Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.
Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian tak terduga
"Hanaaaa! Hanaaa!" panggil Puput dari arah luar rumah.
Tak lama kemudian, keluarlah seorang wanita muda yang memakai setelan kebaya rumahan berwarna coklat tua yang nampak bagus dibadannya yang ideal. "Iya, Put... ada apa? Tumben pagi-pagi udah dateng. masuk sini yuk, kita makan bareng."
Puput bergeleng, "nggak, nanti aja... aku mau bilang sama kamu, nanti sore kita disuruh kumpul sama Bu Desi di sanggar."
Hana yang tidak tahu apa-apa melihat Puput dengan tatapan kebingungan, "emangnya ada apa disuruh ke sanggar hari ini? Kan latihannya nanti Minggu."
Bu Desi itu adalah orang pemilik sanggar dimana Hana dan semua teman-temannya belajar menari. Dari sanggarnya Bu Desi inilah banyak yang memakai jasa penari di sana, dikarenakan selain para penarinya cantik-cantik tapi juga tarian yang dibawakan tidak monoton.
"Gak tahu ... pokoknya datang ajalah ya. dah, pulang dulu ya, Han."
"Ya sudah, nanti aku datang. Hati-hati ya..." Puput sehabis memberitahukan informasi tersebut, lantas pergi dikarenakan harus mengurusi kebunnya. Melihat Puput sudah pergi, Hana pun kembali masuk ke dalam rumah dan duduk bersama dengan Bu Minarsih.
"Tadi si Puput ngomong apa?" tanya Minarsih.
"Katanya aku disuruh kumpul di sanggar sore ini, Mak." ujar Hana sembari mengambil nasi dalam wadah nasi.
"Buat apa?"
"Aku juga tidak tahu, Mak.mungkin bakal dikasih tahu kalau aku udah di sana."
Minarsih pun mengangguk dan mereka kembali melanjutkan sarapannya. Seperti biasa dikegiatan pagi hari mereka melakukan aktivitasnya di kebun. Hana melihat banyak sekali orang-orang yang hendak menuju ke arah barat. "Mak.. itu orang-orang pada ngapain ya? Kok rame-rame mau ke mana?"
"Oh itu... mereka mau sambut orang-orang pintar datang ke desa ini." ujar Minarsih sembari memasukkan hasil panennya ke dalam wadah.
"Orang pintar itu apa, Mak?" tanya Hana kebingungan.
"Itu loh kaya dokter sama tentara, katanya mereka mau ke sini buat bangun klinik."
Raut wajah Hana seketika berbinar, "oh ya?! Tapi kenapa Mak gak ikut sama mereka?"
Minarsih tersenyum tulus ke arah anaknya itu, "Mak banyak kerjaan geulis... gak mungkin Mak biarin kamu sendirian panen semuanya, makanya mending Mak gak ikut penyambutan itu."
"Oh gitu... Mak, ini udah cukup. ayo kita ke pasar."
Mereka telah menyelesaikan pekerjaannya di kebun. Sayur hasil panen mereka pun sangat melimpah. Segera, mereka pergi ke pasar untuk menjualnya ke orang-orang yang sudah menjadi langganannya. Suasana pasar yang begitu ramai membuat Hana sedikit kelelahan. Sementara ibunya sibuk mengurus semua orang-orang yang hendak mengambil sayur yang mereka pesan. Hana tak sengaja melihat jam dinding sudah hampir pukul 3 sore. Ia pun bergegas untuk pergi ke sanggar.
"Mak, aku pergi dulu ya... mau ke sanggar."
"Eh iya, Neng. hati-hati..."
"Iya, Mak."
Hana mulai berjalan kaki meninggalkan area pasar tersebut. Sebelum itu, ia kembali kerumahnya untuk bersih-bersih sekalian ganti pakaiannya. Setelah selesai, ia pun segera pergi kembali menuju sanggar Bu Desi. Tak lama kemudian, Hana telah sampai di depan sanggar. Di sana Hana melihat semua sudah berkumpul. Puput yang memang terlebih dulu sampai, melihat Hana dari kejauhan.
"Hana!" seru Puput sembari melambaikan tangan.
Hana yang mendengar suara Puput ikut melambaikan tangannya. Kemudian ia pun duduk di samping temannya itu "udah dimulai?" tanya Hana.
"Belum... Bu Desi juga belum datang."
