NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:787
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepemilikan

Bunyi bel istirahat memecah kesunyian kelas, segera disusul oleh riuh rendah siswa yang bersiap menuju kantin. Siswa-siswa berhamburan keluar, beberapa berlarian menuju kantin, beberapa lainnya masih sibuk membereskan buku-buku. Dara dan kedua sahabatnya, Dela dan Sella, juga bersiap untuk pergi ke kantin.

Namun, sebelum mereka melangkah keluar, Andra tiba-tiba bersuara, "Ra, mau ke kantin?" Suaranya, meskipun lembut, terasa sedikit canggung, seakan berusaha memecah keheningan yang terasa tegang di antara mereka.

Dara diam, tidak menjawab. Dela dan Sella juga memilih untuk diam, menunggu reaksi Dara. "Aku ikut, ya, Ra? Nanti aku yang bayarin makanannya," lanjut Andra, tawarannya terdengar sebagai upaya mencairkan suasana.

"Setuju! Kalau begitu, lo yang traktir kita," kata Sella, semangatnya sedikit berlebihan mengingat situasi yang sedang tegang.

Dara dan Dela saling berpandangan. Dara langsung menyela, "Nggak, Sella. Dia nggak boleh ikut." Tatapan Dara pada Andra tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan jelas. Keheningan singkat menyelimuti mereka, hanya diiringi suara-suara samar dari siswa lain yang berlalu lalang.

"Dara, nggak boleh kaya gitu. Jangan menolak kebaikan. Dia kan murid baru, mungkin dia sendirian dan butuh temen," Sella berusaha membujuk, nada suaranya terdengar sedikit memaksa.

Andra hanya tersenyum tipis, mengamati situasi dengan tenang. Ia seakan sudah menduga reaksi Dara. "Nggak, gue nggak mau!" jawab Dara tegas. Sikapnya yang keras kepala semakin menguatkan pendiriannya.

"Kamu selalu baik hati, Dara. Kenapa menolak kebaikan ini?" Sella masih berusaha membujuk, mencoba memanfaatkan kebaikan hati Dara yang selama ini ia kenal. Ia tahu Dara sulit menolak permintaan teman, namun kali ini tampaknya berbeda.

Dara menghela napas panjang, kecewaannya tampak jelas. Ia merasa frustrasi dengan sikap Sella yang terlalu memaksa. "Terserah kalian," gumamnya, lalu berjalan menuju pintu kelas dengan langkah cepat. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dalam perdebatan yang sia-sia.

Dela melirik Andra sejenak, sedikit ragu, sebelum akhirnya mengikuti Dara. Sella dan Andra pun menyusul mereka berdua, mereka menghilang di antara kerumunan siswa yang menuju kantin, meninggalkan pertanyaan tentang bagaimana hubungan mereka selanjutnya.

Di tengah kerumunan siswa yang menuju kantin, langkah Dara terhenti. Seseorang berdiri menghalangi jalannya. "Hai, cantik, mau ke kantin?" sapa seseorang, yang ternyata Zian.

Masih ingat dengan Zian yang beberapa hari lalu di ruang UKS? Yap, cowok yang selalu mengejar Dara namun Dara tidak pernah menanggapinya.

Dara menghela napas panjang, "Mau ke kuburan," katanya, suaranya datar, berusaha terdengar acuh. Ia berharap sindiran itu akan membuat Zian pergi.

Zian malah menyeringai. "Bisa aja cewek gue kalo ngomong," ujarnya, nada suaranya terdengar santai namun menyebalkan. Ia menikmati reaksi Dara yang jelas kesal.

Dara terlihat mulai jengah dengan sikap Zian yang masih menghadangnya. "Bisa minggir nggak!" pintanya, suaranya sudah menunjukkan ketidaksukaan yang nyata.

"Nggak! Gue mau ikut," Zian menolak dengan santai, menghalangi jalan Dara.

Wajah Dara menunjukkan kekesalan. "Kenapa sih hidup gue nggak tenang banget, banyak makhluk halus ngikutin gue mulu!" gumamnya, suaranya terdengar frustasi. Kehadiran Andra dan Zian benar-benar membuatnya jengkel. Ia merasa terganggu dan lelah.

Tiba-tiba, Zian melirik ke arah belakang Dara. Ia melihat seorang laki-laki asing berdiri di sana. Zian mendekati lelaki itu. "Eh, bentar," tanyanya, nada suaranya sedikit menantang.

