NovelToon NovelToon
Petualangan Danu

Petualangan Danu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Kisah cinta masa kecil / Cinta Seiring Waktu / Epik Petualangan
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: mengare

Sinar matahari yang cerah memancar pada hamparan rumput di bukit utara hutan, kontras dengan suasana hati Danu yang kacau.

Danu merentangkan kedua tangannya sambil berteriak dangan lantang pada langit,

"Pasti akan kutemukan mereka!!

Aku akan menjadi lebih kuat dan membalas setiap darah yang mereka teteskan!!

Dengar ini!!"

Danu menatap tajam pada langit cerah itu, sementara sebuah sobekan dengan lambang empat tengkorak -lambang 4 monster kuno- di genggamannya.

Danu berteriak dalam kesendiriannya di bukit, kepada kelompok sesat dengan ahli aura, sihir, spirit, dan eliksir terbaik sepanjang sejarah yang berencana membangkitkan sisa-sisa 4 monster kuno yang tersegel entah dimana.

Apakah Danu dapat melewati mereka semua dan mencegah kebangkitan 4 monster kuno itu?

Atau kegelapan yang mereka bangkitkan yang akan melahap Danu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mengare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketegangan dan Jawabannya

Pada malam purnama, cahaya bulan purnama yang biasa disambut oleh sebagian orang karena menjadi malam paling terang tidak bisa menghilangkan ketegangan warga.

Beberapa warga berkeliling membawa obor dan persenjataan seadanya. Mereka mengitari desa dan berhenti sesaat pada lapangan bermain anak-anak.

Pohon beringin tua dan hamparan rumput yang terkoyak hingga tidak beraturan menjadi saksi bisu pertarungan Danu yang sengit. Beberapa orang dari rombongan itu sampai menyipitkan matanya karena ngeri. Tidak dapat dibayangkan oleh mereka, seorang anak kecil bertarung dan bertahan hidup dengan tubuh yang masih belia itu.

............

Nyonya Cendana duduk bersebelahan dengan Danu yang masih belum sadar di kamar tidurnya.

Meski masih belum sadar, Danu menunjukkan perkembangan yang baik. Ny. Cendana merasa cukup lega dengan itu.

Dia mengusap lembut pipi Danu dengan punggung tangannya dan mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang.

Senyum tipis mengembang dari wajahnya, menatap Danu dengan penuh kerinduan.

"Nak, kamu cepat bangun ya. Ibu kangen sama kamu. Kangen dengan suara kamu, tingkah kamu yang lucu, dan kenakalan kamu yang kadang bikin ibu marah.

kalau kamu bangun nanti ibu masakan apa aja yang kamu mau ya~

Loh lihat, kasihan adek kamu yang ada di perut ibu, dia pasti kepingin ketemu kamu.

Cepat bangun ya, kalau gak ada kamu, ibu mau marah sama siapa? ibu mau curhat sama siapa? terus yang habisin masakan ibu siapa?"

Ny. Cendana menghela nafas, tanpa terasa air mata menetes.

"Sayang.." panggil Tuan Senja, menghampiri istrinya masih terbangun pada malam yang larut, "Kamu tidur dulu ya.., kasihan dengan anak yang kamu kandung."

Ny. Cendana menunduk, tatapannya kosong, menahan tekanan emosi yang ingin ia luapkan.

Tn. Senja menghampirinya, mengangkatnya dengan lembut lalu duduk di kursi, memangku Ny. Cendana, menyandarkan kepala istrinya pada bahunya.

"udah.. Kalau kamu memang tidak pingin jauh dari Danu biar aku temani, kamu tidur saja di pangkuanku, nanti kalau ada apa-apa biar aku yang bangunin kamu. Sekarang tidur ya~" rayu Tuan Senja.

Ny. Cendana tidak menjawab rayuan suaminya namun membenamkan kepalanya pada dada Tuan Senja.