Kemudian, mereka pun terdiam tatkala perempuan yang lebih dewasa dari mereka telah hadir dan duduk di paling depan. "Langsung saja ya... sebentar lagi di desa kita akan mengadakan acara untuk penyambutan tamu kita yang dari jauh, Pak Kades meminta Ibu untuk mempersiapkan acara untuk menghibur mereka. jadi, Ibu akan bagi kalian ke dalam dua kelompok ya, masing-masing kelompok 10 orang. untuk lagunya ibu sudah siapkan."
"Acaranya kapan, Bu?" tanya salah satu dari muridnya.
"Acaranya Minggu depan. jadi kalian bisa latihan dulu untuk persiapan nanti ya, untuk kelompok pertama terdiri kalian semua (Bu Desi menunjuk ke arah gadis-gadis di sebelah kanannya). dan untuk kelompok dua itu kalian semua ya, dan kamu Hana seperti biasa pimpin kelompok kamu ya." ujar Bu Desi.
Hana pun tersenyum manis. Ia merasa bangg jika kembali terpilih menjadi penari inti. Terlebih semua anggotanya pun senang ketika Hana memimpin mereka kembali. "Baik, Bu."
"Ya sudah.. kalian bisa pulang sekarang, besok kita mulai latihan."
***
Di tempat lain, terdapat sekumpulan pria yang sedang bercengkrama dengan satu sama lain. mereka bercirikan baju loreng yang sedang bertugas di area tersebut. itulah para tentara yang akan mengabdi selama beberapa bulan ke depan untuk membantu masyarakat mendapatkan fasilitas kesehatan. lalu terlihat diantara mereka, terdapat Haris yang sedaritadi terdiam menyimak obrolan dari juniornya. di saat termenung, salah satu juniornya bertanya padanya.
"Komandan... gimana ya, kita kesulitan buat dapetin tanah di lokasi ini." ujar salah satu tentara.
"Iya, Ndan. gimana kita mau bangun klinik, kalau tanahnya aja belum disiapin pemerintah?"
Mereka semua komplain pada Haris yang memang menjadi tanggung jawabnya. Ia juga merasa jengah akan pemerintah setempat yang kurang aktif dalam menangani masalah ini. Ternyata khusus desa yang Haris datangi ini belum ada kepastian tanah yang akan dibangun klinik olehnya. Hanya beberapa RT saja yang sudah tersedia tanahnya.
"Kalian tenang saja, biar saya yang atur." lalu Haris pergi menghampiri Fahri yang sedang bermain dengan ponselnya.
"Fahri.. Ri.." panggil Haris.
"Ada apa?" ujarnya sembari tetap fokus pada layar ponselnya.
"Antar gue ke pejabat tanah di sini yuk, gue mau beli tanah."
"Lu kira beli tanah kaya beli kacang? enak banget lu ngomongnya." kesal Fahri mendengar dengan mudahnya kalimat yang Haris lontarkan.
Lalu Haris melihat Pak Kades yang baru saja kembali dari arah luar, "Pak! Kemari sebentar!" Panggil Haris pada kepala desa.
"Iya, Pak Haris? Ada apa?"
"Anda tahu yang jual tanah di sini? Boleh antar saya ke sana?"
Pak Kades membulatkan matanya karena terkejut akan perkataan Haris barusan, "anda beli tanah untuk apa, Pak?"
Haris menghela nafas beratnya, "ternyata di desa ini belum tersedia tanah untuk pembangunan klinik, Pak. makanya saya ingin membeli sepetak tanah untuk menggantikan. saya tidak mau antusiasme warga jadi hilang gara-gara kasus ini."
Pak kades sangat takjub akan kebaikan yang di miliki oleh Haris, "ada, Pak. di desa ini ada juragan tanah yang namanya pak Joko sandoko. cuma beliau yang memiliki tanah luas di sini. tapi, dia itu sangat licik, Pak..."
"Tidak apa-apa.. antarkan saya padanya.. saya tidak peduli, yang penting saya membeli tanah di sini"
"Baiklah pak.. saya akan mengantarkan bapak menemuinya"
Lalu Haris kembali menoleh pada Fahri "Ri... lu mau ikut gak? Lihat tanah?"
"Ikut dong."
" Ayo, Pak."
***
Pak kades mengantarkan Haris dan Fahri untuk menemui pak Joko si juragan tanah desa itu. Mereka kini telah sampai di rumah besar kediaman Joko beserta keluarganya.
"Permisi.."
Kemudian keluarlah tiga perempuan yang sepertinya berbeda usia "iya ada apa?" tanya perempuan paling depan.
"Pak Jokonya Ada Bu jenab? Ini ada yang mau nanya-nanya tentang tanah sama beliau"
"Ada kok di dalam, masuk saja."
