Bagaimana jadinya kalau sad boy bertemu dengan sad girl.
Disarankan membaca Dosenku Suamiku dulu biar feel-nya dapat. Novel ini merupakan squel dari Dosenku suamiku.
"Sayang..... jangan bobo dulu aku mau lagi." ~ Zidane
"Apaan sih Bang, tinggal comot aja langsung."~ Anna
"We....asyik...."~Zidan
"Abaaang.... gubrak"~Anna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Mahmud
Anna baru saja selesai mandi ketika handphone di atas nakas mengglepar-ngglepar pertanda ada panggilan masuk.
Zidane calling
"Pagi gini mau ngapain?" gumam Anna sambil menatap handphone yang terus berkerlip. Ia berencana akan mengangkat setelahnya di deringan yang ke lima namun karena suaranya memekik telinga di dering ke tiga jarinya mengusap tombol hijau dengan sengaja.
"..... " Telfonya di angkat tetapi Anna diam saja tak ada ngomong apapun.
"Anna... are you okey... aku berangkat yaaa. Nanti setelah sampai aku telfon balik." Pamit Zidan di sebrang sana
"Ya," Anna mengeryit sejurus kemudian berkata. "Hati-hati di jalan," cicitnya hampir tak terdengar namun Zidan merasa senang.
Dan sudah tiga hari sejak Zidan pamit lewat telfon. Bahkan Zidan selalu aktif mengirim pesan, kegiatan selama di kampus, di apartemen dan semua yang menyangkut dirinya di sana. Padahal Anna tidak pernah sekali pun bertanya. Balas pesan aja kadang telat berjam-jam. Bahkan sering mengabaikan telfon Zidan.
Anna sengaja melakukan nya, sejauh ini ingin mengetahui perasaan Zidan yang sesungguhnya.
Setelah telfon di tutup, Anna beranjak ke ruang makan untuk sarapan paginya. Seperti biasa Zidan pagi-pagi pasti sudah menelfonya kadang malah sebelum Anna bangun.
Hari ini tidak ke kampus, tidak ada kelas. Baru saja ia menyantap suapan yang pertama, bel rumahnya menggema mengisi ruangan.
"Biar aku aja Ann kamu terusin aja sarapannya, kakak sekalian berangkat kantor." Anna yang hendak melangkah tidak jadi menuju pintu utama dan kembali duduk. Hiko yang membukakan pintu untuk tamu di pagi harinya.
"Kakak nggak sarapan dulu?"
"Nanti aja di kantor," Hiko melangkah lebar untuk sampai ke depan, tamunya itu sepertinya tidak sabaran karena berkali-kali bel rumahnya di pencet dalam satu waktu.
"Maaf cari siapa ya?" Ujarnya mengatakan pada seseorang gadis yang masih terlihat sangat muda itu.
"Om, kak Anna nya ada?"
"Om?" Hiko merasa panggilan untuk dirinya terlalu tua untuk anak gadis yang di perkiraan usianya tidak jauh di bawah Anna.
"Iya Om, kak Anna ada nggak. Kok malah bengong sih, nggak konsen ya pagi-pagi lihat cewek cantik." Seloroh cewek yang tersenyum lebar itu
"Siapa Kak?" Anna ikut menyusul ke depan.
"Aku kak dari tadi nggak di suruh masuk malah didiemin di depan pintu." Teriaknya mengadu.
"Masuk Cha, abaikan manusia super ini?"
"Super?" Hiko melongo.
"Iya super nyebelin," Celetuk Icha sambil melewatinya.
"Ish... dasar cewek bar bar. Pagi-pagi bikin onar." Gumamnya dalam hati lalu menutup pintunya kembali setelah cewek yang bernama Icha itu masuk.
"By the way pagi-pagi gini udah nyampai sini aja ada apa Cha?"
"Di suruh Mama nganterin ini, di coba dulu pas nggak mumpung masih pagi kalau ada yang nggak pas bisa di perbaiki. Ini seragam buat acara nanti sore di rumah kak Darren mau syukuran tujuh bulannya kak Naya mengandung." Icha menyodorkan sebuah paper bag.
"Iya kemarin Naya sempet mengirim pesan untuk acara hari ini, lebih tepatnya nanti sore tapi kenapa aku pakai seragam juga?" Icha tersenyum menanggapi pertanyaan calon kakak ipar nya itu.
"Kan kak Anna sebentar lagi mau nikah sama kak Zidan? jadi udah di anggap keluarga dong sama keluarga kita." Anna menjadi terharu betapa keluarga Zidan sangat hangat menerimanya, padahal aku dan Zidan bahkan sama sekali keduanya terkesan abai dan main-main dengan rencana pernikahan ini.
Anna menjadi ngerasa bersalah tidak mengatakan sejujurnya dengan keluarganya. Ke dua keluarga kami mungkin akan sangat kecewa mendengar kalau perasaan dan hubungan kami hanya setingan belaka.
"Kak Mama sama Papa kakak nggak di rumah? mereka di undang juga lho di acara ini, biar makin akrab?"
"Belum pulang, biasa ngurusin bisnis di luar kota."
"Oh...." Icha hanya ber oh panjang lalu gadis itu pamit.
Dan tepat pukul tiga sore hari Anna sudah ada di kediaman sahabatnya, Naya. Sayang sekali Vivi tidak bisa hadir karena ada acara keluarganya juga yang tidak bisa di tinggalkan. Ia akan menyusul nanti kalau waktunya masih keburu.
