Pernikahan Briela dan Hadwin bukanlah hubungan yang didasari oleh perasaan cinta—
Sebuah kontrak perjanjian pernikahan terpaksa Briela tanda tangani demi kelangsungan nasib perusahaannya. Briela yang dingin dan ambisius hanya memikirkan keuntungan dari balik pernikahannya. Sedangkan Hadwin berpikir, mungkin saja ini kesempatan baginya untuk bisa bersanding dengan wanita yang sejak dulu menggetarkan hatinya.
Pernikahan yang disangka akan semulus isi kontraknya, ternyata tidak semulus itu. Banyak hal terjadi di dalamnya, mulai dari ketulusan Hadwin yang lambat laun menyentil hati Briela sampai rintangan-rintangan kecil dan besar terjadi silih berganti.
Akankah benar-benar ada cinta dari pernikahan yang dipaksakan? Ataukah semuanya hanya akan tetap menjadi sebuah kontrak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PESTA PERNIKAHAN
Hari pernikahan tiba. Tujuh hari setelah kedua orang tua Hadwin menemui Tuan Turner untuk membahas pernikahan. Bagi pasangan normal, tentu saja waktu yang ditentukan Hadwin terlalu cepat. Namun bagi Briela, tidak peduli kapan pernikahan itu terjadi yang terpenting hanyalah semua berjalan sesuai kesepakatan.
Briela hanya meminta pernikahan mereka dihadiri oleh keluarga dan orang terdekat saja sebagai syarat tambahan pada Hadwin. Hadwin mengabulkannya.
Meski hanya orang terdekat, nyatanya keluarga inti Lewis jauh lebih banyak dari yang Briela bayangkan.
Aula Hotel Heaven telah disulap sedemikian rupa, begitu indah dan megah. Hadwin menyerahkan semua persiapan pernikahan pada wedding organizer profesional. Hadwin hanya memberikan konsep yang ia inginkan, sedangkan Briela— ia tidak terlalu antusias.
Briela hanya ikut andil saat mengukur cincin dan mencoba gaun. Selebihnya ia percayakan pada Hadwin.
Briela tidak pernah membayangkan pernikahan akan datang padanya, bahkan dalam waktu yang sedekat ini. Omong kosongnya pada Tuan Turner sepertinya didukung oleh semesta.
Kebetulan— saat Briela tidak ingin melakukan perjodohan dengan Arthur, sosok Hadwin datang. Kebetulan— saat dia beromong-kosong, Hadwin juga hadir membantunya. Semuanya serba kebetulan.
Briela duduk di kursi tunggu pengantin wanita. Wajahnya sudah selesai dirias beberapa saat lalu. Make up flawless juga gaun pengantin putih yang panjangnya menjuntai semakin menyempurnakan paras ayu yang Briela miliki.
Satu buket kecil bunga ia genggam di tangan. Biasanya teman pengantin wanita akan mendatangi dan berfoto di saat ini. Namun Briela adalah pengecualian. Wanita itu tidak terlalu ingin mengumbar pernikahannya, apalagi sebuah pernikahan yang dimulai karena sebuah kontrak. Briela sadar itu bukan sesuatu yang pantas dibanggakan.
Itulah yang menjadi alasan mengapa ia hanya ingin pernikahan keduanya dihadiri oleh keluarga dan orang-orang terdekat saja.
Aku tidak melakukan kesalahan bukan?
Briela memang tidak merasakan debar jantung yang menggebu-gebu, layaknya pengantin pada umumnya. Namun, tetap saja— Briela gugup.
Gugup jika ternyata pilihan yang ia ambil adalah langkah yang salah. Gugup jika ayahnya tahu jika ia sudah menipunya dengan dalih cinta sebagai dasar pernikahan tersebut.
Jennifer datang dengan long dress pastel yang membalut lekuk indah tubuhnya. Senyuman di bibirnya terlukis jelas, namun lebih jelas lagi perasaan yang ia sembunyikan. Matanya yang berkaca-kaca tidak bisa berbohong.
Jennifer memeluk Briela, seolah menguatkan Briela. Memberi isyarat jika jalan yang Briela pilih sudah benar.
Meski sama-sama pernikahan yang terpaksa. Jennifer lebih mendukung Briela bersama Hadwin daripada jika pernikahan itu dilakukan bersama Arthur.
Briela mengambil foto bersama sahabatnya, ia memaksakan senyum di wajahnya yang tampak kosong.
Tuan Turner masuk ke dalam ruang tunggu bersama seorang staff wedding organizer yang memberi instruksi jika pernikahan akan segera dimulai. Jennifer undur diri, ia pergi meninggalkan ruang tunggu dan berbaur dengan tamu undangan lain yang tentu saja hanya berisi kelurga dari kedua mempelai.
