Juminten dan Bambang dari namanya sudah sangat khas dengan orang desa.
Kisah percintaan orang desa tidak ada bedanya dengan orang kota dari kalangan atas hingga bawah.
Juminten, gadis yang ceria dan supel menaruh hati kepada Bambang kakak kelasnya di sekolah.
Gayung bersambut, Juminten dan Bambang dijodohkan oleh kedua orangtua mereka.
Pernikahan yang Juminten impikan seperti di negeri dongeng karena dapat bersanding dengan pria yang dia cintai hancur berkeping-keping. Disaat Juminten berbadan dua, Bambang lebih memilih menemui cinta pertamanya dibandingkan menemaninya.
Apakah Juminten akan mempertahankan rumah tangganya atau pergi jauh meninggalkan Bambang dan segala lukanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa Mulachela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Malam pun datang, rumah Juminten dihias dan di cat baru layaknya orang lebaran. Bahkan ruangan pun harum dengan bau bunga sedap malam. Toples - toples berisi kue sudah tertata rapi di atas meja ruang tamu.
Disisi lain, Juminten telah selesai di rias salon tetangga rumah. Juminten terlihat cantik dengan riasan natural. Memakai dress hitam polos dengan outer blazer batik kombinasi rambut yang panjang di cepol rapi membuat Juminten terlihat lebih dewasa.
"Sebenernya ada tamu siapa sih, Mak? Kok Jumi di dandanin abis kayak gini? Jumi cantik nggak, mak?" tanya Juminten.
"Cantik dong, anak Emak."
"Masih lama nggak Mak tamunya?"
"Sabar Jum, eh Jum nanti kalo ngomong jangan nyablak, yak!"
"Loh, emangnya kenapa mak?"
"Biar nggak rugi emak, habis rias lu cantik-cantik, eh lu nya nyablak. Gagal cantik juga deh lu nya.
"Sebenernya tamu nya sapa sih, mak? Sumpah, Juminten penasaran. Nggak biasanya Emak ngelarang Jumi jaim segala. Bukan jumi banget."
"Jaim apaan sih, Pak?"
"Baim kali Mak, anaknya Salam dekat perempatan." Jawab Udin.
"Bukan Baim, Bapak. Jaim itu jaga image."
"Ih, nih anak kebanyakan gaya. Dari kemarin loh, pak. Ngomongin bahasa yang aneh-aneh, bikin Emak mikir. Nggak tau —"
Tin! Tin!
Terdengar suara klakson mobil memasuki halaman rumah.
"Mak, calon besan datang kayaknya
Keluar, yuk!" ajak Udin pada istrinya.
Juminten terbengong mendegar kata besan.
Jangan bilang gue mau dijodohin. Mampus, gue. Bambang sayang, tolongin Neng Jumi.
"Assalamualaikum. Mbak Rohaya, Mas Udin! " suara seorang perempuan mengetuk pintu.
"Waalaikumsalam. Mbak Dian, kangen aku." Mereka pun bercipika-cipiki."Gimana kabarnya?"
"Baik, Mbak. Mbak masih awet muda aja cantiknya."
"Ayo masuk, Mbak. Ada tamu kok nggak di ajak masuk, Mak." Ucap Udin.
"Mas Udin, apa kabar?"
"Baik, Mbak Dian? Loh, Mas Dodit mana mbak kok nggak diajak?"
"Sudah meninggal 3 tahun yang lalu, mas. Ya, karena sakit yang booming itu."
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, kok kita nggak denger kabarnya. Kemaren kalo nggak karena Mbak Dian ke toko ngajak besanan kita juga nggak tau kabar, Mbak."
"Eh, iya 2 perjakaku belum masuk. Malu kayaknya. Bambang, Eka. Masuk, nak!" Teriak Dian.
Dian melangkahkan ke depan agar kedua anaknya ikut masuk ke dalam rumah. Ayo salim dulu, nak, beliau calon mertua kalian."
"Cakep-cakep anaknya Mas Dodit, mirip beliau semua." Ucap Rohaya.
"Lah, Juminten mana, Mbak. Kangen aku. Masih cerewet, nggak?"
"Masih, Mbak. Sebentar Juminten masih bantuin siapin es di belakang." Jawab Rohaya.
"Mari silahkan duduk dulu, di cicipin jajannya." Ajak Udin.
Mereka pun duduk. Tak lama kemudia, Juminten keluar membawa baki yang berisi minuman dan cemilan dengan gaya anggun. Juminten menyuguhkan tanpa melihat sekelilingnya bahwa ada pria yang sedang berusaha tidak dilihat juminten.
"Salim, Jum. Sama tante Dian." Ucap Rohaya.
"Assalamualaikum, Juminten tante." Juminten menundukkan kepalanya juga tubuhnya dan menyalimi Dian.
"Waalaikumsalam, masyaAllah cantiknya anak bapak Udin. Nggak salah tante, mau jodohin mereka sama kamu." Dian menepuk kursi sebelahnya yang kosong. "Sini.. Duduk sebelah tante."
Jumintenpun mendudukkan tubuhnya di sebelah Dian, masih dengan posisi kepala menduduk.
"Ayo diangkat kepalanya, dilihat calon mantennya. Juminten pilih yang mana?"
"Loh, Bambang!"
Bambang yang di panggil Juminten menjadi salah tingkah.
"Jumi, kenal Bambang?" tanya Dian.
"Kenal tante, dia kakak kelas Jumi."
