Katanya satu yang hilang dapat diganti dengan seribu yang datang. Tapi jika yang hilang adalah ibu, siapa yang mampu menggantikannya?
Meskipun begitu, aku memiliki seseorang yang mendampingiku. Merekapun menyayangiku tanpa syarat. Namun sayangnya, mereka malah saling memperebutkan aku. Hal inilah yang membuatku ditempatkan pada situasi yang sulit untuk memilih salah satu diantara mereka. Aku harus memilih antara menetap dengan kakak tiriku yang sejak kecil menemaniku ataukah pergi bersama kekasihku yang sangat aku cintai. Keputusan akhir yang kuambil adalah memilih untuk menetap. Tapi takdir punya rencana lain, ia malah mendatangkan kembali orang baru ke hidupku. Aku kembali di tempatkan di situasi yang sama yaitu dipaksa untuk memilih lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulyanee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Kembali untuk Kemenangannya
Kemenangan yang dahulu diperoleh oleh Sanjaya merupakan hasil dari memanipulasi Seriya agar mau lebih memilihnya dibandingkan dengan Ergi.
Pada saat malam pertemuan kolega yang dihadiri Ergi 4 tahun silam itu sebenarnya dihadiri oleh Sanjaya juga.
Di satu momen saat Sanjaya akan menghampiri Seriya yang sedang melukis di taman hotel yang dimana diselenggarakannya pertemuan kolega. Di tengah perjalanannya ia mendapati seorang pria dewasa yang menghampiri adiknya. Sorot matanya langsung meredup diikuti dengan bunga mawar merah yang terjatuh dari genggamannya.
"Aku ingin menghajarnya, aku ingin menghabisi siapapun yang menginginkan milikku," gumamnya Sanjaya yang diikuti dengan kaki jenjangnya yang melangkah maju.
Sanjaya merogoh saku celananya hendak mengeluarkan pisau lipat yang selalu dibawanya kemana-mana. Di saat langkahnya mulai mendekati orang asing itu, Sanjaya kemudian menghentikan langkahya dan memilih untuk mundur begitu saja.
Kenapa Ergi Kailash harus kembali lagi ke dalam kehidupan antara aku dan Seriya setelah menjadi pengecut 2 tahun lamanya. Semenjak putusnya hubungan mereka berdua akibat dari pertikaian besar waktu itu, Ergi menghilang begitu saja.
"Anak yang bernama Findra itu saja sudah merepotkan."
Sialan, aku belum melakukan apa-apa pada bocah itu. Tapi sekarang Ergi menampakkan lagi batang hidungnya. Sekeras apapun aku berusaha mencari keberadaan dirinya dahulu, tak dapat kutemukan titik hilangnya dimana, tempat apa yang terakhir ia kunjungi apalagi tempat yang akan di tujunya, semuanya tidak berjejak. Ergi seperti menghilang dari muka bumu seolah-olah ia tidak pernah ada.
Sanjaya khawatir tidak dapat menghadapi lagi Ergi seperti ia menghadapinya dulu. Tidak bisa dipungkiri, Sanjaya takut setengah mati apabila Ergi akan langsung mendatanginya. Karena itulah semenjak kemunculan Ergi dirinya mencari-cari keberadaan Ergi dan menempatkan Ergi dalam jangkauan pengawasannya. Namun Sanjaya merasa heran karena pergerakan Ergi selalu tertuju pada Findra. Sanjaya berasumsi bahwa mungkin saja Ergi juga merasa tidak senang dengan kehadiran Findra di sekitar Seriya.
Terdapat satu momen saat Sanjaya membuntuti Ergi dirinya mulai bosan dengan gerak-gerik Ergi yang aneh. Ergi hanya mengisi hari-harinya hanya untuk mencari keberadaan Findra. Hanya begitu saja tanpa menyapa apalagi sampai menemui Findra. Sanjaya memutuskan untuk melonggarkan pengawasannya terhadap Ergi. Hanya untuk membiarkan Ergi saja yang mengurus Findra.
Sebuah senyuman tersirat jelas di wajah seseorang yang dibuntuti oleh Sanjaya. Ia pun menoleh kebelakang ke arah kemana Sanjaya pergi.
"Keahliannya buruk sekali. Bagaimana cintaku Seriya selalu tak menyadari keberadaannya ?" herannya Ergi
Lega rasanya bisa lepas dari kungkungannya Sanjaya. Ini adalah waktuku untuk menemui anak itu. Dia harus kadi pihak yang mengalah, Sanjaya bukanlah tandingannya.
Beranjaklah Ergi untuk menemui Findra. Ergi tahu sedang dimana Findra pada kisaran waktu sekarang.
Di sebuah kafe yang bersuasana tenang namun akhirnya terasa pengap dari obrolan berat trio barudak kafe garis keras.
