"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....
Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
Langkah kaki Audy menghentak-hentak koridor panjang dengan bara amarah yang masih membara, percakapan dengan Hania yang ia kira akan mudah, justru melukai hatinya. Gaun mahalnya berkibar liar seiring gerak tubuhnya yang tak lagi anggun, kakinya mengayun tergesa. Ivana yang sedang berbincang serius dengan beberapa pelayan mansion, ia mengerutkan kening saat melihat sang Nyonya yang melewatnya dengan wajah yang begitu suram.
"Kerjakan seperti yang aku katakan tadi," putusnya pada tiga orang pelayan laki-laki.
Mereka mengangguk patuh. Ivana langsung pergi meninggalkan mereka, wanita paruh baya itu berusaha mengejar Audy, napasnya tertahan. Pasti ada sesuatu yang mengusik sang Nyonya kesayanganya itu. Bukan sehari dua hari Ivana mengenal Audy, dia sudah mengenal Audy sejak masih bayi. Tentu dia akan paham apa yang terjadi pada Audy, meski hanya melihat sekilas.
“Nyonya! Tunggu dulu! Apa yang terjadi?” tanya Ivana panik, langkahnya semakin cepat agar bisa menyusul Audy.
“Kenapa Nyonya terlihat sangat marah? Apa wanita itu .... berulah lagi?”
Audy tak menjawab. Ia membuka pintu kamarnya dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhnya ke meja rias. Tangannya menyapu semua benda di sana. Deretan botol parfum mahal, skincare eksklusif dengan merk ternama, hingga cermin kecil jatuh berserakan ke lantai. Ivana membeliak terkejut, dan segera menutup pintu kamar itu.
“Dia ingin suamiku, Ivana!"
"DIA INGIN BRIVAN-KU!!”
Suara teriakannya menggema, melantangkan rasa sakit atas ego yang terluka. Tubuh Audy lunglai, jatuh berlutut sambil menangis. Bahunya berguncang hebat. Ivana segera menghampiri dan memeluk wanita itu, mengusap punggungnya perlahan.
“Tenang, Nyonya... tenang dulu...” tangannya mengurut lembut punggung sang Nyonya.
Isak tangis Audy makin keras. Air mata wanita itu jatuh berderai tanpa mampu ia tahan.
"Maksud nyonya?"
Audy mengusap pipi yang basah dengan kasar. Mengambil nafas dalam, setelah lebih tenang ia pun mulai menceritakan apa yang terjadi dalam kamar tertutup itu.
"Hania ingin menikah dengan Brivan, Vana! Dia ingin merebut posisiku!" Geram Audy, tangannya mengepal kuat.
Ivana cukup terkejut mendengar hal itu. Dia tidak mengira, wanita berpendidikan rendah itu begitu lancang. Bagaimana dia bisa berpikir menjadi nyonya di mansion ini, menggelikan.
Audy menggeleng pelan, tangannya mengepal memukul pelan dada yang terasa sesak. Kenapa semua jadi seperti ini, kenapa ujian yang datang dalam pernikahannya dengan Brivan selalu datang sili berganti. Jika bisa, Audy tentu tidak ingin benih suaminya tumbuh di rahim wanita lain. Tapi takdir mengharuskan dia melakukan hal in, mungkin terdengar egois. Coba katakan apa yang bisa Audy lakukan? Selain menyewa rahim seorang wanita asing, untuk meneruskan garis keturunan Maheswara.
Ivana merengkuh bahu Audy, membantunya berdiri perlahan. Wanita cantik itu menurut saat Ivana membimbing langkahnya kearah tempat tidur. Wanita paruh baya itu mendudukan sang nyonya di tepi ranjang, mengambilkan air minum yang ada di nakas, lalu memberikannya pada Audy.
Audy menerimanya, menyesap pelan cairan bening itu. Hanya seteguk, namun cukup membuatnya sedikit tenang.
"Lalu apa yang Nyonya katakan pada wanita itu?" Tanya Ivana setelah melihat raut wajah Audy tidak setegang tadi.
Hembusan nafas Audy terdengar berat. Ia menunduk, menatap air yang terperangkap dalam gelas kaca panjang yang ia genggam
"Dia ingn menjadi istri kedua di pernikahanku, meski hanya diatas kertas. Dia ingin menyandang nama Maheswara, sebagai imbalan jasanya mengandung keturunan untuk Brivan," tutur Audy dengan nada gemetar. Wanita mana yang bisa ikhlas dan diam saat seorang wanita dengan lantang meminta menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya.
