Bijaklah dalam memilih tulisan!!
Kisah seorang penulis online yang 'terkenal lugu' dan baik di sekitar teman-teman dan para pembaca setianya, namun punya sisi gelap dan tersembunyi—menguntit keluarga pebisnis besar di negaranya.
Apa yang akan di lakukan selanjutnya? Akankah dia berhasil, atau justru kalah oleh orang yang ia kendalikan?
Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan Penulis Licik 09
...****************...
Di atas meja marmer dingin yang tak kalah bisu dari suasana ruangan, selembar kontrak itu terhampar. Tinta-tinta hitam berisi kesepakatan palsu menunggu untuk diikrarkan.
Arion duduk bersandar dengan santai, mata tajamnya menyapu kertas itu tanpa minat berarti. Dengan suara rendah dan datar, ia mulai menjelaskan isi kesepakatan yang ia susun sendiri.
"Tidak ada perasaan. Jangan ikut campur urusan masing-masing. Hidupmu, urusanmu. Hidupku, bukan hakmu untuk tahu," ucapnya tanpa menatap Aresya. Jemarinya mengetuk permukaan meja perlahan, seirama dengan detak waktu yang terasa begitu asing.
"Hanya bertingkah sebagai pasangan jika ada keluarga atau orang yang kita kenal. Di luar itu, kamu hanya orang asing yang kebetulan berbagi atap denganku."
Ia menggeser pena ke hadapan Aresya.
"Aku harap kamu setuju," gumamnya sebelum meletakkan pena.
Aresya tampak mengangguk lembut. Wajahnya tenang, penuh kelembutan seolah tak menyimpan apa pun di balik sorot matanya yang tenang. Tapi dalam benaknya, badai sedang berputar.
"Aku setuju," katanya pelan. "Tapi aku juga punya beberapa syarat."
Arion mengangkat alis sedikit, lalu bersandar lebih dalam ke kursinya.
"Baik. Apa itu?"
Aresya menatap lurus ke arahnya, senyumnya samar dan suaranya tetap halus, nyaris menipu.
"Kamu tidak boleh terangsang padaku. Tidak boleh membalas sentuhan apa pun dariku. Dan—" Ia berhenti sebentar, lalu menatap lebih tajam. "Tidak boleh punya perasaan padaku. Sekalipun."
Sejenak, hening menggantung di udara.
Arion mendengus pelan, sedikit heran, lalu tersenyum miring. Sebuah smirk muncul begitu saja di wajahnya.
"Hal itu... tidak akan pernah terjadi," katanya singkat, seolah menyiratkan bahwa Aresya terlalu tinggi menilai dirinya sendiri.
Aresya hanya tersenyum kecil, tampak menunduk penuh hormat dan setuju. Namun dalam hatinya, tawa sinis bergema begitu nyaring.
‘Bagus. Semuanya berjalan dengan sangat lancar,’ bisik batinnya. Permainan baru saja dimulai.
...****************...
Beberapa hari kemudian..
Langit senja menggantung malu-malu di balik jendela besar penthouse itu, menciptakan siluet keemasan yang menyapu seluruh ruangan. Dinding kaca tinggi menjulang, memperlihatkan pemandangan kota yang tak pernah tidur. Penthouse itu sunyi, mewah, dan dingin—seperti pemiliknya.
Aresya melangkah masuk, tumit sepatunya bergema lembut di atas lantai marmer. Segala barangnya telah tertata rapi, semuanya baru.
Tak ada satu pun yang berasal dari kehidupannya sebelumnya. Semua telah disiapkan sesuai permintaan Arion—dari lemari pakaian yang penuh dengan busana elegan, hingga peralatan kecil di dapur yang belum pernah disentuh siapa pun.
Namun, sebelum memijakkan kaki di tempat ini, Aresya telah memastikan satu hal.
Beberapa hari sebelum kepindahan, di apartemen kecilnya yang pengap, ia duduk di depan komputer tua miliknya.
Mata tajamnya menatap layar yang menampilkan folder-folder penuh catatan, dokumen, dan rekaman rahasia. Semua hal yang berkaitan dengan Arion Camaro—kekuatan, kelemahan, relasi, bahkan pola tidurnya.
Dengan teliti, ia memindahkan semuanya ke dalam laptop pribadinya yang memiliki sistem pengamanan berlapis. Folder itu tersembunyi dalam sistem yang hanya bisa dibuka dengan suara dan sidik jarinya sendiri.
Setelah memastikan semuanya aman, ia menghancurkan komputer lamanya dengan tangan sendiri.
