Aku Shella, seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah Menengah Atas.
Berawal dari penolakan ibu dan saudariku yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku, membuatku berubah menjadi gadis yang tidak memiliki hati dan pendendam.
Aku juga bertekad ingin merampas apa yang dimiliki oleh saudariku.
Aku bahkan tidak mengeluarkan air mataku saat ibuku dinyatakan meninggal dunia.
Hingga terungkapnya sebuah rahasia yang begitu mengguncang kewarasan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Sebenarnya...
Sepanjang perjalanan, aku bertanya-tanya didalam hatiku. Siapa sebenarnya paman Rangga, mengapa orang-orang begitu mengenalnya?
Kuperhatikan wajah rupawannya, memang benar ketampanannya mungkin menjadi bahan perhatian orang-orang.
Ketampanan paripurna yang mampu menggetarkan hati siapapun yang melihatnya. Aku sendiri saja masih sangat kagum dengan wajah rupawannya.
Mungkinkah karena itu lah dia merasa seolah diatas angin, sehingga dengan sesuka hatinya ia menaklukkan para wanita yang bertekuk lutut padanya.
SUNGGUH PRIA GILA!!!
Aku lah yang terlalu tidak mengetahui dunia luar, dan aku terlalu nyaman dengan dunia yang diciptakan oleh orang tuaku padaku.
Memang benar, aku berada di kota dimana hubungan yang seharusnya dilakukan oleh pasangan sah, sudah biasa dilakukan oleh mereka yang masih belum terikat pernikahan.
Seharusnya aku tidak harus terlalu terkejut akan kenyataan ini, namun tetap saja kewarasanku sedang kupertaruhkan saat ini.
Kami tiba didepan rumahku, tapi aku enggan untuk turun dari mobil. Luka-luka diwajahku tak bisa kusembunyikan, terlebih lagi bos Luo akan sangat heboh jika melihat keadaanku.
Paman, izinkan aku menumpang tidur dirumahmu untuk semalam saja, hm???
Ini adalah harapan terakhirku, karena aku tidak akan berani menampakkan diri dihadapan keluargaku dengan keadaan babak belur seperti ini.
Kulihat paman Rangga mendengus pelan, tapi tetap melakukan mobilnya menuju rumah nya. Dengan tekad yang bulat, tentu aku harus merayu bibi Anggie supaya mau membantuku bicara pada Ayah ataupun bos Luo.
Masuklah, mungkin ibu sedang diruang tengah..
Aku segera bergerak masuk kedalam rumah, tapi sebelumnya aku harus menetralkan jantungku terlebih dahulu.
Ini kali pertama aku berbicara secara langsung pada bibi Anggie, jadi aku sedikit khawatir. Ku langkahkan kakiku menuju ruangan yang disebut paman Rangga tadi.
Sedangkan pria itu menghilang, tersisa diriku yang harus memutar otak agar bibi Anggie bisa diajak berkerja sama.
Hallo bibi....
Perasaan canggung macam apa ini, mengapa rasanya seperti menghadapi Ayahku saja?
Omo... Ada apa dengan wajahmu,,
Wajah lucu penuh kekhawatiran terlihat sedang memperhatikan aku. Sepertinya tidak sesulit yang aku bayangkan.
Kesini sayang, mendekatlah. Mengapa wajah cantikmu jadi seperti ini?
Siapa...
Siapa pelakunya....
Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal ini. Haruskan aku jujur atau berbohong saja?
Mm... begini bibi, aku....
Aku terlibat perkelahian dengan teman-temanku, tentu saja ini hanya perkelahian antar anak muda...
Hm, lalu..?
Bibi masih bertanya dengan wajah seriusnya. Aku jadi merasa tidak enak jika harus membawanya ke dalam rencana busuk ku.
Ayahku akan menghukum ku sangat parah jika tahu wajahku babak belur sperti ini,
Ya tentu, itu pasti... Bibi Anggie mengiyakan perkataanku.
Jadi, bolehkah aku minta tolong pada bibi untuk..
Arghh,,, aku tidak bisa. Ini pasti tidak berhasil. Aku tidak akan berani mengajak wanita paruh baya sebaik bibi Anggie untuk berbohong.
Bu, katakan pada paman Julian kalau ibu yang meminta anak itu untuk menginap dirumah ini...
Yes, seperti yang diharapkan. Paman Rangga akhirnya turun tangan membantuku. Aku sungguh lega sekarang.
Aaa begitu.. Tentu bibi akan melakukannya. Kau belum makan kan? Anggap ini rumahmu sendiri.
Rangga, ajak Shella makan. Lalu tunjukkan kamar yang akan ditempatinya nanti. Pergilah...
Bibi menyuruhku segera mengikuti instruksinya. Dan aku hanya bisa pasrah mengikutinya, ini sangat melegakan.
