NovelToon NovelToon
Kumpulan Cerita HOROR

Kumpulan Cerita HOROR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Dunia Lain / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Tumbal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayam Kampoeng

Sebuah novel dengan beragam jenis kisah horor, baik pengalaman pribadi maupun hasil imajinasi. Novel ini terdiri dari beberapa cerita bergenre horor yang akan menemani malam-malam mencekam pembaca

•HOROR MISTIS/GAIB
•HOROR THRILLER
•HOROR ROMANSA
•HOROR KOMEDI

Horor Komedi
Horor Psikopat
Horor Mencekam
Horor Tragis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayam Kampoeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9 TEROR LEAK Part 9

Panik menyergap Bagus saat dia selesai membaca surat dari Marni. Ingin rasanya dia untuk berlari ke hutan, berteriak memanggil nama Marni, dan membantai si pengganggu yang belajar ilmu Leak. Tapi sayangnya, sisa-sisa pelatihan dari Mang Dirga menahannya, seperti rantai gaib yang melilit kakinya.

Bertindak gegabah sekarang berarti kematian. Pastinya bukan hanya dirinya yang mati, tapi Marni juga pasti celaka.

Dan Bagus memahami satu hal dalam penelitiannya selama di desa Banjaran. Kematian bukanlah akhir di dunia ini. Di Bali, kematian bisa berarti kelahiran kembali dalam bentuk yang lebih mengerikan. Tergantung dosa yang kita perbuat selama masa hidup sebelumnya.

Dengan tangan gemetar, Bagus meraih selendang merah milik Marni yang tertinggal. Di kain itu masih melekat harum khas milik Marni. Wanginya campuran antara bunga melati dan sesuatu yang lebih kuno, seperti daun sirih yang direndam dalam darah.

Aroma itu menusuk indra penciuman Bagus, membangkitkan kenangan dan rasa takut secara bersamaan.

Bagus kembali melipat selendang itu dengan rapi, seolah-olah kain itu bisa sobek jika disentak terlalu keras. Selendang itu lalu dia simpan di dalam tasnya.

Beban tanggung jawab yang berat terasa seperti batu nisan di punggungnya. Cinta Marni telah mendorongnya untuk melakukan pengorbanan terbesar, dan sekarang giliran Bagus untuk membuktikan bahwa pengorbanan itu tidak harus berujung pada kematian!

Bagus kemudian berlarian mencari Mang Dirga. Gubuk sang dukun tua itu tampak lebih gelap dari biasanya, seperti ditelan bayangan yang anti pada cahaya. Di dalamnya, Mang Dirga sedang mempersiapkan jimat dan tampak meramu sesuatu. Wajahnya tampak sepuluh tahun lebih tua, matanya cekung, kulitnya keriput seperti kertas yang terlalu lama dijemur.

"Dia pergi, Mang!" teriak Bagus, nafasnya masih tersengal. "Marni menyerahkan diri!"

Mang Dirga tampak tak terkejut. Dia hanya mengangguk pelan, matanya memandang kosong ke tungku api yang menyala dengan warna ungu.

"Aku tahu dia akan melakukan pengorbanan. Darah ibunya... terlalu kuat menariknya untuk pengorbanan diri. Ida Rengganis juga melakukan hal yang sama dulu. Tapi dia tidak pernah kembali menjadi manusia." terang Mang Dirga.

"Kita harus menyusulnya! Sekarang!" ajak Bagus.

"Tidak!" bentak Mang Dirga, suaranya seperti cambuk. Bagus pun terkesiap. "Kau tidak mengerti! Dia pergi ke Pura Dalem, tempat pemujaan untuk roh-roh di dunia bawah. Tempat itu bukan sekedar pura. Tempat itu adalah perbatasan. Jika kau masuk tanpa persiapan, jiwamu akan tersedot, dikunyah, dan dimuntahkan kembali dalam bentuk yang tidak kau kenali. Dan malam ini bukan malam biasa. Ini adalah malam Bhatara Kala Ngamuk, malam ketika jarak antara dunia kita dan dunia bawah milik mereka paling tipis. Bahkan bayanganmu saja bisa mengkhianatimu!" terang Mang Dirga sambil menasehati Bagus.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Hanya menunggu?" tanya Bagus. Dia tampak putus asa.

