Dalam menimba ilmu kanuragan Getot darjo memang sangat lamban. Ini dikarenakan ia mempunyai struktur tulang yang amburadul. hingga tak ada satupun ahli silat yang mau menjadi gurunya.
Belum lagi sifatnya yang suka bikin rusuh. maka hampir semua pesilat aliran putih menjauh dikala ia ingin menimba ilmu kanuragan.
Padahal ia adalah seorang anak pendekar yang harum namanya. tapi sepertinya pepatah yang berlaku baginya adalah buah jatuh sangat jauh dari pohonnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ihsan halomoan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lorong Neraka Bag 2
"Grokk."
Kembali Getot membuka mata. Ia terbaring sejenak, lalu bangkit dan duduk bersila, menatap Udhet yang berada di kejauhan.
"Kau lihat ini, Udhet? Dua minggu aku di sini sampai-sampai tubuhku berasap begini. Kurang latihan apa lagi, hah?! Aku tahu aku sedang berada di neraka, Udhet. Jadi, aku tak akan melompat. Buat apa? Toh, ujung-ujungnya aku akan kembali lagi ke sini."
"Grokk grokkk."
"Hah? Aku masih di dunia katamu? Benarkah? Jadi, kau bukan monster neraka ciptaan tuhan?"
"Grokk...!!"
"Bukan?? Oh, berarti aku sudah dipermainkan oleh pikiranku sendiri..."
"Grokk...!!"
"Baiklah...aku akan mencoba melompat lagi..."
Mendengar penjelasan Udhet, semangat Getot kembali membara. Ia kembali mengambil ancang-ancang, lalu melompat dengan sekuat tenaga.
"Heyaaaaaa...!!"
Wusssss
Karena tubuhnya yang berasap, lompatan Getot meninggalkan jejak asap di belakangnya. Kali ini, ia melompat jauh melewati setengah lapangan. Namun, sedikit lagi mencapai tempat Udhet, tenaganya terkuras, dan ia kembali menukik ke arah lahar panas.
"Grokk...!!"
Udhet pun bertindak cepat menyelamatkan Getot. Setelah berhasil meraihnya, ia kembali mengulurkan lidahnya ke batu di tengah kolam lahar.
"Sial. Padahal tinggal sedikit lagi," keluh Getot dengan nada kecewa.
Udhet pun merasakan kekecewaan atas kegagalan pemuda itu. Namun, ia teringat akan kata-kata Ki Amuraka, bahwa ia harus bersabar. Hingga terpaksa ia meninggalkan Getot selama seminggu lagi di sana.
Akan tetapi, kali ini pikiran Getot tak lagi kacau. Ia teringat akan kematian orang tuanya. Dendam membara dalam hatinya. Hingga dalam seminggu berikutnya, ia bersemedi dengan sungguh-sungguh dan mampu memusatkan pikirannya.
Anehnya, berkat bantuan lendir Udhet dan lamanya ia berada di sana, Getot tak lagi merasakan hawa panas dari kolam lahar. Ia sudah mulai terbiasa dengan kondisi tersebut.
Seminggu berlalu lagi. Sudah tiga minggu Getot bersemedi. Kini, tubuh Getot semakin mengepulkan asap, hingga area sekitar batu itu pun tampak seperti diliputi kabut tebal.
"Grokk grokk??"
Udhet panik. Ia tak dapat melihat posisi Getot dengan jelas. Ia khawatir pemuda itu telah meninggal, yang berarti ia gagal dalam mengemban amanat dari majikannya.
Namun, ia kembali tenang setelah mendengar jawaban Getot yang berteriak lantang dari dalam kepulan asap.
"Aku masih di sini...aku masih hidup...dan aku akan melompat lagiiii....bersiaplah, Udhet, kali ini aku akan berhasil....!!!"
"Heyaaaaaa......!!"
Wussss...
Tiba-tiba, kepulan asap tersibak, dan tampaklah Getot yang sudah melompat tinggi. Kepulan asap semakin menebal, membentuk jejak di belakang tubuh Getot. Dan hal di luar nalar kembali terjadi.
Setengah lapangan berhasil dilewati Getot. Namun, Udhet terkejut melihat tubuh Getot tiba-tiba terbakar di udara, hingga jejak asap di belakangnya pun berubah menjadi jejak api yang berkobar.
"Heyaaaaaaa...!!"
Wusss.....
Blarrrr...
"Hahahahahah...kau lihat, Udhet, aku berhasil sampai di tempatmu! Behahaha...!!"
Namun, Getot sama sekali tak menyadari bahwa tubuhnya sedang dilalap api.
"Hey, Udhet, kenapa kau diam saja? Katakan sesuatu...kau lihat, akhirnya aku berhasil...ayo, katakan sesuatu...jangan bengong begitu!!"
Karena tak tahan dengan hawa panas yang memancar dari tubuh Getot, Udhet pun bergerak mundur menjauhi pemuda itu.
"Hey, kenapa kau malah menjauh...??!!!"
"Grookk grokk."
"Apa.?!!"
"Grokk grok grokk...!!"
"Tubuhku terbakar, katamu??"
Seketika itu juga, Getot menunduk melihat tubuhnya sendiri. Tentu saja, ia terkejut bukan kepalang dengan keadaannya.
"Huaaahhhh....aku terbakar...tidaaaakkk.....apa yang terjadi dengan diriku, Udhet??"
"Grokk grokk grokk."
"Kau pun tak mengerti?? Huaahh, aku harus segera ke kolam mata air...!!!!"
Dengan sigap, Getot langsung berlari menuju arah kolam mata air. Namun, baru setengah perjalanan, ia tiba-tiba berhenti.
"Tunggu dulu...?????"
"Kalau aku terbakar, kenapa aku tak merasa kepanasan? Aku merasa biasa-biasa saja."
Tak lama kemudian, Udhet menyusul.
"Grokkk..."
"Yah, kau tak salah dengar, Udhet. Aku memang tak merasa kepanasan. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan diriku? Apa hasil latihan itu akan menyebabkan tubuhku terbakar?"
"Grokk grokkk."
"Tidak, katamu? Lalu, lihat diriku, Udhet. Bagaimana ini?"
"Grokkk grokk."
"Yah, kau benar. Kita harus ke kolam mata air..."
Sebuah peristiwa tak terduga telah terjadi. Andai saja Ki Amuraka masih ada, mungkin ia bisa menjelaskan fenomena aneh ini. Namun, Udhet pun sama sekali tak mengerti dengan keadaan Getot.