Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Makan Malam
Restoran Le Jardin terletak di lantai teratas mall, sebuah tempat makan fine dining bergaya Prancis di mana satu piring salad harganya bisa untuk membayar kos Atlas selama tiga bulan.
Lampu kristal menggantung megah, alunan piano klasik mengalun lembut, dan denting gelas anggur terdengar sopan.
Saat Atlas dan Orion melangkah masuk, suasana restoran sedikit berubah.
Dulu, jika Atlas masuk ke sini, satpam pasti sudah menyeretnya keluar sebelum dia menyentuh gagang pintu. Tapi hari ini, dengan setelan kemeja hitam mahal dan aura 'The King's Presence' yang aktif, pelayan senior (Maitre d') langsung menyambut mereka dengan bungkukan dalam.
"Selamat malam, Tuan. Ada reservasi?"
"Tidak ada," jawab Atlas datar. Matanya menyapu ruangan yang penuh. "Saya mau meja terbaik di dekat jendela. Yang bisa melihat pemandangan kota."
"Mohon maaf, Tuan. Meja VVIP di dekat jendela sudah dipesan oleh Tuan Rian dari Grup Santoso, tapi..." Pelayan itu melirik Black Card yang sengaja Atlas mainkan di sela-sela jarinya, lalu menatap Orion yang terlihat seperti putri bangsawan. Insting bisnisnya menjerit: Orang ini lebih penting.
"...tapi untuk Anda, kami akan atur segera. Mari, lewat sini."
Uang (dan Karisma) memang pelumas terbaik dunia.
Mereka didudukkan di meja terbaik dengan pemandangan lampu kota Jakarta yang gemerlap di bawah sana. Orion menempelkan telapak tangannya ke kaca jendela, matanya berbinar takjub.
"Kak, tinggi banget... mobilnya kayak mainan," bisik Orion polos.
Atlas tersenyum, membuka buku menu berlapis kulit. Dia tidak membaca nama makanannya (karena semuanya bahasa Prancis yang dia tidak mengerti), dia hanya membaca deretan angka di kolom harga.
Dia mencari angka yang nol-nya paling banyak.
"Saya pesan ini," tunjuk Atlas pada menu Wagyu A5 Kobe Beef. "Dua porsi. Lalu Caviar Almas. Truffle Soup. Dan untuk minumnya... jus stroberi paling segar buat adik saya."
Pelayan itu mencatat dengan tangan gemetar. "I-itu menu spesial kami, Tuan. Totalnya akan sangat mahal..."
"Apa saya tanya harganya?" potong Atlas santai. "Keluarkan saja semuanya."
Saat mereka sedang menunggu makanan, sebuah suara cempreng yang sangat familiar terdengar dari arah belakang.
"Lho? Itu kayaknya si gembel Atlas, deh?"
Punggung Atlas menegang. Dia kenal suara itu. Suara yang dulu pernah dia cintai, tapi kemudian meludahinya saat dia dipecat dari pekerjaan sebelumnya.
Siska. Mantan pacarnya.
Atlas tidak menoleh. Dia sibuk membetulkan letak serbet di pangkuan Orion.
Namun, suara langkah kaki sepatu hak tinggi mendekat.
"Ya ampun! Beneran Atlas!" Siska berdiri di samping meja mereka, menatap tak percaya.
Siska mengenakan gaun merah ketat yang memamerkan lekuk tubuhnya, bergandengan dengan seorang pria gemuk botak yang memakai jas kedodoran dan jam tangan emas norak—Rian, anak pemilik pabrik tekstil.
"Ngapain lo di sini?" Siska memindai penampilan Atlas dari atas ke bawah. Matanya menyipit curiga. "Lo... lo kerja jadi gigolo ya sekarang? Atau lo nyuri jas majikan lo?"
Orion yang ketakutan langsung menunduk, meremas tangan Atlas.
Atlas perlahan mengangkat wajahnya. Tatapannya dingin, setajam silet.
"Pergi," kata Atlas singkat. "Lo ganggu pemandangan adik gue."
Wajah Siska memerah. Dia merasa dihina. Dulu Atlas selalu memohon-mohon padanya, membelikannya pulsa dengan uang kuli yang pas-pasan. Sekarang berani mengusirnya?
"Heh, miskin!" Rian, pacar baru Siska, maju membela. "Lo tau siapa gue? Gue Rian Santoso. Meja ini harusnya punya gue! Pelayan membatalkan reservasi gue cuma buat kasih tempat ke gembel sok ganteng kayak lo?"
Rian menggebrak meja mereka. Gelas air putih Orion berguncang, sedikit air tumpah mengenai gaun biru barunya.