"Kita punya satu kesempatan," ujar Mang Dirga. Dia lantas bangkit dan mengambil sebuah bungkusan kecil dari balik papan lantai yang berderit.

Isi bungkusan kecil itu adalah sehelai kain putih tua, penuh dengan tulisan mantra menggunakan tinta coklat tua. Dari sana bau besi dan amisnya menyiratkan bahwa tinta itu bukan sekedar tinta.

"Ini adalah Kain Pengleakan. Kain ini pernah digunakan ibunya Marni untuk menahan wujud Leak-nya. Ikatan darahnya masih ada. Tapi kain ini juga bisa membawa kutukan. Jika kau tidak cukup kuat, kau akan menjadi wadah bagi sesuatu yang lebih tua dari kematianmu sendiri." ucap Mang Dirga sambil menyerahkan kain putih itu kepada Bagus.

Mang Dirga juga memberikan Bagus sebuah keris kecil dengan bilah berliku. Bilahnya berdenyut pelan, seperti jantung yang hidup di tangan Bagus.

"Ini bukan untuk membunuh, tapi untuk memutus aliran energi. Tusukkan ke tanah untuk membuat lingkaran perlindungan. Tapi ingat, tanah di Pura Dalem tidak selalu menerima perlindungan. Kadang tanah di sana menolak, kadang juga... menuntut darah." ucap Mang Dirga lagi.

"Kita akan melakukan ritual Ngerangsuk," jelas Mang Dirga. "Kita akan memaksa untuk masuk ke batas dunia mereka dan menarik Marni kembali. Tapi ini sangat berbahaya! Kau akan melihat hal-hal yang bisa membuatmu gila. Dan kau harus menjadi jangkar untuk Marni. Ikatan perasaanmu pada Marni adalah satu-satunya yang bisa menuntunnya kembali ke dunia ini. Tapi jika ikatan itu rapuh, kau akan menjadi pintu bagi sesuatu yang ingin keluar dari dunia bawah."

Bagus mengangguk, menelan rasa takutnya seperti menelan pecahan beling. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya-nya kemudian.

"Saat kita berada di sana, pegang erat kain ini. Pikirkan Marni. Panggil namanya. Jangan peduli apa pun yang kau lihat atau dengar, jangan pernah lepaskan kainnya dan jangan pernah meninggalkan lingkaran perlindungan. Jika kau melakukannya, jiwa kalian berdua akan hilang untuk selamanya. Atau lebih buruk lagi, kalian akan tetap hidup, tapi bukan sebagai manusia." Mang Dirga memberi penjelasan pada Bagus.

Menjelang tengah malam, mereka berdua pergi ke Pura Dalem. Tempat itu terletak di bagian paling sepi dan gelap di pinggir hutan desa Banjaran. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada angin. Hanya keheningan yang terlalu sempurna, seperti alam sedang menahan nafas.

Arca-arca di pura Dalem tampak lebih garang, matanya seperti mengikuti langkah kaki mereka. Udara sangat dingin, tapi tidak menyegarkan. Dinginnya menusuk tulang dan membuat laju darah terasa lambat.

Mang Dirga mulai menata sesajen khusus. Ada sebuah bunga berwarna hitam dan ungu, dupa yang berasap hitam seperti kemenyan bercampur arak, dan sesajen yang tidak bisa Bagus kenali, seperti berisi potongan kuku, rambut, dan sesuatu yang bergerak pelan mirip belatung di dalam mangkuk.

Mang Dirga lantas menggambar sebuah lingkaran besar di tanah dengan kapur khusus yang berkilau seperti tulang manusia yang baru dikeringkan. Bagus berdiri di dalamnya. Kain Pengleakan di satu tangan dan keris kecil di tangan lainnya.

