HOPE And PRAY

Kembali pada kejadian setelah Prada pingsan dan dilarikan ke rumah sakit, sebelum Sabda diculik oleh Beno...

Setelah kepergian Sabda, dokter memeriksa kondisi Prada.

"Apa yang Anda rasakan, Nyonya?"

"Nyeri di sini, Dok." Prada menunjuk perut bagian bawahnya.

"Saya akan memeriksa bekas jahitan Anda."

Seorang perawat segera menyingkap kain penutup di bagian perut Prada, lalu meletakkan selimut untuk menutupi bagian bawahnya.

"Luka bagian luarnya sudah tampak mengering."

Dokter Elle menoleh kepada perawat yang sedang mengecheck lembar riwayat perawatan Prada.

"Sudah enam minggu, Dok." Perawat dengan sigap memberikan informasi yang dokter Elle minta.

"Anda tetap harus berhati-hati Nyonya. Meskipun dari luar luka terlihat sudah mengering, tapi jaringan rahim di bagian dalam belum kering sempurna. Butuh waktu tiga bulan setelah operasi caesar dilakukan. Dan itupun belum termasuk fase pemulihan jaringan."

Prada hanya mengangguk ...

"Bukan ... bukan itu, Dokter. Ada sakit yang lebih lagi," jerit batin Prada.

Hatinya terasa gamang, tatapan matanya menerawang mengingat kejadian sebelum dia berakhir di ruangan ini.

"Mengapa ... Mengapa Sabda tega melakukan ini semua padaku?"

Dan ketika pertanyaan itu muncul, rasa sakit di bagian inti tubuhnya kembali muncul. Terasa perih dan kaku, seperti merasakan otot-otot di dalam sana dipaksa menegang secara tiba-tiba. Tenggorokan Prada terasa tercekik. Dan Prada akan merasakan sesak napas setelahnya.

Itulah yang dirasakan Prada saat mengingat pengkhianatan yang dilakukan suaminya. Dan hanya Prada yang bisa merasakan, bahkan untuk mendefinisikan rasa sakit itu sangatlah sulit.

"Apakah sakit ini ada obatnya? Haruskah kukatakan pada dokter tentang hal ini?"

Prada menggeleng tidak yakin.

Sakit yang dirasakan Prada bukanlah luka secara fisik. Batin Pradalah yang terluka, dan berimbas pada fisiknya.

"Anda baik-baik saja Nyonya?" Dokter Elle melihat Prada kesulitan untuk bernapas.

Perawat berjalan ke sisi kanan ranjang perawatan Prada untuk mengecheck alat bantu pernapasan.

"Sebaiknya Nyonya menenangkan diri. Mengingat hal-hal yang menyenangkan, akan mempercepat pemulihan Anda."

Melihat ekspresi Prada, dokter Elle paham bila Prada sedang banyak beban pikiran.

Setelah meresepkan obat, dokter meninggalkan ruangan itu. Sementara perawat masih di sana untuk menjelaskan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan Prada setelah ini.

"Sebaiknya Anda istirahat dulu Nyonya. Bila perlu bantuan, Anda bisa memanggil saya."

Perawat kembali merapikan selimut dan mengatur posiai bantal Prada, agar lebih nyaman.

"Dan seperti nasehat dokter Elle, jangan lupa bahagia." Perawat tersenyum dan membungkukkan badan.

Prada memaksakan diri untuk tersenyum, meskipun yang tampak di bibirnya hanyalah sebuah senyum getir.

Prado masuk ke ruang perawatan Prada, setelah melihat dokter dan perawat keluar dari sana. Dia sangat sedih sekaligus marah, melihat adik kembarnya yang terbaring lemah dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan.

Prada yang biasanya selalu ceria, dengan sifatnya yang sedikit manja. Prada yang menjadi kesayangan keluarga. Terlebih sejak kasus penculikan itu, Prada mendapatkan prioritas dalam hal keamanannya. Joanna dan Prado pun sangat memanjakannya. Sampai suatu hari, Mr. Anthony mewajibkan Prada untuk berlatih bela diri dan menembak.

FLASHBACK ON

Prada yang sudah menginjak masa remaja, sedang bermanja-manja dengan Maureen, mamanya, ketika Mr. Anthony tiba di rumah. Sejenak memperhatikan tingkah Prada dan tiba-tiba Mr. Anthony tersentak akan sebuah kesadaran.

"Anak manjaku sudah tumbuh menjadi seorang gadis sekarang. Selama ini, segala cara sudah kulakukan untuk melindunginya. Tapi akan lebih baik bila Prada bisa melindungi dirinya sendiri."