"Lo siapa?" tanyanya, nada suaranya sedikit menantang.

Andra, dengan ekspresi datar, bertemu pandang dengan Zian. Tatapan mereka saling beradu, menciptakan suasana tegang di antara mereka. Keduanya memiliki tinggi badan yang hampir sama, membuat mereka terlihat seimbang.

"Lo nggak perlu tahu!" jawab Andra, suaranya dingin, tanpa menunjukkan sedikit pun rasa ramah.

Zian tersenyum mengejek. "Oh jangan-jangan lo bodyguard cewek gue ya? Tapi sayang banget, cewek gue nggak butuh," ucap Zian dengan tegas.

Terlihat tatapan keduanya semakin sengit, sementara Dara dan kedua temannya memilih meninggalkan mereka berdua, sebelum mereka menyadari.

Andra berdecih mendengar celotehan Zian yang menurutnya tidak penting di dengar di telinganya. "Siapa yang lo maksud?" tanyanya, nada suaranya menunjukkan ketidakpercayaan.

"Dara cewek gue!" Zian menegaskan pernyataannya dengan lantang, ingin menunjukkan kepemilikan. Ia menatap Andra tajam, menantang. Suasana menjadi tegang, menanti reaksi selanjutnya dari Andra.

Senyum tipis terkembang di bibir Andra, senyum yang lebih menyerupai lelucon ketimbang senyum tulus. "Kalau memang benar Dara cewek lo, kenapa, Dara liat lo malah keliatannya jijik?" katanya, nada suaranya mengejek.

"Jangan sok tahu, Dara kaya gitu malu menunjukkan rasa sayangnya ke gue," bantah Zian, suaranya meninggi.

"Malu? Lebih tepatnya Dara muak lihat muka lo!" timpal Andra, nada suaranya penuh sarkasme.

"Bacot lo!" Zian langsung melayangkan tinjunya, namun pergerakannya terlalu terburu-buru dan mudah diprediksi. Dengan cepat, Andra menangkap pergelangan tangan Zian, meremasnya cukup kuat untuk membuat Zian meringis kesakitan.

Tatapan mata Andra sangat tajam, "Dara milik gue!" geram Andra, memelintir lengan Zian ke belakang.

Zian meringis kesakitan, wajahnya memerah menahan rasa sakit. Ketegangan di antara mereka semakin meningkat, menarik perhatian beberapa siswa yang lewat. Mereka berhenti sejenak, menyaksikan perkelahian yang hampir terjadi.

Dari kejauhan, di dekat kantin, Dara menyaksikan peristiwa itu. Dara hanya bisa memandang dengan ekspresi datar, tampaknya sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.

Zian terus memberontak menahan rasa sakitnya. "Lepas!" sampai ia tak tahan dan berteriak dengan suara keras.

Andra melepas lengan Zian dengan menyentaknya. "Sampai gue lihat lo gangguin Dara lagi, gue nggak bakal diem!" ancam Andra dengan tatapan tajamnya.

Ia memilih meninggalkan Zian dan berbalik menuju kantin, pandangannya fokus pada Dara yang sudah duduk di salah satu meja. Ia menarik kursi dan duduk di samping Dara, jarak mereka cukup dekat, namun tak terlalu bersentuhan. Ekspresi wajah Dara langsung berubah, menjadi datar dan tak menunjukkan emosi apapun.

Sella, yang sudah berada di meja yang sama, mengucapkan ucapan pujian pada Andra, "Lo hebat banget, Ndra! Tadi lawan si Zian."

Andra hanya bergumam singkat, "Biasa aja," tanpa menatap Sella. Ia tampak fokus pada sesuatu, mungkin pada gelas minumannya, atau mungkin pada Dara.

"Ra, kalau kamu diganggu sama musang itu, bilang ke aku ya?"

Tatapan Andra beralih pada Dara. "Ra, kalau kamu diganggu lagi sama si musang itu, bilang ke aku, ya?" Ia menggunakan kata "musang" untuk menyebut Zian, kata yang dipilihnya mungkin rasa kesal di dalam diri Andra pada Zian.

Dara tertawa lepas mendengar kata musang dari mulut Andra. "Dia Zian jangan asal ganti nama orang, gue emang kesel tapi ya nggak sampe ganti panggilan orang. Kasihan emaknya udah susah-susah cari nama, lo panggil musang," ujarnya, tawa Dara masih tersisa di suaranya.

