LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Matahari yang terbenam secara perlahan mulai menampakkan warna jingganya. Meski begitu panasnya masih saja terasa, seolah saat ini masih tengah hari. Suara ramai terdengar bersahutan di sebuah jalan besar, terlihat sangat hidup.
Berbagai aktivitas di luar ruangan terlihat sangat beragam. Kendaraan roda dua dan empat terlihat memenuhi jalan besar, melaju dengan kecepatan rata-rata. Banyak pejalan kaki juga menikmati bisingnya hiruk pikuk di kota.
Rayna dan ketiga temannya berjalan di atas trotoar. menyusuri jalan sambil berbincang santai. Sore hari setelah bekerja memutuskan untuk mampir ke suatu tempat.
"Gila ya ternyata lumayan jauh juga," keluh Lea. Langkahnya sudah tertinggal dari yang lain. Berkali-kali ia berhenti, memegang kedua dengkulnya dengan telapak tangan. Maklum saja karena ia tak biasa berjalan kaki. Baru sepuluh langkah berjalan saja ia sudah meminta untuk berhenti. Ingin menarik napas dulu katanya.
"Kan udah gua bilang jangan parkir motor di tempat yang tadi!" sebagai yang paling tua Devi sudah berusaha menasihati, mereka saja tak mau mendengar.
"Iya sorry, gua pikir tadi tempatnya deket," sesal Manda.
"Biarin lah Le, lo kan jarang olahraga," ujar Rayna.
"Fiks pulang dari sini mau ngadu sama ayang." Lea masih saja mengeluh. Meski begitu ia tetap berusaha menyamakan langkahnya dengan yang lain.
"Geleh!"
"Si paling Bandung bahasanya!" Devi menyenggol Rayna yang berjalan di sampingnya.
"Di bangunan yang mana sih?" tanya Devi.
"Bentar lagi juga nyampe," jawab Manda. "Tuh, udah keliatan kan!" tunjuk Manda pada sebuah bangunan berlantai tiga yang cukup luas. Di lantai dua terdapat semi outdoor yang tak terlalu besar.
"Kopi sudut kota," gumam Rayna membaca tulisan di depannya.
Rayna dan ketiga temannya memasuki bangunan tersebut dengan langkah santai. Pertama kali yang mereka lihat adalah suasana nyaman yang disajikan. Interiornya sederhana dengan cat dinding berwarna putih. Beberapa vas bunga berdiri berisikan tanaman hijau. Di sudut ruangan terdapat sofa berwarna abu-abu dan satu meja panjang menghadap langsung ke jendela.
"Selamat datang di kopi sudut kota!" sambut seorang pria dengan seragam kerjanya.
"Lo berdua duduk aja biar kita yang pesen!" suruh Lea.
"Gua mau matcha latte sama chicken popcorn!" pinta Devi.
"Gua mau hazelnut sama chicken popcorn juga ya!"
"Oke."
Devi dan Manda berjalan ke sudut ruangan, memilih meja di paling ujung agar lebih merasa leluasa jika sedang berbincang. Tak terlalu ramai pengunjung di lantai satu, tapi terdengar sedikit ramai dari lantai atas. Kebetulan sekali posisinya berada di dekat tangga menuju lantai atas.
"Udah pesen?" tanya Manda saat kedua temannya menghampiri.
"Nanti pesanannya dianter ko." Rayna menarik kursi dan duduk bersama dengan yang lainnya. Matanya terfokus pada jendela yang berada di sampingnya. Kota Bekasi di sore hari terlihat indah. Meski banyak kendaraan terlihat memenuhi jalan besar.
"Foto dulu yuk!" ajak Devi.
"Nanti dulu, muka gua jelek gak?" cegah Lea.
"Kapan lo pernah cantik?" ucap Manda.
"Si anjir!"
"Udah cakep Le, mau godain siapa sih lo?" ujar Rayna.
"Tau tuh, udah ada pacar juga!" tambah Devi.
"Cantik itu bukan buat godain cowok-cowok tapi biar kita percaya diri." ya, ada benarnya juga yang dikatakan Lea. Lagipula siapa yang pertama kali merumuskan jika wanita tampil cantik untuk menggoda pria.