Disini lah kami sekarang, dimeja makan hanya duduk berdua dengan posisi yang berhadap-hadapan.
Paman Rangga tidak banyak bicara, dan memang itu lah kepribadiannya. Ia hanya menjelaskan kamar yang akan aku tempati.
Acara makan telah usai, aku segera membersihkan piring bekas kami berdua makan. Aku tersenyum membayangkan seandainya paman Rangga adalah suamiku, bukankah mimpiku itu terlalu klasik?
Setelah selesai menyusun peralatan yang aku bersihkan, aku begitu terkejut melihat pria itu yang masih setiap bersandar di kursinya.
Karena pendengaran ku yang tidak berfungsi, kupikir ia telah pergi. Semua sudah selesai ia jelaskan, mengapa masih ada disini?
Aish, paman mengagetkan ku saja..
Aku berbicara sambil mengusap-usap dadaku yang sedikit terguncang.
Kau memang aneh,, ucapnya dan berlalu pergi.
Paman, berhenti bermain-main dengan wanita-wanita itu. Menikahlah...
Ia berhenti, tentu saja perkataanku pasti berhasil masuk kedalam otaknya. Tapi dia berbalik dan berjalan menghampiriku yang masih berada di sekitar wastafel.
Ia berjalan semakin mendekat membuat kaki ku perlahan mundur hingga menabrak tembok yang ada dibelakang ku.
Aku merasakan dadaku berdetak hebat, hingga hampir meledak. Ku angkat tangan ku untuk melindungi diriku, karena pikiran burukkku tentangnya sudah bersarang kuat didalam otakku.
Tau apa kau anak kecil..?
Nafasnya yang hangat berhembus menggerakkan rambut depanku, membuat nafasku hampir tercekat.
Wanita itu pergi karena tidak menyukai paman yang selalu meniduri wanita j**ang itu. Berhenti menyakiti perasaan paman sendiri.
Entah darimana keberanian itu berasal, semuanya meluncur begitu saja dari mulutku. Kulihat raut kemerahan menghiasi wajah tampannya. Rahangnya Bergerak-gerak pertanda gigi nya sedang saling bertabrakan.
Sesungguhnya bukan perasaan paman Rangga yang ingin ku selamatkan, melainkan perasaanku sendiri yang merasa kesakitan saat mengetahui kebiasaan buruknya.
Dengan tidak tahu malunya aku menganggap paman Rangga adalah milikku, dan aku menginginkannya.
Ia mencengkeram rahangku, rasa yang awalnya berdebar-debar berubah menjadi ketakutan. Tatapan matanya memerah, mungkin kah harga dirinya sedang terganggu?
Beraninya kau mengurus masalah pribadiku!!!
Cengkraman itu perlahan memudar, tubuh paman pun sedikit menjauh.
Pergunakan otakmu yang kecil ini untuk hal-hal yang baik saja.
Jangan mengusik hidupku, aku tidak suka.
ia berlalu pergi, meninggalkan ruang kosong dihatiku yang terasa sakit. Air mataku menetes, bukan karena ketakutan karena amarahnya, melainkan rasa sakit di hatiku.
Aku menyukainya. Mungkin aku telah jatuh cinta.
Aku segera pergi menuju kamar yang ditunjukkan oleh paman tadi, sebuah kamar tamu yang terletak di lantai satu. Tepat bersebelahan dengan kamar bibi Anggie.
***
Pagi menjelang, kulihat sudah ada bibi yang bekerja dirumah ini. Ia tersenyum sambil mempersilahkan ku untuk duduk di meja makan.
Ada paman Rangga yang sudah rapi dengan stelan jasnya. Ia menatapku dengan mata elangnya, dan aku tidak takut sama sekali.
Semua rasa yeng bergejolak tadi malam itu hilang tenggelam ditelan gelapnya malam. Dan pagi ini aku kembali kewujud diriku yang sesungguhnya.
Seharusnya aku menggunakan kesempatan sekali seumur hidupku untuk mencium bibir itu tadi malam.
Aku sengaja berucap pelan namun aku sangat yakin ia masih bisa mendengarnya. Karena kali ini aku duduk tepat disampingnya.
Sorry, aku sama sekali tidak selera melihat bibirmu itu. Kau masih sangat kecil, dan tidak mampu membangkitkan nafsuku.
Aku tak sanggup melawannya, harga diriku telah diinjak-injak oleh pria kematangan ini.
Kau benar-benar pria gila. Kasihan sekali bibi Anggie mempunyai anak sepertimu.
Sepertinya acara sarapan pagi ini sedikit lebih menantang, dan aku menyukainya. Inilah sosok paman Rangga yang kukenal, mudah marah dan selalu irit bicara.
Tapi dia memiliki sedikit sisi baik yang menurut ku mampu menutupi kegilaannya soal perempuan.
.
.
.
Next...