PERJUANGAN PUTRI HUANG JIAYU

Langit kelam menyelimuti hutan,

Kaki melangkah, hati berdebar-debar.

Di balik kabut, desa tersembunyi,

Di mana rahasia dan takdir menanti.

🍒🍒🍒

Huang Jiayu menghela napas panjang, kakinya terasa seperti dihimpit batu. Udara dingin pegunungan menusuk tulang, tapi yang lebih menusuk adalah rasa penasarannya.

"Kakek Han, masih jauh kah letak rumah Kakek?" tanyanya, mencoba menyembunyikan kelelahan. Tapi suaranya yang mulai serak dan langkahnya yang tertatih sudah cukup sebagai jawaban.

Kakek Han Tian tersenyum, tongkat kayunya mengetuk tanah dengan ritme santai.

"Sabarlah, anak muda. Hidup ini seperti jalan di pegunungan—terkadang harus belok kiri, terkadang belok kanan, tapi selama kau terus melangkah, kau akan sampai, kita tinggal belok kiri sedikit dan belok kanan sedikit pasti segera sampai"

Jiayu mengerutkan kening. "Kakek sudah empat kali bilang 'tinggal belok lagi', tapi kita malah semakin masuk ke dalam hutan! Jangan-jangan Kakek ini penculik yang mau menjual kami ke suku terpencil?"

Tuk!

" Aduh! Sakit, kek!" Jiayu meraba kepala yang baru saja di ketok dengan tongkat.

"Itu hukuman karena otakmu terlalu banyak pikiran buruk," gerutu Kakek Han, matanya berbinar seperti biji kesemek yang matang,"

"Dunia ini tidak sejahat yang kau kira. Masih ada orang yang menolong tanpa pamrih—seperti kakek ini!"

Jiayu mengusap kepalanya sambil memandang Kakek Han dengan setengah percaya, setengah kesal.

"Kalau Kakek benar-benar baik, kenapa jalannya dibuat berbelit-belit? Apa Kakek sengaja mau kami lelah dulu supaya tidak bisa kabur?"

Kakek Han tertawa, "Kau ini... Kalau kakek mau mencelakaimu, sudah lama kau jadi santapan serigala!"

Huang Jiang, yang sejak tadi diam, tiba-tiba berseru, "Gege, lihat! Ada gerbang!"

Dan benar—setelah tujuh belok kiri dan tujuh belok kanan, mereka akhirnya tiba di gerbang Desa Shenzhen.

🌹🌹🌹

Di kejauhan, gerbang desa tampak megah, disambut oleh hamparan bunga ume merah muda yang bermekaran seperti lukisan alam paling memesona.

Kelopak-kelopaknya yang lembut berayun pelan dalam angin, menebar aroma manis yang mengundang jiwa untuk masuk.

Sepanjang jalan menuju desa, lentera-lentera kecil bergantungan seperti bintang jatuh yang turun ke bumi, memancarkan cahaya keemasan yang hangat dan memeluk setiap langkah pengunjung.

Pemandangan ini begitu memikat, seolah-olah gerbang itu adalah pintu menuju negeri dongeng—tempat di mana waktu berhenti sejenak, dan segala keindahan dunia berkumpul.

Desa itu bersinar bak mutiara di tengah malam, dengan cahaya lampion yang berkilauan seperti kunang-kunang menari, menciptakan siluet magis di antara pepohonan.

Sungguh, tak ada kata yang cukup untuk menggambarkan surgawi pesonanya; ia adalah mimpi yang menjadi nyata, tempat di mana hati menemukan ketenangan dan mata terpana oleh keagungan ciptaan.

Desa Shenzhen—Bukan sekedar desa—ia seperti lukisan hidup. Rumah-rumah kayu beratap jerami berjejer rapi, asap dapur mengepul lembut. Bau tanah basah dan aroma masakan menggoda hidung.

"Ini... surga?" Jiayu terkesima.

"Bukan surga, tapi mungkin hampir," Kakek Han berbisik bangga.

"Dulu, tempat ini hanya rawa-rawa angker. Tapi lihat sekarang—kami mengubahnya jadi rumah."

Tiba-tiba—

"KAKEEEEEKK!!!"

Suara melengking memecah keheningan. Seperti panah yang dilepaskan, seorang gadis berlari secepat kilat, rambutnya yang dikepang dua terkibar-kibar.

"Kakek tega! Pergi sendiri, tidak ajak Yin'er! Aku takut Kakek dimakan harimau! Huhuhu..." Gadis itu—Han Mei Yin—langsung mencekik Kakek Han dengan pelukan yang bisa mematahkan tulang rusuk.

"Sudah, sudah... Kakek baik-baik saja, lepaskan pelukanmu, kau bisa membunuh kakekmu ini, jika cara memelukmu seperti ini" Kakek Han mengelus kepala cucunya sambil tersenyum kecut.

" Hehehe... maaf kek, aku sengaja xixixi" ucap Han Mei Yin cekikikan.

Mei Yin menengok, matanya langsung menatap Huang Jiayu dan Huang Jiang.

"Eh? Kakek bawa siapa ini? Calon suami untukku dan Jie-jie?"

Jiayu nyaris tersedak ludah. "Apa?!"

"Wah, yang satu ganteng, yang satu imut! Kakek jago juga cari calon menantu!" lanjut Mei Yin dengan polosnya, jarinya menunjuk-nunjuk seperti sedang memilih buah di pasar.

Kakek Han menghela napas sepanjang sungai Yangtze.

"Bodoh! Kau pikir kakek ini mak comblang?!"

Tapi sebelum dia bisa menjelaskan, pintu rumah terbuka.

Seorang gadis lain muncul—wajahnya mirip Mei Yin, tapi sorot matanya lebih tenang, seperti danau di pagi hari.

"Mei Yin, berisik sekali kau. Kakek baru pulang, jangan langsung merepotkan beliau."

" Jie-jie, lihat! Kakek bawa pengantin pria untuk kita!" Mei Yin berseru girang.

Han Mei Yan mengangkat alis, lalu menatap Jiayu dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Hmm... Kurasa kau salah, Yin'er. Ini bukan calon suami."

Jiayu lega. "Akhirnya ada yang waras—"

"Ini pasti budak yang Kakek beli untuk bekerja di ladang," lanjut Mei Yan dengan nada datar.

"Apa?!"Jiayu dan Jiang serentak tercekik.

Kakek Han memijit pelipisnya.

"Dasar cucu-cucu sinting..."

.

.

🌹Hai... hai... sayangnya mami..

JANGAN LUPA KASIH LIKE DI SETIAP BAB, KOMEN & VOTE serta hadiah juga yaaaa

TERIMA KASIH SAYANGKU😘