Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Mendengar penuturan Laras, sontak membuat Hayi langsung merubah ekspresinya. Dia berdiri dan langsung mendorong Laras sampai terjatuh dari kursi, kemudian menarik kerah bajunya dan di pukulnya Laras di depan Gus Altair. Terkejut? Tentu saja. Gus Altair pun menarik Hayi dan menjauhkan dari Laras.
"Diam!!! Ini urusan gue sama dia, Lo nggak usah ikut campur!" Bentak Hayi dengan mendorong Gus altair sehingga membuat Gus Altair naik pitam.
"Hentikan!!! Saya bilang hentikan!! Jika kamu masih seperti ini, saya tidak akan segan-segan mendisiplinkan anak seperti kamu!!" Suara Gus Altair menggelegar memenuhi seluruh ruangan tersebut, namun itu tak membuat Hayi takut. Ya prinsip gadis itu jika ia benar ia tidak akan merasa takut terlepas dari konsekuensi yang akan dia hadapi nanti.
"Lo pikir gue takut?" Kata Hayi yang semakin membuat Gus Altair marah dan langsung menghubungi seseorang.
"Kamu sangat kurang ajar pada saya, Hayi. Di pesantren ini sangat menjunjung tinggi nilai moral dan adab. Kamu, sebagai santri baru disini, beraninya berbuat seperti itu." Kata Gus Altair.
"Lo selalu bicara adab, gue tau ajaran pesantren, tapi apa gunanya sih semua itu, kalau kebenaran aja di tutupi dan malah membela kebohongan. Sekalipun gue mati, kalau gue bener gue nggak takut, GUS ALTAIR." kata Hayi dengan tatapan mata tajam yang ia tunjukkan pada Gus Altair.
"Assalamualaikum, Gus. Ada apa ini?" Tanya ustadzah Rahma yang baru saja datang.
"Karena dia wanita, saya tidak ingin bermain tangan. Santri ini sudah kurang ajar pada saya, jadi saya serahkan pada ustadzah Rahma hukuman yang pantas buat dia. Mulai besok saya yang akan mendisiplinkan dia, tolong bawa dia sekarang sebelum saya habis kesabaran." Kata Gus Altair yang sudah sangat marah, apalagi tatapan Hayi yang seolah tidak ada rasa takutnya sama sekali.
Gus Altair berbalik badan dan menatap Laras. Ia pun meminta Laras untuk menjelaskan semuanya. Tapi tetap saja ia tidak akan menilai dari satu sudut pandang saja, apalagi ketika melihat bagaimana Hayi yang merasa jika dirinya memang benar tidak bersalah.
"Baiklah, kamu boleh keluar. Tapi ingat, jika kamu berbohong kamu akan mendapatkan hukuman." Kata Gus Altair
"Syukron, Gus. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Kini Hayi pun mendapatkan hukuman membersihkan semua toilet dan juga menyapu halaman sekolah selama 10 hari. Hanya saja, karena Hayi merasa tidak bersalah, ia hanya mengiyakan saja tanpa melakukannya. Alih-alih mengerjakan hukuman, justru Hayi lebih memilih duduk bersembunyi di belakang pesantren. Ia memandangi kolam ikan dengan senyum simpulnya seolah mempunyai ide.
"Males banget gue ngerjain hukuman, sementara gue aja nggak salah. Awas aja lu cewe ular sialan." Umpatnya sembari duduk di tepi kolam.
Tak perlu menunggu waktu yang lama, kini umpan yang dia buat pun berhasil di makan oleh ikan. Senyum manisnya pun terukir di bibirnya sambil membayangkan betapa lezatnya ikan bakar.
"Ehh tapi, gue nyalain apinya pakai apa?" Gumamnya
Seperti tak kehabisan ide, gadis itu pun berhasil menyalakan api menggunakan batu. Dengan penuh semangat, ia pun langsung membakarnya dan setelah matang ia pun menyantapnya dengan lahap. Karena masih sisa 1 ikan lagi, tiba-tiba saja ia teringat dengan Hilya dan teman-temannya. Ia pun akhirnya membawa dan membungkus ikan itu dengan dedaunan serta memasukkannya ke dalam baju. Tak lupa juga, ia membuang sisa-sisa tulang dan hal lainnya yang ia gunakan untuk membakar ikan tadi.
