“Aku sudah membelimu, jadi menurutlah. Patuhi semua keinginanku! Kau hanya budak di sini, tidak ada pilihan lain selain menuruti semua yang kukatakan!” Zico Archiven berkata pada seorang gadis cantik yang baru dibelinya dari tempat pelelangan.
Zico Archiven adalah seorang Tuan Muda generasi penerus dari keluarga Archiven di Italia. Dia adalah pebisnis sukses yang mempunyai beberapa usaha yang tersebar di seluruh dunia. Tak hanya jadi pebisnis sukses, dia juga menjabat sebagai ketua Mafia warisan dari sang Ayah yang sudah meninggalkannya lima tahun yang lalu.
Zico mempunyai kelainan aneh, dia tidak suka melihat wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya. untuk itu dia mencari seorang budak untuk dijadikannya sebagai tempat pelampiasan hasr4tnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Zico? Saat melihat gadis budaknya, Zico merasakan sesuatu yang beda. Dia seperti pernah melihat gadis tersebut. Siapakah gadis itu? Rahasia apa dibalik rasa penasarannya itu? Baca selengkapnya di sini, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neoreul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 9 Sebuah rahasia
Celine dan Zico melangkah keluar ruangan, meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu. Celine terus berbicara untuk mengurai kecanggungan, suaranya riang namun sedikit dipaksakan. Mereka berjalan beriringan menuju ke tempat parkir.
"Kita makan siang di restoran Asia di mal, ya, Zico," kata Celine, suaranya penuh semangat.
Dia melirik sekilas ke arah Zico, berharap menemukan sedikit antusiasme di mata pria itu. Namun, yang ia temukan hanyalah tatapan kosong, seakan-akan pikiran Zico melayang jauh.
Zico mengangguk pelan. "Baiklah, kita ke sana,” jawabnya datar tanpa sedikitpun nada protes.
Zico lebih memilih diam dan membiarkan Celine mendominasi percakapan. Dalam diamnya, pikiran Zico melayang jauh memikirkan pekerjaan. Zico memanggil asistennya.
"Fedrick, pergi ke restoran Asia yang ada di pusat perbelanjaan?" pinta Zico kepada Fedric asistennya yang menunggu di dekat pintu.
Fedrick mengangguk patuh, dia membuka pintu mobil untuk Celine dan Zico. Setelah itu mobil berjalan meninggalkan area kantor. Sepanjang perjalanan, Celine terus bercerita tentang berbagai hal, dari gosip kantor hingga rencana liburan yang akan ia lakukan.
Zico mendengarkan dengan baik, sesekali memberikan tanggapan singkat. Dia harus tetap profesional dengan sandiwara yang dibuatnya sendiri. “Kapan kau berangkat liburan? Lalu dalam rangka apa?” tanya Zico penasaran.
"Aku liburan dengan teman-temanku. Mereka mengadakan reuni di California. Salah satu temanku ulang tahun dan dia mengajak liburan ke sana. Ada apa? Apa kau akan merindukanku?" Celine balik bertanya.
”Ya, mungkin saja aku akan rindu. Tetap have fun nikmat liburanmu!” jawab Zico singkat, tapi mampu membuat Celine bahagia.
Celine tersenyum manis, dia mencium pipi Zico dengan mesra. ”Aku pasti akan merindukanmu juga, Zico."
Mobil terus melaju menuju ke pusat perbelanjaan. Pemandangan itu sudah sering terjadi, Zico selalu diam saat Celine menyentuhnya.
****
Di tempat lain, Aurora sedang belajar bersama dengan seorang guru pembimbing. Gadis itu diberikan sebuah laptop dan juga alat menu masakan. Guru itu sengaja ingin mengetahui kemampuan dasar Aurora.
"Nona, silakan pilih. Anda suka yang mana? Selesai memilih, Anda boleh langsung mengoperasikannya. Saya hanya ingin tahu kemampuan dasar Anda itu di bagian apa? Ayo silakan ambil satu!” ucap pria paruh baya itu.
Aurora diam sambil mengamati kedua benda yang ada di depan matanya. Selesai mengamati dia langsung mengambil laptop dan sebuah buku.
”Saya memilih ini saja, Paman. Rasanya tidak asing dengan benda seperti ini," kata Aurora, dia langsung membuka laptop itu.
Benar saja sekali membuka Aurora bisa menjalankan laptop tersebut. Di dalam sana terdapat kode rahasia jika ingin masuk dalam satu akun.
"Paman situs apa ini? Mengapa harus memakai kode jika ingin masuk?” tanya Aurora bingung.
"Itu tantangan pertamanya Nona. Coba pecahkan kode tersebut jika ingin masuk dalam akun," kata pria itu dengan raut wajah serius.
Aurora mengotak-atik laptop yang ada di depannya. Dia menggunakan pikirannya untuk mencari cara untuk membuka pola sandi yang ada di dalam laptop.