"Wanita gila, kurang aja," gumam Ivana geram.
Hania, wanita itu tenyata bisa punya pemikiran serendah itu. Ternyata Ivana tidak bisa meremehkan wanita kampung yang mereka beli secara tidak sengaja itu.
"Hania mau itu ... Dia ingin merebut tempatku. Aku tahu, aku butuh bantuannya, tapi bukan berarti dia bisa menyakitiku seperti ini ... Aku harus apa Ivana ... Harus bagaimana sekarang?" Masih segar diingatan Audy setiap kata yang Hania ucapkan dengan wajah sinisnya, dan kalimat penuh harga diri itu. Ivana terdiam. Ada kemarahan di matanya, tapi juga keraguan. Dunia mereka terlalu rumit untuk hanya dipandang sebagai benar atau salah.
Tangan Ivana merengkuh pucuk kepala sang Nyonya. Membawanya bersandar pada bahunya.
“Kalau begitu... mungkin Nyonya harus menghubungi Tuan Besar. Mungkin beliau bisa memberikan saran terbaik.”
Audy terdiam sejenak, lalu mengangguk. Saat ini hanya Papi-nya yang bisa ia andalkan untuk berbagi. Semua begitu rumit bagi Audy, dia butuh rahim Hania. Dia tidak bisa lagi mencari wanita lain, waktu mereka tidak banyak. Tapi di sisi lain dia tidak mampu untuk berbagi.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponsel. Jemarinya menggeser layar dengan cepat mencari nama yang sang Papi. Suara berat dari seberang terdengar tak lama setelah dua kali nada sambung.
“Papi...” suara Audy bergetar.
“Ada apa Sayang ... Kau butuh sesuatu?"
"Audy butuh Papi ... " Audy pun mulai menceritakan semuanya pada sang ayah,tangisnya mulai reda, digantikan oleh desakan ego yang tercabik. Suara di seberang tak menggertak, tapi tegas. Tenang. Seperti biasa.
“Terima saja tawarannya, Audy,” ucapnya.
“Apa?! Tidak, Papi! Aku tidak mau berbagi—aku... aku...”
“Dengarkan dulu,” potong ayahnya.
Lalu, Audy terdiam, saat Renald mulai mengatakan sesuatu. Wajahnya berubah pias ketika suara sang ayah menjelaskan rencana mereka. Rencana yang bisa dikatakan menguntungkan tapi tetap saja Audy merasa enggan. Rencana yang akan mengubah peta kekuasaan di keluarga Maheswara selamanya.
Ivana menatap Audy yang mendadak membeku. Tidak ada lagi tangis. Tidak ada lagi amarah. Hanya tatapan kosong dan desahan pelan yang mengisyaratkan bahwa sebuah keputusan telah dibuat.
“Saka akan ke sana. Dia yang akan mengurus semuanya,. Kamu tenang saja ” ujar suara dari seberang, tegas dan mutlak.
Klik.
Panggilan terputus.
Audy masih diam. Jantungnya berdetak cepat. Ia menggigit bibir, lalu menatap Ivana dengan mata yang penuh gejolak.
“Dia pikir dia bisa menjadi istri Brivan... meski hanya di atas kertas,” desis Audy lirih.
“Tapi tak seorang pun merebut Brivan dariku. Tidak siapa pun...”
Ivana hanya diam. Ia tahu, setelah ini... permainan akan berubah.
Dan Hania... baru saja menjebak dirinya dalam permainan ini.
emak nya brivan bakalan pulang. dan si nenek tapasya pasti gak bisa bergerak sesuka hati nya setelah ini
Oh nggak bisa, yang mengandung anak brivan itu hania, jadi Audy gak ada hak emm
kapan aja,, Brivan pasti bisa bangun melawan bius yang kau ciptakan !!
apa ibunya Brivan ga tau ya klu Audy sdh keguguran dan anaknya lagi terbaring sakit.
Ibunya Brivan akan datang,, berharap bgt dia akan bisa membawa Brivan pergi bersamanya,jika Brivan menjauh dr Mario,itu artinya Brivan akan bisa segera sadar,,,
nah loh ibunya brivan mau ke indo jenguk brivan gimana ya nanti reaksinya kalau tau Audy udah ga mengandung lagi
dan untuk mu ibu briv semoga segera menengok ya. putra mu tidak berdaya