"Ah!" Orion kaget, mundur ketakutan.
Detik itu juga, suasana hati Atlas berubah dari dingin menjadi neraka.
Sistem di matanya berkedip merah menyala.
[PERINGATAN! PENGHINAAN TERHADAP ADIK TERDETEKSI!]
[Musuh: Siska (Level: Sampah) & Rian (Level: Dompet Tebal Otak Kosong)]
[Misi Dadakan: Hancurkan Ego Mereka.]
[Cara: Tunjukkan Perbedaan Kasta.]
Atlas berdiri perlahan. Tingginya yang 185 cm jauh menjulang di atas Rian yang pendek gemuk. Aura The King's Presence meledak keluar.
Rian yang tadi garang tiba-tiba merasa sesak napas, seolah ada tangan tak kasat mata yang mencekik lehernya. Dia mundur selangkah tanpa sadar.
"Lo... lo mau ngapain? Gue panggil manajer!" ancam Rian gagap.
"Silakan," tantang Atlas tenang.
Tak lama, Manajer Restoran datang tergopoh-gopoh.
"Pak Manajer!" teriak Rian. "Usir orang ini! Dia pasti penipu. Liat tuh, mana mungkin kuli panggul bisa makan di sini? Dia pasti mau kabur nggak bayar!"
Siska ikut memanas-manasi, "Iya Pak! Saya kenal dia, dia mantanku yang paling miskin. Beli bakso aja ngutang, mana mungkin beli Wagyu!"
Manajer itu menatap Atlas, lalu menatap Rian. Dia berkeringat dingin. Dia baru saja mendapat info dari resepsionis hotel bahwa tamu di meja 12 (Atlas) adalah pemegang Centurion Card yang menyewa Presidential Suite. Itu artinya Atlas adalah tamu VVIP level Dewa.
Sementara Rian? Cuma anak orang kaya baru yang sering komplain minta diskon.
Manajer itu membungkuk 90 derajat ke arah Atlas.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, Tuan Atlas Wijaya," ucap Manajer itu dengan suara bergetar. "Apakah sampah-sampah ini mengganggu makan malam Anda?"
Hening.
Rahang Siska dan Rian jatuh ke lantai.
"Tunggu... apa?" Siska melongo. "Pak, Bapak salah orang! Dia Atlas! Dia miskin!"
"Bising," gumam Atlas sambil membersihkan noda air di baju Orion dengan sapu tangan sutra. "Pak Manajer, saya mau beli ketenangan. Berapa harga restoran ini kalau saya sewa full malam ini? Usir semua orang yang berisik."
Manajer itu menelan ludah. "T-tidak perlu bayar sewa, Tuan. Kenyamanan Anda prioritas kami."
Manajer itu menjentikkan jari. Dua satpam berbadan tegap langsung muncul.
"Seret Tuan Rian dan Nona ini keluar. Mereka masuk daftar hitam mulai malam ini."
"Apa?! Lepasin! Gue Rian Santoso! Bapak gue kenal yang punya mall!" Rian meronta-ronta saat diseret seperti karung beras.
Siska menatap Atlas dengan tatapan tidak percaya, campur aduk antara kaget, malu, dan... penyesalan yang mendadak muncul saat melihat betapa gagahnya Atlas sekarang.
"Atlas... Sayang? Kamu... kamu bercanda kan?" Siska mencoba memasang wajah memelas.
Atlas bahkan tidak menoleh. Dia kembali duduk dan memotong daging steak yang baru datang.
"Adikku lapar," kata Atlas dingin. "Bawa pergi wanita berisik ini."
Pintu restoran tertutup, memisahkan masa lalu Atlas yang menyedihkan dengan masa depannya yang gemilang.
Orion menatap kakaknya dengan mata bulat penuh kekaguman.
"Kakak... hebat banget," bisik Orion.
Atlas tersenyum lembut, menyuapkan potongan daging sapi seharga 5 juta rupiah itu ke mulut kecil adiknya.
"Aaa... makan yang banyak. Biar pipi kamu gembul."
[NYAM!]
Sistem berbunyi merdu.
[Konsumsi Makanan Mewah Terdeteksi!]
[Total Tagihan: Rp 25.000.000]
[Cashback 100x: Rp 2.500.000.000]
[BONUS MISI DADAKAN SELESAI: Face Slapping Success!]
[Reward: Satu Unit Supercar 'Lamborghini Aventador' (Black Matte Edition) telah dikirim ke parkiran Valet Hotel.]
Atlas menyeringai. Makan steak gratis, dapat uang 2,5 Miliar, dan sekarang dapat mobil Lamborghini sebagai hidangan penutup?
Hidup ini indah.