Sebuah senyum terkembang di bibir Andra, ia memandang Dara dengan tatapan yang penuh kekaguman. Bukan tatapan yang lancang, namun tatapan yang mengungkapkan perasaan yang lebih dalam. Ia tersenyum melihat keceriaan Dara, sebuah pandangan yang tampak lebih hangat daripada tatapan marah pada Zian tadi. Suasana di antara mereka terasa lebih santai, seakan semua ketegangan sebelumnya telah menghilang. Mereka tenang bersama, menikmati istirahat di kantin, dengan suasana yang lebih menyenangkan.

Bel masuk berdering, nyaring memotong suasana santai di kantin. Andra dan Dara berdiri, menyisakan bekas minuman dan sedikit makanan yang belum habis. Langkah mereka bersamaan menuju kelas, namun tak terlalu dekat, menjaga jarak yang nyaman. Begitu juga dengan Dela dan Sella yang berjalan berada di belakang mereka. Sepanjang jalan, suasana hening, hanya suara langkah kaki mereka dan celoteh siswa lainnya yang terdengar.

Dela mendekatkan tubuhnya ke samping Sella, berbisik pelan ke telinga Sella, suaranya hanya terdengar oleh mereka berdua di tengah ributnya suara siswa yang berlalu-lalang. "Sell, gue niatnya kalau Andra nggak ikut kita ke kantin, gue mau ngomong soal Abang Nino," ujar Dela, mengingat kembali tentang kecurigaan mereka pada Dara yang sangat berbeda jika di dekat Nino.

Seperti pagi tadi, wajah ceria Dara membuat mereka semakin penasaran apa yang sudah terjadi antara Nino dengan Dara. Awalnya Dela ingin menanyakan kepada Dara tetapi itu semua gagal gara-gara Sella yang menerima ajakan. Andra untuk makan bersama.

Sella menepuk keningnya dengan telapak tangan, "Sorry Del, gue nggak kepikiran," ujarnya, suaranya menunjukkan penyesalan. Ia pun sama penasarannya dengan perubahan sikap Dara itu, namun godaan makanan gratis dari Andra telah mengalahkan keingintahuannya. Sekarang, kesempatan untuk menyelidiki sudah terlewatkan.

"Lo sih, kepikirannya cuma gratisan mulu!"ujarnya sedikit kesal.

Mereka memasuki ruang kelas setelah istirahat, suasana ramai berganti menjadi tenang. Siswa-siswa kembali duduk di tempat masing-masing, beberapa masih bercanda, beberapa lainnya langsung fokus pada buku. Dara terlihat tenang, fokus pada buku catatannya, sedangkan Andra di sebelahnya terlihat gelisah, sesekali melirik Dara.

"Ra, aku mau tanya sesuatu," Andra memulai pembicaraan, suaranya sedikit gugup. Ia tampak ragu-ragu, menunjukkan kegelisahannya.

Dara mengangkat pandangannya, "Em," jawabnya singkat, menunjukkan ia siap mendengarkan. Dara menutup bukunya dan menatap Andra, menunggu pertanyaan yang akan dilontarkan.

"Tadi... si musang—eh, maksudnya Zian, emang dia pacar kamu?" Andra mengulang kata-kata yang ia ucapkan tadi di kantin, mencoba untuk lebih hati-hati dalam mengatakannya. Ia masih kesal dengan Zian, tapi ia juga tak ingin menyinggung perasaan Dara.

Dara menahan tawanya, sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya. "Bocil tengil kaya dia? Nggak pantes buat cewek cantik nan mungil ini," jawabnya dengan nada bercanda, tapi tetap dengan kepercayaan diri yang sudah melekat. Ia menambahkan kata "cewek cantik mungil" membanggakan dirinya.

Dela dan Sella, yang mendengar perkataan Dara, tak mampu menahan tawa. Mereka menatap Dara, menunjukkan betapa lucunya perkataan sahabat mereka itu.

"Najis bener omongan lo," ucap Dela, masih tertawa. Ia menepuk bahu Dara, menunjukkan kedekatan dan keakraban mereka.

Dara tersenyum lebih lebar, "Kenapa? Nggak terima? Kenyataannya kan emang gue cantik?" Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada manja, membuat suasana kelas menjadi lebih riang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!