"Kalian tahu ngga salah satu senior dari komunitas kita ada yang dihajar sampe mampus?" Sekarang masih koma dia di rumah sakit," kata Ettan sambil tangannya tak berhenti mengupas kuaci. Findra hanya diam saja tanpa menyahut dan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Daffin menoleh ke arah Findra yang enggan menjawab pertanyaan Ettan. Akhirnya dia pun yang menyahuti Ettan, "Kapan memangnya itu terjadi? Bagaimana, apa kasusnya dibawa ke pengadilan?"
"Ini dia yang menjadi tanda tanya. Sudah 3 laporan yang diajukan pada pihak kepolisian tapi tidak ada satupun yang direspon. Seakan-akan kasus ini tidak boleh muncul ke permukaan," cerocos Ettan dengan penuh semangat.
Di rasa ada pertanyaannya yang tak terjawab Daffin pun mengulangi pertanyaannya, "Kutanya kapan kejadiannya. Apakah sabtu malam minggu kemarin?" Ettan langsung mengangguk-anggukkan kepanya dengan semangat, "How did you know bro?" Ettan yang mengoceh itu tidak lagi direspon oleh Daffin. Daffin sekarang hanya memperhatikan Findra yang hanya diam mematung memainkan gasoline di tangannya.
Perlahan tapi pasti topik obrolan pun sudah berganti. Setelah lewatnya obrolan sebelumnya Findra pun mulai berbicara sambil sesekali tertawa bersama Ettan dan Daffin.
Di saat sedang asik-asiknya bercanda, Findra menangkap iris seseorang yang tertuju padanya. Ia duduk di kursi paling ujung di arah yang berlawanan dengan mejanya.
Daffin dan Ettan yang melihat Findra beranjak dari tempat duduknya sama sekali tidak bertanya apa-apa. Mereka hanya memperhatikan Findra akan kemanakah langkahnya tertuju.
Dengan gaya berjalannya yang petantang-petenteng ia melangkah ke arah seorang pria dewasa yang mengenakan setelan jas lengkap dengan dasinya yang berwarna semerah darah.
Tanpa basa-basi, Findra langsung menarik kursi yang berhadapan dengan pria yang dari tadi sudah memperhatikannya. Findra pun langsung duduk dan mereka saling memandangi iris satu sama lain.
"Apa kau punya urusan denganku tuan? Tapi kurasa aku tidak mengenalmu," Findra langsung melontarkan perkataan seperti itu tanpa basa-basi. Tapi pri yang di hadapannya itu hanya tersenyum lalu mengangkat cangkir kopinya.
Findra langsung merasa kesal setelah melihat senyuman itu terukir di wajahnya yang bringas.
"Aku mengenalmu," ucapan singkat itu langsung membuat Findra menyipitkan matanya.
"Kau teman ayahku? Jika memang iya begitu maka aku tidak peduli. Silahkan bersenang-senang di kafe ini tanpaku," tanpa mengatakan apapun lagi Findra hendak beranjak dari tempat duduknya. Namun, ia kembali duduk setelah mendengar ujaran pria itu. Pria dewasa yang diketahui adalah Ergi Kailash.
"Kau berada di sana kan? Itulah akibatnya bila kau ingin melawan. Kau tidak boleh menginginkan milik orang lain anak muda."
"Kau adalah pria itu kan? Untuk apa kau menemuiku? Apa hanya untuk mengatakan ini saja? Pasti bukan," timpal Findra dengan suaranya yang sedikit gemetar.
Tanpa menjawab pertanyaan Findra Ergi langsung beranjak berdiri dan meninggalkan Findra lalu berucap sambil melangkah pergi menjauh, "Kau takut!"
Tidak bisa dipungkiri, Findra memang ketakutan pada saat ini. Peristiwa yang sengaja tak ia bahas dan berharap tak pernah dibahas malah berakhir jadi seperti ini.
Findra kemudian kembali ke tempat awal duduknya dengan berjalan santai seperti tidak pernah ada percakapan antara dirinya dan pria asing tadi. Findra bertindak seolah tidak terjadi apa-apa dan betingkah biasa saja.
Findra memang bisa menipu Ettan, tapi tidak dengan Daffin. Daffin terlalu peka dengan situasi di sekitarnya.
Daffin memang tidak bertanya apa-apa pada Findra, akan tetapi Daffin tahu kalau Findra menyadari dirinya mengetahui sesuatu. Di sepanjang obrolan mereka, Findra terus-terusan menghindari kontak mata dengan Daffin. Puncaknya kekikukan Findra ialah ia memutuskan untuk izin pulang lebih dulu dari kafe.
Beberapa saat setelah kepergiannya Findra, Daffin ingin memastikan sesuatu tentang Findra kepada Ettan, "Apakah kau tahu, masihkah ayahnya Findra menjabat sebagai jenderal polisi?"
"Masih kok—Eh bentar, loh mikir ngga apa yang gue pikirin?"
"Cuma kita aja kan yang tahu ayahnya Findra? Loh jangan dulu ngomong sembarangan sama orang!"
"Of course."