Ritual dimulai. Mantra yang dilantunkan Mang Dirga kali ini bukan bahasa manusia. Suaranya lebih dalam, lebih menyeramkan, seolah-olah ada banyak suara lain yang menyertai mantra itu. Suara anak-anak menangis, wanita tertawa, pria mengerang. Angin berhembus kencang, meski daun-daun di pohon tidak bergerak. Bayangan di sekitar mereka seakan-akan hidup, menari-nari dengan bentuk yang tidak wajar. Bentuknya ada yang seperti tangan, ada yang seperti mulut tanpa wajah, ada yang hanya potongan setengah badan.

Bagus memejamkan mata, berkonsentrasi penuh pada Marni. Dia memikirkan senyumnya, matanya yang bening, keberaniannya yang tersembunyi di balik kesedihan.

"Marni," panggil Bagus dalam hati. "Aku di sini. Jangan menyerah. Kembalilah padaku."

Tiba-tiba, tempat Bagus berdiri berubah. Dia tak lagi berada di Pura Dalem. Dia berdiri di sebuah ruang kosong yang luas, diselimuti kabut abu-abu yang bergerak seperti makhluk hidup. Suhu udara sangat dingin, dan setiap nafasnya meninggalkan jejak di udara. Dari kejauhan, dia melihat sosok Marni, berjalan menuju sebuah cahaya kehijauan yang berkedip-kedip. Di sampingnya, berjalan seorang pria. Pak Wayan. Tapi aneh, wajahnya kosong dan pucat seperti orang yang tidak bernyawa. Matanya hitam, mulutnya terbuka tapi tidak berkata apa-apa.

"Marni!" teriak Bagus.

Marni menoleh. Wajahnya tampak kaget dan juga ketakutan. "Bagus? Pergi! Ini jebakan! Ini bukan tempatmu!"

Sayangnya Bagus sudah lari mendekat, tetap berada dalam lingkaran energinya yang terlihat seperti cahaya samar. Dia meraih tangan Marni. Saat mereka bersentuhan, dunia di sekitar mereka bergemuruh. Cahaya hijau itu berubah menjadi wujud yang mengerikan. Sosok Balian Rawa, dalam wujud leak-nya yang setengah ular. Tubuhnya dililit sisik yang penuh darah, matanya menangis darah yang mengalir ke tanah dan berubah menjadi tangan-tangan kecil. Tawanya menggema di seluruh ruang kosong itu, seperti ribuan mulut tertawa secara bersamaan.

"Kau tidak bisa menghentikan takdir, anak manusia!" raungnya.

Bagus tidak peduli. Dia menarik tangan Marni dengan sekuat tenaga, sambil terus memanggil namanya. Cinta dan tekadnya menjadi kekuatan nyata yang menembus kabut yang pekat.

Tapi kabut itu mulai berbisik. Suara-suara dari masa lalu, dari masa depan, dari kemungkinan yang tidak pernah terjadi. Bisikan itu terdengar, "Dia akan meninggalkanmu. Dia akan memilih kematian. Kau hanya alat."

Marni pun tersentak, sadar...

*

1
Mini_jelly
Rasain lu ndra!!!
Ayam Kampoeng: Ndra...
ato Ndro? 🤣🤣
total 1 replies
Mini_jelly
seruuu, 🥰🤗
Mini_jelly: sama2 kak 🥰
total 2 replies
Mini_jelly
Bully itu emg bukan cuma fisik. Ejekan kecil yang diulang-ulang, pandangan sinis, atau diasingkan perlahan-lahan juga membunuh rasa percaya diri. Sadar, yuk."
Sebelum ikut-ikutan nge-bully, coba deh tanya ke diri sendiri. Apa yang akan aku rasakan jika ini terjadi padaku atau adik/keluargaku?
☺️🥰
Ayam Kampoeng: 😊😊😊........
total 3 replies
Mini_jelly
😥😭😭
Ayam Kampoeng: nangis .. 🥲
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: hadeh ..
total 1 replies
Mini_jelly
me too 🥰❤️
Ayam Kampoeng: ekhem 🙄🤭
total 1 replies
Mini_jelly
udh lama gk mampir, ngopi dlu 🥰
Ayam Kampoeng: kopi isi vanila. kesukaan kamu 🤤🤸🤸
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: malah ketawa... 😚😚😚💋
total 1 replies
Mini_jelly
semangat nulisnya pasti seru nih 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!