Mereka bertiga dipersilahkan masuk ke dalam rumah menemui Joko yang sedang asik di belakang sembari merawat ayam jago kesukaannya. Ketiga wanita itu menemui laki-laki tua tersebut.
"Pak, ada yang mau ketemu tuh." ujar Jaenab istri pertama Joko.
"Siapa?" tanya Joko dengan datar.
"Tuh." tunjuk salah satu dari mereka ke arah Haris dan yang lain.
Kemudian, Joko memeluk satu persatu dan memberikan kecupan mesra pada mereka semua dihadapan tamu mereka. Haris dan Fahri menatap jijik sedangkan pak kades hanya pasrah dan menundukkan kepalanya karena malu.
"Ayo, Pak. kita duduk di sana."
Mereka pun duduk bersama di kursi yang sudah disediakan. "Eumm.. maaf ganggu waktunya, saya datang kemari untuk membeli sebagian tanah bapak untuk kami jadikan sebagai klinik di desa ini." ujar Haris sesopan mungkin. Justru respon dan tatapan pak Joko diluar dugaan. Ia justru meremehkan Haris yang akan membeli tanahnya. "emangnya kalian punya uang berapa sampai mau beli tanah saya?"
Fahri dan pak kades saling berpandangan, sementara Haris hanya merespon dengan santai. Pak Joko tidak tahu jika Haris ini adalah orang kaya bahkan lebih kaya dari dirinya.
"Berapapun harganya saya akan beli." ujar Haris dengan mantap.
Kemudian pak Joko pun mengajak mereka pergi survei ke lokasi tanah milik pak Joko tersebut. Haris meneliti semua tanah yang ia sudah lihat bersama dengan pak Joko. Kemudian setelah puas menyurvei, mereka kemudian kembali ke kediaman Joko.
"Saya pilih tanah yang luas di sebelah balai desa itu."
"Anda yakin?" Kemudian Joko memperlihatkan denah asli dari tanah tersebut.
"Harga tanah ini keseluruhannya itu kisaran 50M dengan luas tanah 150 M²."
Fahri dan pak kades terkejut mendengar harga tanah tersebut "mahal banget.. anda tidak main-main kan?!" Protes dari Fahri.
"Kalau anda tidak mampu, mending cari aja ditempat lain sana!" ujar Joko dengan ketus.
"Ayolah, Ris. cari aja di tempat lain." ujar Fahri dengan kesal.
"Diamlah.." ujar Haris pada Fahri.
Kemudian Haris mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dari dompetnya dan melemparkannya ke Joko. "saya beli tanah itu." Joko yang awalnya meremehkan Haris dibuat terkejut dengan blackcard yang ia miliki. Tak hanya Joko, tapi pak kades dan Fahri pun ikut terkejut.
"Sial!! Ternyata orang ini lebih kaya dari saya!" batin Joko mengumpat.
Lalu kemudian, Joko sepertinya merencanakan sesuatu. Joko terkenal dengan licik dalam apapun. Makanya semua orang jika gak ingin terkena jebakannya harus berhati-hati.
"Silahkan tanda tangan di sini, Tuan." ujar Joko mulai ramah.
"Rasakan!" batin Joko.
Lagi-lagi Joko salah memilih lawan. Haris telah menyadari jika kertas perjanjian tersebut telah di double oleh kertas yang lain. Serta dokumen tersebut surat alih tanah yang palsu. Haris tersenyum miring saat menyadari permainan Joko tersebut "anda mau main-main dengan saya?"
"Main-main apa, tuan? Saya tidak pernah main-main." bohong Joko.
Tak disangka Haris meremas-remas kertas tersebut. Semua orang panik termasuk Joko. Sehingga tempelan kertas tersebut terlepas. "Anda mau membodohi saya dengan trik murahan ini?!!!"
"Di mana surat alih tanahnya? Saya sudah membelinya, tolong jangan buat saya marah!" lanjut Haris dengan tegas dan penuh penekanan. Joko tidak bisa melawan Haris karena dia berada di bawahnya. Joko dengan terpaksa memberikan surat tanah yang asli dan memberikannya pada Haris. Setelah memastikan bahwa itu asli, Haris mulai menandatangani semua surat tersebut.
"Sekarang ini milik saya, anda tidak bisa menguasai tanah ini lagi." tegas Haris. Haris pun mengambil blackcardnya lagi dikarenakan telah melakukan transaksi. Lalu Haris pun pergi beranjak dari rumah tersebut.
"Sial!! Siapa orang itu?!!" umpatnya setelah Haris dan lainnya pergi.