Tak berselang lama, rasa ngantuk mendatanginya. Rasa lelah yang menumpuk membuatnya dapat terlelap dengan cepat pada pelukan lembut sang suami.

Pemandangan ini sempat diperhatikan oleh Kakek Surya dari sela-sela pintu. Dia tersenyum dan berjalan ke ambang pintu yang telah ditunggu oleh Arya, murid kesayangannya.

Saat berjalan bersama Arya, Kakek Surya mengingat kembali almarhum istrinya.

"Melati, kamu pasti merasa senang di alam sana. Anak kita telah tumbuh menjadi seorang pria yang hebat, melebihi ekspektasi kita." batinnya.

............

Ada sebuah tempat yang cukup luas di desa, dan biasa dijadikan sebagai tempat perkumpulan warga desa yang ingin melepaskan lelah setelah bekerja, entah sekedar lesehan atau berkumpul dengan teman-temannya.

Tempat itu berupa pendopo, berada ditengah desa, memiliki atap tradisional, dan terbuka tanpa adanya dinding di setiap sisinya.

Saat ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para tetua desa dan warga yang resah dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi.

"Pak Jarwo, bagaimana anda bisa menyuruh kita diam!! Anak-anak kami resah di rumah dan kita kesulitan untuk beraktivitas seperti biasa. Bagaimana kami mencari makan untuk keluarga?!" Protes seorang pria paru baya yang segera disambut ramai oleh kebanyakan orang.

Tetua Jarwo, Seorang pria dengan tubuh besar, otot-otot tubuhnya terlihat sangat kokoh meski wajahnya telah keriput karena penuaan. Dia duduk berdampingan dengan 3 tetua yang lain, diantara ada seorang wanita tua, memiliki rambut beruban tapi memiliki kulit yang kencang, dia duduk bersama suaminya yang terlelap dan terlihat layaknya orang tua pada umumnya, kurus dan penuh kerutan, lalu seorang lagi adalah seorang laki-laki paru baya dengan bekas luka cakaran pada mata kirinya.

"Tetap tenang semuanya!!" teriak Tetua Jarwo yang membuat semua orang terdiam sesaat, "Kalian coba dengarkan sendiri apa yang akan kita hadapi dari murid Surya jika kalian ingin protes!"

Tetua Jarwo menunjuk seorang pelajar miskin yang memegang gulungan, mengisyaratkan pelajar itu untuk membaca di depan semua orang.

Pelajar itu menelan air liurnya, dia mengangguk dan berjalan dengan wajah serius, tangannya tampak berkeringat, memegang gulungan itu dengan gemetar.

Dia mengangkatnya di depan semua orang, sementara semua yang hadir fokus dengan pemuda itu. Tak ada suara yang terdengar kecuali suara jangkrik yang mengisi sedikit keheningan.

Setelah menghela nafas sejenak, dia membaca dengan lantang dan tegas.

"Laporan hasil penelusuran tempat kejadian.

ditemukan 4 bangkai hewan, yaitu 3 kelinci dan seekor burung pipit." semua orang tampak kecewa dan tak percaya, "keempat bangkai itu memiliki satu kesamaan, yaitu tumbuh kulit seperti armor dan memiliki mata berwarna hitam, setelah diteliti kembali, diketahui kalau hewan tersebut dirasuki oleh energi hitam."

"Lalu apanya yang harus ditakuti?!" protes seorang warga.

"iya, cuma kelinci dan burung Pipit saja!"

"Iya". "iya"

Keributan kembali terpicu, pelajar itu berusaha tetap tenang tapi kaki dan dan tangannya bergetar hebat, sampai dia terlihat seperti orang yang mau kejang-kejang.

"Emak.. Kenapa aku yang harus bawa gulungannya sih. Guru cepat datang." Batinnya dengan penuh harap dia tidak terkencing di depan semua orang.