"Ayah sangat gugup, Briela. Ayah belum siap melepaskanmu bersama pria lain. Namun, Ayah yakin ketulusan dan cinta Hadwin tentu akan jauh lebih membuatmu bahagia daripada saat bersama Ayah." Pria berumur yang masih memiliki paras menawan itu memaksa senyum di bibirnya meski air matanya mengalir deras.
Maafkan aku ayah.
Briela berkaca-kaca, tangisnya hampir saja pecah jika ayahnya tidak menahannya dengan cerita konyol agar Briela tidak menangis.
Tuan Turner menggandeng tangan Briela di lengannya, berjalan dengan tegap menuju altar. Di depan sana berdiri sosok Hadwin dengan jas hitam, juga dasi kupu-kupu. Tubuh tegapnya berdiri kokoh, bagai benteng yang tak tergoyahkan.
Hadwin menatap Briela. Wanita itu menatap lurus ke arahnya, pandangan keduanya bertemu. Hadwin mengukir senyum di wajahnya, meski tidak dengan Briela.
Semua mata menatap pada Briela yang semakin mendekat pada Hadwin, bahkan bayangannya yang terpantul dari lantai marmer juga tampak mendekat pada pria itu.
Tuan Turner menyerahkan tangan Briela pada Hadwin, tugasnya selesai. Dan lagi-lagi air matanya luruh di pipi. Putri kecilnya kini sudah bersama dengan pangeran pilihannya.
Tuan Turner menatap pada keduanya, yang terlihat serasi bagaikan gambar dari cerita dongeng yang dulu selalu ia bacakan untuk Briela sewaktu kecil.
Tuan Turner duduk di kursinya, menyaksikan Hadwin dan Briela yang bergantian mengucap janji. Janji pernikahan.
Prosesi pernikahan berjalan khidmad, Hadwin mendekat pada Briela. Memasang pose layaknya ciuman sakral yang dilakukan dalam pernikahan pada umumnya.
Jarak keduanya benar-benar hanya setipis tisu. Napas hangat Hadwin mengenai kulit wajah Briela.
Tepuk tangan meriah memenuhi hampir seluruh sudut ruangan. Hadwin menarik diri lalu melingkarkan tangannya pada pinggang ramping Briela.
Briela ingin menolak namun, ia sadar ia sudah harus melakukan bagiannya. Berperan menjadi istri yang baik di depan keluarga Hadwin. Dan— keluarganya juga tentunya.
Senyum lebar menghiasi wajah Tuan Turner, sama sekali tidak mengetahui jika yang ada di depannya hanyalah sandiwara yang dimainkan Briela dan Hadwin.
Briela menatap wajah ayahnya. Sejenak, sebelum rasa bersalah memenuhi rongga dadanya. Briela memalingkan wajahnya ke arah lain, ia tidak sanggup lagi menatap wajah bahagia ayahnya.
Serangkaian acara dan hiburan dalam pesta ditampilkan. Semuanya serba mewah dan sempurna. Briela menatap kosong pada seorang pianis yang tengah menampilkan keterampilannya dan mengibur para tamu undangan.
Hadwin berkali-kali menggenggam tangan Briela setiap kali tamu undangan mendekat dan memberi ucapan selamat. Namun Briela berkali-kali juga melepaskan tangannya dari Hadwin. Bukan berarti Briela membenci Hadwin, namun nuraninya hanya membatasi agar Hadwin tidak masuk terlalu dalam.
"Mulai hari ini kita adalah pasangan suami istri— kau bahkan sudah mengucap sumpah." Hadwin berucap pelan, namun tegas.
Briela menoleh. Menatap Hadwin lurus, tanpa senyum. "Tentu saja. Pasangan yang saling menguntungkan, bukan?
Hadwin tidak menjawab. Ia hanya menatap wajah Briela. Wanita yang raganya berada di sampingnya, namun jiwanya entah kemana.
Pernikahan berakhir dengan sempurna. Pernikahan kontrak yang disembunyikan dengan begitu rapi di hadapan seluruh keluarga dan tamu undangan yang hadir di sana.
Briela benar-benar berterima kasih sekali lagi pada Hadwin. Hadwin menampilkan pernikahan sempurna di hadapan Tuan Turner. Sebuah pernikahan yang sejak dulu selalu di bahas Tuan Turner pada Briela.
"Apakah ini sangat menyenangkan? Kau tersenyum tanpa henti."
"Apa?" Hadwin menatap Briela dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Jelaskan padaku, alasanmu tampak senang seperti itu!"
Hadwin lagi-lagi tidak memberi Briela jawaban, ia hanya mengangkat bahu. Tersenyum kecil, menimbulkan tanda tanya besar di benak Briela.
Apa maksudnya itu?
🥰🥰 Hai, hai guys.
Salam cinta dari penulis.
Masihkah ada yang stay sampe bab ini?
Penasaran nggak kelanjutan gimana?
Penasaran dong, iya kan?
Iya dong.
Pantengin terus ya gaes ya! Jgn lupa like komennya ya.🥰🥰
sekertaris keknya beb. ada typo.