Palu yang sebelumnya tersimpan di laci digunakan tanpa ragu. Layarnya pecah, retakannya menjalar seperti urat dendam yang tertanam dalam. CPU-nya dibongkar, kabel-kabelnya dicabut, dan setiap komponen utama dihancurkan hingga tak bisa dikenali.
"Rahasia... harus tetap rahasia," bisiknya lirih, hampir tak terdengar, sebelum membuang sisa-sisa bangkai perangkat itu ke tempat pembuangan bawah tanah.
Kini, berdiri di tengah penthouse milik Arion, ia tampak seperti perempuan yang baru lahir kembali. Lembut, tenang, penuh aura menawan. Padahal di balik matanya yang sejuk, ada bara rencana yang menyala.
Arion muncul dari lorong sebelah, mengenakan kemeja gelap dan tatapan datar seperti biasa.
"Kamar kamu di sayap timur. Jangan masuk ke area pribadiku tanpa izin," ucapnya, sebelum berbalik lagi tanpa menunggu respons.
Aresya tersenyum samar, lalu melangkah pelan mengikuti arah yang dimaksud.
‘Jangan khawatir, Arion Camaro,’ bisik batinnya. ‘Aku bahkan sudah masuk ke hidupmu, jauh sebelum kamu menyadarinya.’
...****************...
Malam merayap perlahan, membalut dunia dalam kesunyian yang hampir mencekam. Aresya melangkah tanpa suara, langkahnya terhanyut dalam keheningan kamar yang hanya dihiasi cahaya rembulan yang lembut.
Aresya bergerak dengan langkah penuh perhitungan, tidak ada yang bisa mendengar jejak langkahnya, tidak ada yang bisa melihat niat tersembunyi di balik matanya yang bersinar penuh kecerdikan.
Setiap gerakan seakan dihitung, setiap detik direncanakan dengan sempurna.
Arion terbaring di ranjang, tubuhnya terlena dalam tidur yang tenang, tak terganggu oleh apapun. Napasnya yang teratur, wajahnya yang begitu damai, seakan membungkus ruang dengan ketenangan yang menipu.
Aresya menatap pria itu, senyumnya terkembang perlahan—senyum yang penuh rahasia, penuh dengan rencana yang telah disiapkan dengan sangat matang.
Dengan gerakan yang begitu hati-hati, dia duduk perlahan di atas tubuh Arion. Pria itu tidak bergerak, seakan terlarut dalam mimpi yang tidak bisa dijangkau.
Aresya menyesuaikan posisi, tubuhnya yang ramping terasa begitu lekat dengan tubuh Arion. Hatinya berdegup keras, tetapi bukan karena rasa takut—melainkan karena kegembiraan akan permainan yang sedang dimulai.
Tanpa malu, tanpa ragu, dia mendekatkan wajahnya pada leher pria itu, membiarkan napasnya yang hangat menyentuh kulit Arion.
Tangan Aresya terulur, meraba lembut kulitnya sebelum dia mulai melakukannya—menjilat leher Arion dengan gerakan lambat, sengaja mempermainkan setiap detik agar pria itu tidak terbangun, meski rasa hangat dan basah yang ia tinggalkan akan membuat Arion merasakan sesuatu yang tidak ia duga.
Arion bergerak dalam tidurnya dan mulai sadar. Matanya melotot melihat Aresya berada di atas tubuhnya yang atletis. Mendorong wanita itu dengan kasar. Namun, yang di lihatnya adalah mata Aresya yang menatapnya dengan kosong.
"Apa yang kamu lakukan?!" hardik Arion. Aresya tak menjawab lalu menurunkan tali baju tidurnya dengan gerakan yang menawan dan sensual.
Arion kembali mendorong Aresya kesamping, tapi anehnya tubuh Aresya tak bergeming seakan mempunyai kekuatan lebih dari milik Arion. Aresya malah mendorong tubuh Arion dan kembali dengan aktivitasnya.
Lidahnya kembali bergerak lambat di leher Arion yang sudah tegang dengan urat-urat lehernya mulai muncul. Aresya tersenyum licik.
"Hentikan, Jalang!"
Tapi Aresya tak berhenti. Dia menarik tangan Arion dan membawanya ke dadanya yang sudah tak tertutupi. Menuntutnya untuk meremas miliknya. Arion masih di bawah sana dengan keterkejutannya. Lalu—
Aresya menarik jemari Arion yang besar dan kasar itu ke mulutnya. Mengulumnya dengan gerakan yang seksi.
"Haa.." desah Aresya.
"Kamu akan menyesal, Aresya!" Bisik Arion membuat Aresya tertawa kemenangan dalam hatinya.
.
.
.
Next 👉🏻
Makasih tadi udh mampir. jgn lupa keep lanjut teyuz ya...
kita ramein dengan saling bertukar komen...