Sesampainya di asrama, Hayi langsung di cerca oleh beberapa pertanyaan dari teman-temannya. Bukannya menjawab, gadis itu malah menyodorkan bungkusan daun pisang pada mereka.
"Apa ini?" Tanya Intan penasaran.
"Buka aja, ini buat Lo semua, maksudnya buat kalian ." Kata Hayi yang paham dengan tatapan Hilya.
"Wahh, ikan bakar!!!" Kata Intan dan Aisyah bersamaan.
"Ehh sebentar, kamu dapat dari mana ikan bakar ini?" Tanya Aisyah.
"Ada tuh ngambil di kolam." Jawab Hilya santai.
"A apa? Di kolam? Kolam belakang pesantren ini?"
"Iya."
"Heh, ay. Kok kamu berani ngambil ikan di sana. Itu punya kyai Ilham. Kamu bisa kena hukum lo karena mencuri ikan di sana. " Kata Aisyah.
"Bener banget tuh, mencuri itu perbuatan yang tidak di sukai Allah, berdosa." Celetuk Ella yang membuat Hilya menoleh.
"Tumben banget tuh anak banyak bicara. Udah sembuh sariawannya?" Kata Hayi.
"Yaudah sih tinggal makan aja, aku nggak nyuri, udah bilang sama yang punya." Kata Hayi.
"Serius? Kamu bilang sama kyai Ilham sendiri?"
"Bukan kyai Ilham."
"Terus?"
"Yang menciptakan ikan siapa?"
"Emm, Allah." Jawab Aisyah.
"Lah itu tau. Kan sama saja, bahkan aku izin ke pusatnya langsung, keren kan." Kata Hayi dengan berkacak bangga dengan apa yang sudah ia lakukan.
"Benar juga sih, tapi...."
"Tetap saja itu mencuri."
"Ngga mau ya terserah, aku makan sendiri." Kata Hayi membuat Intan dan Aisyah hanya bisa menelan ludahnya saja.
Mereka berdua saling tatap seakan meminta solusi satu sama lain. Sebenarnya mereka juga ingin sekali makan ikan bakar itu, karena entah kapan terakhir kali mereka makan ikan bakar.
"Eittssss, baik baik, kita mau kok, ya kan Tan." Kata Aisyah.
"Yaallah, ini bukan hasil curian, Hayi yang sudah izin kepadamu yaallah. Jika ini dosa maka saya ikhlas agar dosa saya di berikan padanya saja, karena dia yang mengajak saya berbuat hal ini." Kata Intan membuat Hayi menatapnya dengan heran
"Astaghfirullah, kalian ini." Timpal Hilya dengan menggelengkan kepalanya.
"Yaudah, sini ikannya hehehe terimakasih, ay. Baik banget sih sama kita. Ayo, Syah , kita makan bareng. Kalian bener tidak mau nih? Kalau tidak biar saya sama Aisyah saja yang habiskan." Kata Intan dengan tersenyum senang.
"Hehhh enak aja, bagi lahh." Kata Lila yang langsung ikut bergabung begitupun juga dengan Ella dan Hilya.
Hayi yang melihat itu langsung tersenyum. Entah kenapa ia merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan selama ini.
"Hil, lo mau denger nggak hafalan gue." Kata Hayi membuat Hilya menoleh.
"Bukannya sudah saya bilang, tidak boleh pakai kata-kata itu lagi." Kata Hilya.
"Sorry, lupa. Mau denger nggak?" Kata Hayi.
"Memangnya sudah hafal? Bukannya baru tadi siang ya?" Kata Hilya heran.
"Ya makanya dengerin dulu." Kata Hayi.
"Hafalan apa sih?" Tanya Aisyah.
"Dia di hukum Gus Al, suruh hafalin surah Yasin beserta artinya." Jawab Hilya.
"Hah?? Serius?? Saya saja sudah hampir satu bulan ini masih belum hafal semuanya." Kata Aisyah.
"Ahh kapan-kapan sajalah, pasti nanti di ketawain sama kalian semua." Kata Hayi dengan merebahkan tubuhnya.
"Oh ya, ay. Saya dengar tadi ada keributan ya antara kamu sama Laras? Kenapa tuh kalau boleh tau?" Tanya Lila.
"Ah males aku ngomongin si tukang drama itu. Udah ah mau tidur sebentar." Jawab Hayi.
"Eh ehh jangan tidur dulu, nanti solat isya berjamaah di masjid." Kata Hilya mengingatkan