Sejak saat itu, Prada diwajibkan mengikuti wajib militer ala Mr. Anthony, bersama dengan Joanna dan Prado. Tentu saja tingkah Prada yang manja, mengganggu konsentrasi Joanna dan Prado yang sedang serius berlatih.

Sehingga Mr. Anthony memutuskan untuk memisahkan kelas berlatih untuk mereka bertiga. Joanna yang lebih dulu berlatih, sudah pasti memiliki kemampuan di atas Prado dan Prada. Tapi tak bisa dipungkiri, Prado yang cerdas bisa mengimbangi kemampuan Joanna dalam waktu singkat. Sementara si manja Prada harus tertatih mengejar ketertinggalannya.

Setelah ilmu teknik dasar dan umum dikuasai, barulah Mr. Anthony turun tangan untuk menyempurnakan kemampuan mereka. Mr. Anthony menurunkan ilmu khusus yang dimilikinya, tentang taktik strategi, membaca ekpsresi wajah dan gerakan lawan, mengelabui lawan dan tentu saja upaya menyelamatkan diri bila dalam kondisi terdesak, tanpa terlihat sebagai seorang pengecut.

Hanya segelintir anak buahnya yang beruntung yang bisa mendapatkan ilmu itu dari Mr. Anthony secara langsung.

FLASHBACK OFF

"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Prado mendekat dan menggenggam tangan adiknya. Kalau sudah seperti ini, tak terlihat kesan mafia yang melekat pada diri Prado. Hal ini jugalah yang membuat seorang dokter mata betah berlama-lama memandangnya.

"Katakan padaku," Prado masih berusaha membujuk Prada untuk bicara. Dia ingin adiknya bercerita untuk sekedar melepas beban di hatinya.

"Baiklah, kalau kau belum ingin bercerita. Istirahatlah." Akhirnya Prado menyerah melihat Prada yang masih menutup rapat bibirnya.

Sebagai saudara kembar, Prado ikut merasakan penderitaan Prada. Mereka memiliki ikatan batin yang kuat, terlebih bila salah satu dari mereka sedang sakit, bersedih atau terluka. Maka yang lain akan mendapatkan firasat. Seperti hati yang tiba-tiba sedih, cemas dan tidak tenang atau tubuh yang tiba-tiba tersentak kaget tanpa sebab yang jelas.

"Sabda ... kau jahat!!! Pergi ... Pergi!!! Aku tidak sudi melihatmu lagi." teriakan Prada mengagetkan Prado. Dia segera mendekat untuk melihat kondisi Prada. Rupanya Prada sedang mengigau, berteriak dengan napas terengah-engah.

"Prada ... Prada ... bangun." Prado menepuk-nepuk bahu Prada.

Prado memencet tombol di ranjang perawatan dan membantu Prada berpindah ke posisi duduk. Menata bantal di punggung supaya Prada bisa duduk dengan nyaman.

"Minumlah." Prado mendekatkan sebuah gelas berisi air minum ke bibir Prada.

Prado mengambil tissue, mengusap kening Prada yang berkeringat, lalu memeluk Prada setelahnya.

"Tenanglah, Sabda berjanji akan menjelaskan semuanya. Bila kau belum ingin menemuinya, biar aku saja yang menghadapinya."

Prada hanya mengangguk dan menangis di pelukan Prado.

"Kau tahu ... Aku sangat mahir membaca ekspresi wajah. Bila Sabda sampai berbohong, akan kuhajar sampai mati."

"Ja ... jangan!" sahut Prada pelan.

Prado mengusap rambut adiknya dengan sayang. Senyum usil terlihat di bibirnya. Sebenarnya Prado hanya menggoda Prada, bahwa dia akan membunuh Sabda. Prado tahu bahwa selama ini Sabda dan Prada saling mencintai. Prada sangat bahagia menjalani rumah tangganya dengan Sabda. Terlebih klan Garcia sudah mendapatkan tiga bibit unggul dari pernikahan mereka berdua. Dan Prado tidak mungkin menghancurkan kebahagiaan adik kembar kesayangannya.

"Percayalah padaku, aku akan menyelidiki yang sebenarnya terjadi. Dan akan kubawa kembali Sabda dengan segudang cintanya untukmu."

Prada memukul dada Prado ketika sadar bahwa kakaknya itu sedang meledeknya.

Prado pun memimpikan mendapatkan kebahagiaan ketika cinta singgah di hatinya, seperti yang dirasakan adik kembarnya. Meskipun ketika didesak tentang jodoh oleh mamanya, Prado selalu menghindar ...