"Pantesan tadi pas sampe sini, Bambang bilang kayaknya gak asing, mbak." Sambil menepuk paha Rohaya.
"Kita ini dulu temenan satu kampung, Jum. Emak sama tante, temen sepermainan ya istilahnya kali ya. Kita kemana-mana berduaan terus. Terus kita kerja juga bareng, kenal deh sama Bapakmu dan Almarhum."
Tapi, sayangnya Juminten tidak menghiraukan cerita mereka. Juminten fokus asyik melihat Bambang yang sedang mengobrol dengan lelaki disebelahnya, sepertinya kakaknya karena mirip.
"Liat tuh, Juminten kayaknya terpesona sama Bambang." Bisik Udin pada istrinya.
"Eh, iya pak. Wah besanan beneran nih kita ma Mbak Dian. Alhamdulillah."
Bambang yang mendengar obrolan mereka semakin risih, apalagi mendengar Juminten kemungkinan memilihnya.
"Selamat, mbang. Kayaknya elu yang bakal jadi menantu mereka. Siapin nyali,ya! " Bisik Eka.
"Asal abang tau aja, tuh cewek bawelnya ampun."
"Gapapa penting cakep. Di ajak kondangan juga nggak malu-maluin."
Bambang hanya melirik kakaknya.
Sial, begitu banyak cewek di dunia ini kenapa harus sama tuh cewek. Nggak ada pilihan lain apa.
"Ayo, mbak makan dulu, Keburu dingin." Rohaya mempersilahkan tamunya menuju ruang makan.
"Wah, banyak sekali masakannya. Masak sendiri, apa Jumi yang masak ini?"
"Emak yang masak, tante. Jumi tadi pagi sekolah, pulang sekolah ngasih makan Justin. Terus lanjut ke salon di spa sama ini tadi di dandanin kayak begini, te. Padahal ini mah—" Juminten langsung menutup bibirnya dengan kedua tangan melihat lirikan tajam dari Rohaya.
Mampus gue gagal jaga image. Ampun, Mak. Juminten lupa naruh filter di bibir.
Dian yang mendengar cerewetnya calon menantunya tertawa. Dian semakin mantap memilih Juminten menjadi menantunya.
"Maafkan anakku ya Mbak, Jumi kalo ngomong suka nyeplos kayak gitu." Mak Juminten menahan malu melihat tingkah anaknya kumat nyablaknya.
"Tingkah mbak ditiru Juminten, tapi cantiknya niru Mas Udin. Gusti Allah adil ya mbak." Dian masih dengan mode tertawanya.
Bambang yang mendengar cerewetnya Juminten, memejamkan matanya. Menahan rasa sabar dan malu menjadi satu melihat tingkah laku Juminten.
"Wow, ternyata cantik-cantik bisa nyablak juga ya calonmu."
"Diem, Bang." Bambang semakin berusaha menahan emosinya.
Makan malampun berjalan lancar, saatnya Juminten memilih 1 dari 2 orang anak dari Dian.
"Nak, Jum. Besar harapan tante ingin berbesan dengan orang tua kamu. Tante harap, Juminten sudi menjadi calon istri salah satu dari anak tante. Nak Juminten kira-kira memilih siapa?"
Juminten menundukkan kepalanya sambil memainkan tangannya. Rasa nervous tiba-tiba menyelimutinya.
" Mantepin hati dulu, Jum. Bapak sama Emak yakin pilihan Jumi adalah yang terbaik. Tolong pilihin satu mantu yang cocok dan pas buat Jumi. Yang besok bakal bisa bahagiain Jumi." Ucap pelan Bapak di samping Jumi sambil mengelus tangan anaknya.
"Jumi milih Bambang, pak!" Terdengar suara lantang dari Juminten.
Dian dan Rohaya berpelukan, impian mereka untuk berbesanan dikabulkan. Udin mendekati Bambang yang duduk di sebelah Eka.
"Nak Bambang." Udin menyalami Bambang, dan di sambut dengan Bambang. "Bapak titip Juminten ya, nak. Kalian kan 1 sekolahan. Kalau Jumi disana nakal atau punya laki-laki disina, tolong peringatkan yang baik ya, nak. Bapak yakin Bambang lelaki yang baik untuk Jumi." Udin menepuk bahu Bambang dan duduk kembali di dekat istrinya.
🍓🍓🍓🍓
" Mama, yang bener aja. Masa aku di jodohin ma cewek model gitu? Mau di taruh mana muka Bambang? " protes Bambang saat sampai di rumah.
" Anaknya baik kok lucu polos juga." jawab Dian.
"Bawelnya itu loh, mam. Yang bikin Bambang nggak suka. Asal Mama tau aja, selama Bambang jadi ketua orientasi tim dia, ada aja tingkah laku absurd Jumi."
"Tingkah laku bisa di rubah, Bambang. Sulit loh jaman sekarang nemu cewek sepolos Juminten."
"Mama, Bambang nggak suka sama JUMI!" Bambang meremat pelipisnya.
"Suka, cinta, sayang bakal datang akhir, nak. Percaya mama, pilihan mama yang terbaik buat kamu."
Dian meninggalkan Bambang sendirian di ruang tamu. Bambang meremat rambutnya dan kembali memijat pelipisnya, kepalanya terasa pening tiba-tiba memikirkan akan menikahin Juminten.
Bambang jgn galau gitu,noh Rena sdh siap jd masa depanmu. tinggal kedipkan matamu buat othor. biar bisa dpt daun muda😁✌️🏃🏃🏃💨💨💨💨