Aden, tetua dengan bekas luka pada mata kiri, tersenyum, menikmati kerusuhan warga seperti menonton pertunjukkan anak-anak.

"dasar orang-orang bodoh." gumamnya.

Kericuhan itu hampir memuncak saat seorang warga akan berdiri, tapi saat seorang lelaki tua mengangkat tangannya dengan tenang, semua orang terdiam, dan menundukkan wajah, tak ada yang berani bersuara lagi.

Srak Srak

Suara rerumputan yang diinjak, langkah itu terdengar mendekat dan terdengar jelas karena keheningan semua orang.

Kakek Surya datang dengan membawa bungkusan besar, sementara Arya membawa sebuah tas keranjang di punggungnya. Ada seorang bocah lelaki berusia 13 tahunan mengiri mereka.

"wah sepi sekali, tidak seperti apa yang aku bayangkan" celetuk bocah itu yang membuat semua orang menatapnya dengan tajam dan seolah berkata "diam lah bodo!".

"Apaan sih?" batin bocah itu dengan kesal.

Bocah itu, Rolan, berjalan bersama Arya ke tengah pendopo sementara Kakek Surya duduk di samping tetua lainnya.

"Saya tidak menyangka anda akan turun tangan." sapa Kakek Surya pada lelaki tua.

"Haha, Nak Surya bisa saja." sahut sang lelaki tua.

Rolan tanpa sengaja mendengar tegur sapa para tetua menerka-nerka usia kakek tua itu, kalau Kakek Surya yang sudah tua saja dipanggil 'nak' olehnya.

Arya meletakkan tas keranjangnya di depan semua orang. Saat tas itu di buka, bau yang menyengat membuat semua orang tercengang.

Di dalamnya ada sebuah kerangka kelinci sebesar anak berusia 7, dengan tulang jari yang menyerupai cakar, dan gigi yang tersusun seperti gigi hewan predator.

"Semuanya lihat! Ini adalah bangkai yang kami temui di tempat kejadian, seperti yang dapat kalian lihat selain memiliki ukuran tubuh yang tidak normal, makhluk ini juga memiliki mulut dan cakar seperti serigala, sebuah keajaiban kalau korban berhasil kembali hidup-hidup." jelas Arya.

Dia menambahi, "Kelinci ini bukan sekedar kerasukan tapi tubuhnya telah dikendalikan energi jahat yang besar. Cukup besar untuk mengendalikan semua hewan di dalam hutan dan mengubahnya menjadi monster seperti yang ada di hadapan kalian."

Semua orang tampak saling memandang, kekhawatiran mereka semakin besar,

" Untuk itu, kita memerlukan kekuatan tambahan untuk mengatasinya."

Seseorang dari warga memberanikan diri untuk mengangkat tangan dan bertanya.

"Lalu, dari mana bantuan itu datang?"

Arya tersenyum pada warga tersebut. Dia menjawab. "Saat ini Tuan Daniel telah mengundang beberapa petualang di desa besar dan tengah menyiapkan permintaan mereka, setidaknya mereka akan datang 4 hari lagi."

Arya menunduk dengan hormat kepada seluruh warga. "Saya sebagai perwakilan tetua desa, saya mohon selama 4 hari ini tetap lah tenang dan berjaga di rumah masing-masing."

Warga terlihat gelisah tapi tidak memiliki pilihan lain.

"Untuk berjaga-jaga, selama 4 hari ini setiap keluarga akan menerima persediaan makanan dari desa dan akan dihitung per anggota keluarganya." seru Tetua Jarwo yang berhasil membuat kegelisahan warga berkurang.

1
Mengare
kadang aku lupa ngasih kata tidak pada tulisan ku😅
Mengare
terima kasih, maaf kemarin aku ada urusan di real life jadi gak sempat nulis
Cleopatra
Saya suka banget ceritanya, terus semangat menulis ya thor!
Tsubasa Oozora
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
Mengare: makasih dah komen
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!