***
"Masya Allah cantik banget bumil kita," Anna langsung mencari Naya masuk kedalam begitu sampai kediaman sahabatnya.
"Iya dong... istri siapa dulu," jawab Pak Darren bangga, yang hanya di senyumin sama Naya.
"Gombal terus Pak Dosen mah." Celetuk Icha tiba-tiba. "Ya tapi... emang kak Naya cantik sih, pantesan kak Darren nggak nolak waktu di jodohin." Kali ini Darren yang terkekeh
"Sayang banget sama bumil ini." Darren merengkuh Naya dan mendaratkan ciuman di pipi istrinya.
"Wow ooo bahaya kak Anna, tutup mata. Ada adegan dua puluh satu plus." Ujar Icha hebring
"Apaan sih Cha... orang kita nggak ngapa-ngapain juga, iya kan mas?"
"Heeh sayang... Icha mah selalu gitu fitnah." Darren pura-pura tidak terima.
"Ada apa sih heboh bener," Mama Alin datang melerai.
"Ayo sayang keluar temui tamu-tamunya udah pada datang. Ini kan acara kalian." Naya dan Darren berjalan ke luar ruangan menyambut tamu-tamunya. Acaranya di adakan di halaman rumahnya.
Acara tujuh bulanan Naya ini di adakan cukup meriah. Sekalian mengundang relasi Papa, keluarga Mama Alin dan ibu Ayu, teman-teman kantor dan sahabat Darren waktu kuliah, Para dosen di kampus, teman-teman Naya yang tidak bisa di sebutin satu-satu dan tetangga kompleks.
Naya dan Darren terus menampilkan senyum bahagia menyambut tamu-tamunya yang datang.
"Wo... bro selamat ya? sebentar lagi jadi ayah." Seorang pemuda sepantaran Darren memberi selamat untuk calon ayah ibu itu.
"Sendirian aja, gandengan mana gandengan." Seloroh Darren.
"Sayang... ini Hiko temen kuliah aku dulu." Darren memperkenalkan sahabatnya pada istrinya.
"Iya pernah ketemu kok kita, iya kan mas?"
"Oh iya waktu di lapangan futsal nganterin Darren kan?"
"Iya, bener mas masih inget."
"Lho kak Hiko?" Anna menghampiri kakak nya yang terlihat menghadiri acara yang sama.
"Kamu di sini?"
"Anna kan sahabat aku mas dan sebentar lagi mau jadi saudara keluarga."
"Jadi Anna adik lo," tanya Pak Darren keheranan.
"Wah.... nggak nyangka ya kita bakalan jadi saudara." Darren nampak antusias.
"Kita kayaknya bakal sering ketemu deh."
"Pastinya, mungkin besok udah mulai sibuk mengatur misi yang sama."
"By the way bocah itu nggak nongol mana?" Hiko clingukan
"Nggak bakalan ketemu Om, orangnya nggak ada di sini. Pulang ke Malang sidang skripsi ngejar lulus cepet tahun ini mati-matian dia." Kata Icha yang tiba-tiba sudah muncul di antara mereka semua.
"Ngebet nikah... doi nggak kuat kalau LDR kayaknya." Darren ikut menimpali.
Perkataan mereka sukses membuat Anna jadi panas pipinya menahan malu jadi bulan-bulanan becanda.
"Kamu keduluan sama adek lo ya...kasian banget. Pacar banyak tapi nikahnya belum." Hiko terkekeh
"Jahat... gue udah mulai fokus mikirin itu tapi emang belum ketemu sama yang cocok. Jalan-jalan ah kali aja jodohku nyangkut di sini di tempat yang barokah ini."
"Aamiin...." Hiko pamit bergabung dengan teman-teman yang lainya. Sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan barang kali ada bidadari nyasar.
___
Terlihat dari kejauhan ada beberapa rekan Dosen yang di undang termasuk bu Hanum. Ia datang berdua dengan pak Robby lalu maju memberi selamat pada Naya dan Darren.
Semua berkumpul berbaur dalam suka cita lautan bahagia. Naya dan Darren terlihat sangat bahagia. Anna tersenyum melihat pemandangan kehangatan keluarga itu tapi tiba-tiba hatinya merasa ada yang kosong dan hilang. Tidak adanya Zidan di tengah-tengah mereka benar karena murni urusan kampus atau memang sengaja menghindari acara ini, Anna sibuk menerka-nerka sampai nggak sadar kalau handphone di sling bag nya dari tadi bergetar.
Zidan calling
Zidan mengajak Anna vidio call, ia segera menggeser tombol hijau dan memberi jarak pada ponsel nya agar gambar yang tertangkap jelas. Anna agak menepi untuk mendapat kejernihan suara karena riuh rendah tamu-tamu yang hadir.
"Hai Ann... kok cemberut masih marah sama aku?"
"Nggak," Anna menunduk bingung mau ngomong apa."
"Anna..."
"Hmm..."
"Cantiknya nggak kelihatan, mukanya menghadap kamera dong..."
"Ih, udah berani gombal." Jawabnya dengan pipi yang memanas.
"Beneran, pakai baju itu cantik banget. Sayang aku nggak di situ, kirimin fotonya dong..."
"Nggak ah, udah dulu Dan, nanti sambung lagi aku mau gabung sama yang lain, nggak enak di acara gini malah telfonan."
"Iya deh... nanti kalau udah sampai rumah aku telfon lagi ya... bye calon istri."
Tut sambungan langsung di tutup sama Anna, kata terakhir nya mampu membuat ia terngiang-ngiang sampai selesai acara bahkan pulang ke rumahnya. Calon istri??