Aurora mengerutkan dahi, jari-jari lentiknya menari di atas touchpad laptop. Layar menampilkan pola kunci yang rumit, tapi di matanya pola itu tampak familiar. Sebuah perasaan aneh, seperti dejavu dirasakan oleh Aurora.
Bukan sekadar perasaan pernah melihat pola itu sebelumnya, melainkan perasaan pernah merasakan proses membuka kunci itu. Rasanya seperti sebuah memori yang terpendam, terkubur di kedalaman pikirannya.
Aurora menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang mulai berdebar. Pikirannya berputar mencari celah untuk membuka misteri di balik pola kunci itu.
Dia merasakan sebuah resonansi antara dirinya dan laptop di hadapannya. "Ini tidak masuk akal," gumamnya lirih, hampir tak terdengar.
Jari-jarinya bergerak dengan cepat mencoba berbagai kombinasi, tetapi tak berhasil. Frustasi mulai menguasai, Aurora mengusap wajahnya berusaha meredakan tekanan yang semakin terasa.
Tiba-tiba sebuah kilasan memori muncul di benaknya. Sebuah pola kunci identik dalam ingatan yang samar. Dia mengingat gerakan jari-jarinya saat itu. Ritme yang unik dan spesifik.
Dengan keyakinan baru, Aurora kembali menyentuh touchpad. Jari-jarinya bergerak dengan mantap, mengikuti ritme yang terpatri dalam ingatannya. Gerakannya begitu pasti hingga satu demi satu pola kunci itu terbuka. Layar laptop menyala, menampilkan desktop yang menampilkan banyak kode.
"Saya berhasil, Paman. Tapi, apa ini? Terlihat membingungkan sekali," gumamnya sambil berpikir.
Guru pembimbing itu sangat terkejut. Dia tidak menyangka jika Aurora bisa membuka laptop tersebut. “Nona, bagaimana Anda bisa membuka kuncinya? Apa yang Anda lakukan tadi?”
“Hem, maksud Paman apa? Saya hanya mengotak-atik sedikit kok. Tadinya sangat rumit, tapi pikiran saya yang membimbing. Kebuka deh laptopnya!” jawab Aurora dengan senyum manis.
Guru pembimbing itu mengambil laptop tadi. Dia membuka satu persatu file yang ada di sana. "Nona, beberapa orang sangat kesulitan membuka kunci laptop ini. Tetapi di luar dugaan Anda bisa membukanya dengan mudah. Apa Nona sebelumnya pernah belajar tentang IT?"
Aurora menggeleng bingung. "Saya tidak ingat, Paman. Bagaimana masa lalu saya? Apa saya pernah belajar atau tidak? Hanya saja tadi seperti pernah melakukan dan itu sangat samar sekali.”
“Saya yakin, Tuan pasti akan senang mendengar berita ini. Nona bisa berdiri di samping Tuan, karen kemampuan Anda ini sangat dibutuhkan. Terus belajarlah, Nona. Ini laptop baru buat Anda. Nanti, saya akan laporkan pada Tuan,” ucap guru pembimbing itu.
Aurora menerima laptop baru beserta kelengkapan lainnya. Dia terlihat senang sekali. "Paman terima kasih, semoga ada ingatan yang terlintas jika saya memainkan ini."
"Saya juga berharap Anda bisa mengingat lagi semuanya. Mungkin Anda memang bukan gadis biasa. Ada kemungkinan Anda adalah seorang hacker. Biar Tuan nanti yang memutuskan bagaimana baiknya," kata Guru pembimbing.
Aurora mengangguk patuh, dia sudah sangat ingin memainkan laptop barunya."Oh, ya, Paman. Tolong sampaikan pada Tuan, jika saya mengingat satu tempat di masa lalu. Sebuah gereja tua yang memiliki pohon oak yang sangat besar. Saya tidak tahu letak gereja itu di mana?"
Guru pembimbing mengangguk paham. "Baik saya mengerti, Nona. Nanti, saya akan menyampaikannya pada Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu. Senang bertemu dengan Anda, Nona."
"Terima kasih, Paman. Berkat Paman saya bisa mengingat sedikit demi sedikit. Semoga ingatan ini akan cepat pulih," ujar Aurora, dia mengantar guru pembimbing keluar dari paviliun.
Sesampainya di luar, guru pembimbing itu langsung laporan pada Zico. Dia menyampaikan semua yang terjadi. Hingga akhirnya, Zico memintanya untuk datang ke kantor.
Di restoran, Zico sedang melihat rekaman kamera cctv yang ada di paviliun. Dia sedang mengamati Aurora yang terlihat sibuk dengan laptop barunya.
"Firasatku tidak akan pernah salah. Kau memang bukanlah gadis biasa. Bisa membuka kunci dari laptop itu sungguh sangat istimewa. Aurora siapa kau sebenarnya? Apa kau anggota dari suatu organisasi?”