***
Fahri menatap takjud temannya ini, "gak sangka teman gue ini ternyata Olang kayahhh hahaha...." ejeknya.
"Biasa aja."
"Pak Haris hebat, bisa ngelakuin Pak Joko yang licik itu. bahkan pak Joko tadi gak bisa ngapa-ngapain loh." puji Pak Kades.
"Sudah gak usah dibahas... Pak, ini ambil surat tanah. saya amanahkan ini untuk masyarakat ya, jaga dengan baik."
Terlihat Haris menyerahkan dokumen tanah yang ada di tangannya. kemudian, Pak Kades terlihat tersenyum lebar dan menerima dokumen berisi sertifikas tanah tersebut. "Baik, Pak. terima kasih atas bantuannya."
"Saya juga, ya sudah kami pamit pergi. ayo, Ri..." Haris dan Fahri pergi dari area tersebut untuk kembali ke perkumpulan mereka.
***
Sesudah berurusan dengan Joko, Haris yang memang bosan akhirnya ia memutuskan untuk pergi berkeliling melihat desa tersebut. Ia sudah mendapatkan izin dari pak kades dan juga mereka yang melakukan pemeriksaan tengah beristirahat. Kemudian, ia pun pergi seorang diri meninggalkan mereka semua. Haris merasakan kenyamanan di tempat yang masih asri dengan berbagai pepohonan, sawah dan perkebunan melintang memenuhi jalanan. Saat ia berjalan, banyak orang yang menyapanya dan ia pun menyambutnya dengan baik. Sebuah pemandangan yang ia sulit dapatkan di tempatnya di kota. Semua warga hidup rukun dengan bergotong royong.
"Adem sekali." batin Haris. Kemudian, di belakang Haris terdapat segerombolan gadis-gadis muda yang tengah berlarian. Mereka pulang bersama setelah kumpul di tempat sanggar Bu Desi.
"Put!! Tungguin aku dong!!" seru seorang gadis yang ketinggalan dari belakang.
Semua gadis itu melewati tubuh Haris yang tengah berdiri di samping jalan sembari melihat ke arah persawahan.
"Hey!! Tungguin!!"
Tiba-tiba tubuh gadis itu menubruk tubuh besar dari orang yang berada di sampingnya ini. Haris pun terkejut saat hendak memutarkan badannya ke belakang. akhirnya keduanya terjatuh.
Braakkk..
DUGHH..
Karena ia terburu-buru jadi langkahnya tak seimbang sehingga ia tak sengaja menabrak orang di sampingnya.
"Aduhhh..."
Mereka berdua terjatuh bersama. Haris sangat kesal ketika ada seseorang yang menabraknya sesuka hati dan membuatnya terjatuh.
"Aduhh!! lain kali kalo jalan hati-hati, Mbak!" ujar Haris kesal.
Gadis itu menunduk sembari memegang kepalanya yang kesakitan, "aduhh.."
Haris yang iba kemudian ia mendekati gadis itu, "kamu gapapa?" Gadis itu mulai menegakkan kepalanya sehingga mata dan wajah mereka saling berpandangan. Mata Haris terbelalak terkejut saat melihat gadis dihadapannya ini. Nafasnya seketika memburu.
"Maafkan saya, saya gak sengaja." ujar gadis itu tidak enak karena telah menabrak pria itu. Lalu ia pun berdiri sembari menepuk bagian yang kotor. Haris masih tidak percaya dengan peristiwa seperti ini. Ia pun ikut berdiri dan kembali menatap gadis itu.
"Apakah aku mimpi?" batin Haris.
Melihat pria itu terus memandanginya, gadis itu yang merasa risih kemudian menatap heran pria tersebut, "punten? kamu kenapa liatin saya begitu?"
Akan tetapi Haris terdiam. Lidahnya kelu tak bisa berbicara apapun.
"Hanaaa.. ayo cepat!!"
Ternyata gadis itu bernama Hana. terlihat Hana menoleh ke belakang untuk menjawab ucapan temannya. "iya sebentar!" Hana kembali memandangi wajah pria itu. ia sepertinya tak asing dengan wajah pria itu. Tapi, berhubung ia harus segera pulang jadi Hana pun pergi dan meninggalkan pria tersebut seorang diri. Mata Haris tiba-tiba berkaca-kaca. Tangannya seolah menggapai gadis yang sudah menjauh. Rasa rindu padanya telah memuncak saat ia melihat gadis yang mirip dengan pujaan hatinya.
"Nahda??? A-aaapaa itu kamuu?" batin Haris tak percaya.