"Iyain aja deh biar seneng," jawab Manda.
"Oh jadi berapa?" tanya Devi.
"Nih struknya." Rayna memberikan struk pembayaran kepada Devi. Agar tak salah perhitungan nantinya.
"Nanti di tf aja ya Ray."
"Iya santai aja."
"Bagus ya tempatnya," tutur Devi.
"Iya, gak nyesel gua jalan jauh ke sini," ungkap Lea. Tangannya sibuk mengambil gambar di dalam cafe.
"Giliran tadi aja kerjanya ngeluh," sindir Rayna.
"Kan gua capek Ray."
"Pulangnya mau dianterin?" tanya Devi tertuju untuk Rayna.
"Gak usah kak, nanti gua minta tolong ka Raya aja," tolak Rayna.
"Kalo lo?" kali ini ia bertanya ke Manda.
"Tenang aja gua dijemput tunangan gua," ucap Manda.
"Sombong banget sih bilangnya tunangan," ketus Lea.
"Ya emang kita udah tunangan, sirik lo?" Manda dengan sengaja memamerkan jemarinya yang terhias dengan indah sebuah cincin.
"Dih enggak ya!" sanggah Lea. Toh Lea masih ingin menikmati masa mudanya.
"Udah ah ribut mulu," lerai Devi.
"Cakep banget ya ceweknya," gumam Rayna. Matanya tertuju pada seorang wanita cantik berambut panjang yang ikal. Entahlah, menurut Rayna terlihat sangat anggun. Wanita itu sepertinya sedang berkencan dengan pria di hadapannya. Rayna tersenyum sendiri melihatnya, membuat ia teringat dengan Rion.
"Lah kita juga cakep anjay," sahut Lea dengan percaya diri.
Cukup lama mereka menunggu sampai semua menu makanan siap disajikan di atas meja oleh seorang waiters.
"Jangan dulu dimakan!"
"Iya Ray." Seperti biasa, Rayna akan mengambil foto makanan untuk koleksi pribadinya.
Sedang menikmati makanan yang mereka pesan suara keributan terdengar tak jauh dari tempat mereka duduk. Keempatnya menyaksikan langsung seorang wanita berpakaian sederhana, hanya menggunakan kaus pendek dan celana hitam panjang. Rambutnya digerai tidak rapi. Wanita itu dengan mudahnya menarik paksa lengan seorang wanita lainnya yang sedang duduk bersama dengan pria. Seorang wanita yang beberapa waktu lalu mendapat pujian dari Rayna.
"ANJING YA LO!" maki wanita berpakaian sederhana itu dengan berteriak.
Tak hanya Rayna dan ketiga temannya yang merasa terganggu, beberapa pengunjung lain juga ikut menyaksikan. Beberapa pengunjung dari lantai atas bahkan rela turun ke bawah saat mendengar suara bising. Mungkin saja mereka berpikir sesuatu yang berbahaya terjadi di lantai bawah.
"Mereka kenapa sih?" heran Manda merasa risih.
Haruskah mereka melihat keributan di depan matanya? Sepertinya mereka datang di waktu yang tidak tepat.
"Kita ke lantai atas aja gimana?" saran Devi.
"Ayok deh, di sini malah gak nyaman," setuju Rayna.
"Tapi gua pengen liat deh penasaran," ucap Lea dengan penasaran.
Sudah banyak kerumunan orang lain yang berusaha melerai pertengkaran yang terjadi. Beberapa diantaranya merekam dengan ponsel. Mungkin tujuannya agar membuat konten viral. Rayna dan ketiga temannya tak ada niatan untuk terlalu peduli, bagaimana pun juga mereka masih harus menjaga privasi orang lain.
"Udah gak usah ikut ngurusin orang lain," nasihat Devi.
Pada akhirnya Rayna dan ketiga temannya memutuskan untuk naik ke lantai atas dengan semua menu yang sudah dipesan. Lea yang awalnya memaksa pun ikut saja daripada ia ditinggal sendiri.
"Gak pas banget sih waktunya," keluh Manda setelah duduk di kursi lantai atas.
"Iya, semoga aja staffnya gercep deh," harap Devi.
Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar di telinga. Wanita berpakaian sederhana itu sengaja melabrak wanita yang merebut kekasihnya. Entah apa yang membuatnya nekat melakukan kegaduhan di tempat umum.
"Berani banget ya tuh cewek!" pikir Lea.
"Kalo laki gua kaya gitu sih gua juga gak bakal tinggal diem," tutur Devi. Diantara yang lainnya hanya Devi yang sudah menikah karena itu ia pasti lebih berpengalaman.
Ada yang berbeda kali ini. Rayna diam seribu bahasa saat sedang melakukan panggilan video dengan Rion. Tapi, Rion melakukan hal yang sama. Sepertinya mereka berdua sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
"*Sayang*..." panggil Rion pada akhirnya. Tak nyaman juga jika mereka hanya saling terdiam di depan kamera.
"Iya." Rayna menjawab dengan malas.
"*Kenapa diem aja sih*?" tanya Rion. Ia ingin mendengar cerita Rayna hari ini.
"Kan kamu juga diem." ya memang benar Rion hanya terdiam, tapi itu karena ia sedang lelah dan hanya ingin mendengarkan cerita Rayna agar kembali bersemangat.
"*Aku kan nunggu kamu bicara*," ucap Rion.
"Aku juga." seperti tak mau kalah Rayna menjawab.
"*Ih gak mau kalah kamu*!" ejek Rion.
"Minggu ini gimana kalo aku aja yang ke Bandung?" Rion terdiam. Ada apa tiba-tiba? Sudah dijelaskan oleh Rion berkali-kali alasan ia tak mau mengajak Rayna ke Bandung.
"*Jangan*," larang Rion.
"Kenapa?"
"*Jauh sayang*," jelas Rion.
"Aku juga pengen tau lingkungan kamu hidup sayang."
"*Aku aja ya yang ke sana*!"
"Kan pasti selalu kaya gitu!" sentak Rayna.
"*Ada apa sih? Ko tiba-tiba banget kamu kaya gini*?" heran Rion masih dengan nada rendah. Ia sangat paham jika Rayna tak bisa dibentak. Ia berusaha agar agar tak kelepasan membentak Rayna.
"Ya gak ada apa-apa, aku cuma pengen tau lingkungan kamu!"
"*Lingkungan ku ya begini aja sayang, gak ada yang aneh*."
"Yaudah aku juga mau ketemu dan main langsung sama Naura!"
"*Kalo kamu ke sini emangnya kak Raya bakal kasih izin*?" tanya Rion yang tak mendapat jawaban apa pun. "*Diem kan*?" ucapnya dengan tak sabar melihat Rayna hanya terdiam.
"ko kamu gitu?"
"*Gitu gimana sayang*?"
"Seolah-olah nyalahin aku, nadanya gak enak banget," kesal Rayna.
"*Enggak sayang, Ion cuma bilang aja*," jelas Rion. "*Kalo kamu ke sini, kamu mau naik apa*?" kali ini Rion menantang.
"Naik kereta juga bisa ko," jawab Rayna dengan mudahnya.
"*Berani? Tau rutenya gak*?" tanya Rion lagi semakin menyudutkan. Kali ini nada bicaranya meninggi.
"Aku bisa cari tau sendiri."
"*Udah ya, daripada kamu kenapa-kenapa mending aku aja yang ke sana*!"
"Aku tuh selama ini gak pernah mikir macem-macem tentang kamu, tapi ko kayanya kamu selalu nolak ya kalo aku mau main ke sana."
"*Kamu mikirnya apa sayang*?" tanya Rion. Jujur saja kali ini Rayna terlalu membuatnya sedikit kesal. Terlalu keras kepala, tak seperti biasanya.
"Kamu gak nutupin sesuatu kan di sana? Kaya seolah aku tuh gak boleh tau kehidupan kamu di sana aslinya kaya apa," ungkap Rayna.
"*Gak ada sayang*," jawab Rion.
"Udah ah terserah! Kamu dateng ke Bekasi atau enggak juga bebas!" dengan kesal Rayna mematikan sambungan video di layar hp dan mematikan notifikasi Rion.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?