akan dikerahkan, dan Seven Eclipse akan menyerang semua warga kota."
Arya mengertakkan gigi. "Kenapa pakai monster? Bukankah kekuatan Seven Eclipse saja sudah cukup?"
"Iya! Tapi ini bagian dari rencana besar... Raja punya peramal yang tujuh tahun lalu bilang bahwa tujuh tahun kemudian akan lahir sang penegak keadilan. Raja, yang suka tantangan, menyiapkan segalanya sejak itu."
"Segila apa dia?!" Arya terkejut. "Kami hanya bidak baginya?!"
"Dia memang gila..." bisik Dina.
Gamma menjelaskan bahwa eksperimen tersebar di berbagai kota yang pernah Exone kunjungi—di kota-kota tempat para penguasa korup pernah dibunuh, eksperimen tetap berjalan oleh kaki tangan mereka.
"Yang terbesar ada di ibu kota," kata Gamma.
Arya menegakkan tubuh. "Bisakah kamu gagalkan yang di sana?"
"Jangan beri Gamma tugas berbahaya begitu!" sela Dina cepat.
"Aku nggak yakin, Kak... tempatnya terlalu luas..."
"Baiklah. Dua minggu lagi kita ketemuan di ibu kota. Jangan bertindak sendirian."
"Siap, Kak!"
"Jaga dirimu!" tambah Dina.
"Iya, Kak! Terima kasih! Sampai jumpa!"
"Sampai jumpa!"
Setelah komunikasi ditutup, Dina bergumam, "Eksperimen manusia menjadi monster... betapa gilanya itu."
Arya mengangguk. "Dan Raja sudah merencanakan semuanya tujuh tahun lalu..."
"Kita harus cepat ke kota Zerio dan cari tempat eksperimennya!"
"Benar."
Perjalanan dilanjutkan. Satu hari lagi menuju Zerio.
“Dina,” kata Arya. “Bisakah kamu selesaikan eksekusinya sendiri? Aku mau keliling kota cari tempat eksperimen."
"Masih sore, kenapa nggak bareng aja?"
"Kalau berdua kita mudah dikenali. Kita akan lebih efisien sendiri-sendiri."
"Baiklah. Aku akan cari informasi tentang penguasanya."
"Sampai jumpa."
"Ya."
Mereka pun berpisah.
Arya mengaktifkan sihir. Search!
"Hmmm... di atas tanah tidak ada... di bawah tanah, mungkin?" Ia memperluas jangkauan sihirnya. Search!
"Oh, lucky!"
Ia menemukan sebuah rumah bobrok, namun bagian bawahnya sangat luas. Di situlah eksperimen dilakukan.
Dua penjaga melihatnya.
"Siapa itu?! Anak kecil?! Kamu salah tempat!"
"Dor! Dor!" Arya menembak. Dua penjaga roboh.
Pintu besi terbuka. Bau busuk menyengat.
Arya mengerang. "Ughh... bau apa ini?!"
Ia mengenakan penutup mulut berparfum, tapi bau itu tetap menusuk.
Saat masuk, matanya membelalak.
Tubuh manusia dalam tabung. Beberapa bagian tubuh telah menjadi monster.
"Tolong... kami..."
Arya terdiam. Dengan heal pun mereka tak bisa kembali. Dan kalau diselamatkan pun, apa masyarakat akan menerimanya?
"Tolong... bunuh... kami..."
Arya mengangguk pelan. "Baiklah... jika itu yang kalian inginkan. Aku akan mengakhiri penderitaan kalian."
"Siapa itu?! Penyusup?!" Para ilmuwan dan penjaga panik.
Arya mengangkat pistol. "Fire Shot! Fire Shot! Fire Shot!"
Para penjaga terbakar hidup-hidup.
Arya melangkah ke tengah ruangan. "Ultra Freeze!"
Seluruh ruangan membeku. Tabung, korban, semuanya membeku dalam keheningan.
Ia menarik katana. "Sword Blazing!"
Tebasan apinya menyapu seluruh barisan tabung.
Kristal-kristal es pecah, seperti mengubur kesedihan mereka dalam damai.
Arya berdiri, wajahnya penuh tekad.
"Tunggu saja, Raja bajingan. Kau anggap ini semua permainan... tapi aku akan menghentikanmu!"